Sunday, October 24, 2010

Melihat Potensi Industri Pembiayaan

Farid Abdurrahman

Kinerja industri pembiayaan meningkat secara signifikan sepanjang tahun ini setelah sempat tersendat krisis finansial global pada tahun 2009. Di samping menunjukkan pertumbuhan yang baik, industri pembiayaan juga menghadapi tantangan dari persaingan yang semakin ketat dan penjualan otomotif yang semakin jenuh.

Lalu, bagaimanakah potensi pertumbuhan industri pembiayaan ke depan?

Tabel 1 menunjukkan, nilai pembiayaan yang disalurkan perusahaan pembiayaan per Agustus mencapai Rp 175,17 triliun. Dari total itu, pembiayaan terbesar masih didominasi pembiayaan konsumen yang mencakup 68,8 persen.

Kemudian disusul pembiayaan untuk leasing atau sewa guna usaha yang sebesar 29,5 persen. Sementara itu, porsi pembiayaan untuk factoring atau anjak piutang dan kartu kredit masing-masing hanya 1,2 persen dan 0,5 persen dari total pembiayaan.

Sekitar 90 persen pembiayaan konsumen disalurkan untuk pembiayaan kredit kepemilikan otomotif yang meliputi pembiayaan untuk kredit kepemilikan sepeda motor dan mobil, baik yang baru maupun bekas.

Besarnya porsi pembiayaan kredit kepemilikan otomotif ini mendorong peningkatan kinerja penjualan otomotif secara nasional. Begitu pula sebaliknya, perkembangan industri otomotif nasional secara signifikan memengaruhi kinerja industri pembiayaan secara keseluruhan karena penjualan otomotif secara kredit memiliki porsi besar.

Gambar 1 menunjukkan, ada korelasi antara penjualan otomotif dan pertumbuhan nilai pembiayaan. Pertumbuhan nilai pembiayaan mengalami penurunan seiring penurunan penjualan otomotif sejak September 2008 sampai kuartal I-2009.

Penjualan otomotif kemudian mulai pulih sejak semester II- 2009 di saat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) mengalami tren penurunan.

Pada tahun 2010, penjualan otomotif melanjutkan tren peningkatan ketika BI Rate mencapai level terendah, yakni 6,5 persen. Pada saat yang sama, pertumbuhan nilai pembiayaan pun mengalami tren kenaikan.

Pembiayaan otomotif

Secara agregat, nilai pembiayaan sejak awal tahun sampai Agustus 2010 mengalami kenaikan 23 persen seiring meningkatnya penjualan otomotif nasional.

Penjualan sepeda motor dan mobil dari awal tahun sampai Agustus masing-masing 5,03 juta unit dan 513.060 unit. Itu meningkat dibandingkan total penjualan pada periode yang sama tahun 2009 sebesar 3,72 juta unit sepeda motor dan 298.130 unit mobil.

Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia memperkirakan penjualan sepeda motor tahun 2010 sekitar 7 juta unit. Sementara Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia memperkirakan 675.000 unit mobil baru akan terjual di sepanjang tahun ini.

Kinerja penjualan otomotif yang meningkat mendorong peningkatan nilai pembiayaan. Kegiatan pembiayaan tersebut membutuhkan dukungan dana yang bersumber dari modal sendiri dan juga pendanaan dari pihak lain yang besar.

Pada Agustus, posisi pendanaan mencapai Rp 146,39 triliun, meningkat 27 persen dari posisi akhir tahun 2009 yang sebesar Rp 115,56 triliun.

Dari jumlah tersebut, sebesar 68 persen dari nilai pembiayaan didanai dari pinjaman bank, penerbitan obligasi biasa dan obligasi subordinasi, serta pendanaan dari pihak lain.

Pendanaan yang diperoleh dari pasar obligasi memiliki cost of fund (biaya dana) yang lebih rendah daripada pinjaman dari bank. Kecuali perusahaan pembiayaan yang berafiliasi dengan bank tentunya mendapatkan fasilitas pinjaman khusus dengan cost of fund yang lebih menarik.

Namun kenyataannya, meskipun cost of fund obligasi lebih rendah, porsi pembiayaan yang bersumber dari obligasi jauh lebih rendah daripada pinjaman bank. Pada Agustus, pendanaan yang berasal dari pinjaman bank mendominasi sekitar 79 persen dari total pendanaan perusahaan pembiayaan.

Sementara pendanaan yang bersumber dari obligasi dan obligasi subordinasi hanya 11 persen. Besarnya porsi pendanaan yang bersumber dari pinjaman bank dibandingkan dengan obligasi dan obligasi subordinasi disebabkan oleh jauhnya perbedaan daya serap antara perbankan dan pasar obligasi.

Hal ini tecermin dari jumlah pinjaman yang disalurkan perbankan dalam mata uang rupiah yang mencapai Rp 1.422,12 triliun pada Agustus.

Sedangkan daya serap pasar obligasi yang tecermin dari outstanding obligasi korporasi hanya Rp 103,82 triliun.

Namun, perusahaan pembiayaan memanfaatkan cost of fund yang rendah dari pendanaan obligasi pada saat suku bunga turun. Tahun 2007, ketika rata-rata BI Rate turun dari 11,8 persen ke 8,6 persen, posisi pendanaan melalui obligasi meningkat 30 persen.

Begitu pula pada tahun 2009 dan 2010 ketika BI Rate mengalami tren penurunan, pendanaan melalui obligasi naik 15 persen pada tahun 2009 dan 11 persen pada Agustus 2010.

Sebaliknya, tahun 2006 dan 2008 ketika rata-rata suku bunga BI Rate meningkat masing- masing menjadi 11,83 persen dan 8,66 persen, pendanaan melalui obligasi mengalami penurunan 2 persen tahun 2006 dan 8 persen tahun 2008.

Hal ini terjadi karena cost of fund dari obligasi mengalami peningkatan seiring meningkatnya BI Rate. Cost of fund pendanaan melalui obligasi yang tecermin dari rata-rata terboboti kupon obligasi yang diterbitkan perusahaan pembiayaan pada tahun ini merupakan yang paling rendah, yakni 10 persen.

Sebagai perbandingan, rata- rata terboboti kupon obligasi yang diterbitkan tahun 2009 sebesar 14 persen, sementara tahun 2008 sebesar 11 persen.

Ketersediaan pinjaman bank dan pasar obligasi untuk pendanaan kemungkinan bukan menjadi masalah bagi perusahaan pembiayaan sepanjang mampu mempertahankan net interest margin-nya.

Bagi perbankan, penyaluran pinjaman kepada perusahaan pembiayaan dapat meningkatkan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR). Namun, penyaluran dana yang diperoleh perusahaan pembiayaan itu dalam bentuk pembiayaan kemungkinan yang akan menjadi tantangan.

Ini disebabkan bertambah jenuhnya penjualan sepeda motor dan semakin ketatnya persaingan dalam pembiayaan kredit kepemilikan otomotif, apalagi pada saat suku bunga rendah.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2008, populasi sepeda motor mencapai 47,68 juta unit. Sementara populasi penduduk Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 231 juta orang sehingga rasio populasi sepeda motor dan penduduk di Indonesia satu berbanding lima. Dengan kata lain, satu dari lima orang Indonesia memiliki satu sepeda motor.

Di lain pihak, populasi penduduk terhadap populasi mobil masih sebesar satu mobil berbanding 23 orang.

Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan beberapa perusahaan pembiayaan akan mengembangkan pembiayaan konsumen di daerah-daerah yang pasarnya masih belum jenuh dan berpotensi besar mampu meningkatkan pembiayaan perusahaan.

Adapun perusahaan pembiayaan yang berfokus pada pembiayaan kredit kepemilikan sepeda motor kemungkinan akan melakukan ekspansi ke pembiayaan kredit kepemilikan mobil.

Hal ini tentunya akan meningkatkan pendanaan yang dibutuhkan perusahaan pembiayaan mengingat harga mobil jauh lebih mahal daripada harga sepeda motor. Dengan demikian, nilai pembiayaan untuk penambahan satu mobil akan setara dengan penambahan 10 sepeda motor.

Industri pembiayaan juga masih memiliki potensi peningkatan dari aktivitas pembiayaan dalam bentuk anjak piutang dan sewa guna usaha.

Sejak tahun 2006, nilai pembiayaan untuk anjak piutang mengalami peningkatan rata-rata 22 persen. Sementara pembiayaan sewa guna usaha tumbuh rata-rata 13 persen.

Sejalan dengan membaiknya ekonomi dan peningkatan harga komoditas, diharapkan peningkatan permintaan alat-alat berat di industri pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan transportasi mampu mendorong pertumbuhan aktivitas pembiayaan sewa guna usaha.

Industri pembiayaan masih memiliki potensi untuk tumbuh, khususnya dalam pembiayaan otomotif. Potensi pertumbuhan pembiayaan juga masih terbuka lebar dari aktivitas sewa guna usaha dan anjak piutang.

Farid Abdurrahman Analis Pasar Obligasi Danareksa

No comments:

Post a Comment