Wednesday, October 20, 2010

Industri Otomotif Jadi Penyelamat Utama Perekonomian Indonesia

Pertumbuhan industri pengolahan non-minyak dan gas pada triwulan II-2010 mencapai 4,91 persen. Realisasi pertumbuhan ini melampaui target pemerintah tahun 2010, yaitu 4,65 persen.

Pendorong utama pertumbuhan adalah industri otomotif. Pemerintah optimistis pertumbuhan industri pengolahan akan tinggi seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi nasional.

Hal itu dikemukakan Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun dalam Laporan Pencapaian Kinerja Kementerian Perindustrian Kabinet Indonesia Bersatu II periode Oktober 2009- 2010 di Jakarta, Senin (18/10).

”Sampai hari ini saya melihat Kementerian Perindustrian tidak pernah mendapatkan rapor merah. Tiga bulan pertama memang bisa dimaklumi. Waktu berjalan, kita pun semakin berupaya menjauhi penilaian buruk dengan tidak bersikap santai,” ujarnya.

Dalam laporan terungkap, pada triwulan II-2010, pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,2 persen. Sektor industri pengolahan tumbuh 4,3 persen dibandingkan periode yang sama 2009.

Pada triwulan II-2010, sektor industri pengolahan memberikan sumbangan 1,1 persen pada pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,2 persen.

Meningkatnya permintaan otomotif menjadi faktor pendongkrak pertumbuhan industri. Pertumbuhan industri alat angkut, mesin, dan peralatan 12,16 persen dengan target 4 persen.

Meski pertumbuhan tinggi, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi menyayangkan, hingga kini pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri dalam negeri masih sangat kecil. ”Sebagian besar bahan baku diekspor dalam bentuk bahan mentah atau primer,” ujarnya.

Padahal, industri agro berpotensi besar untuk dikembangkan karena ketersediaan sumber bahan baku relatif besar, seperti minyak kelapa sawit, kakao, dan karet.

Indonesia adalah penghasil terbesar minyak kelapa sawit mentah (CPO) dunia dan penghasil ketiga terbesar dunia untuk kakao.

”Untuk itulah kita berupaya menarik investor guna mengembangkan industrinya di dalam negeri,” ujar Benny.

Dijelaskan, permasalahan yang dikeluhkan oleh investor, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan studi ekonomi Harvard University soal pengembangan investasi di Indonesia adalah infrastruktur.

Perubahan iklim

Di sisi lain, menurut Benny, ada persoalan iklim. Perubahan iklim yang ekstrem akhir-akhir ini memengaruhi penyediaan bahan baku industri, terutama industri yang berbasis pertanian dan perikanan.

Oleh karena itu, menurut dia, industri mulai didorong untuk melakukan penyediaan stok bahan baku. ”Apabila penyediaannya meleset 20-30 persen, industri tetap memiliki bahan baku sehingga operasional industri tidak terganggu,” ucapnya.

Untuk produksi garam, misalnya, Wakil Menteri Perindustrian mengatakan, produksi garam akan kacau-balau akibat perubahan iklim. Saat ini kebutuhan garam nasional 3 juta ton per tahun dan industri garam domestik hanya mampu memenuhi separuhnya. ”Padahal, pertumbuhan konsumsi terus naik 2 persen per tahun,” kata Alex.

Oleh karena itu, menurut Alex, impor garam harus secepatnya diantisipasi dengan swasembada garam. Konsentrasi untuk meningkatkan produksi garam nasional dilakukan di daerah Teluk Kupang dan Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.

Diperkirakan, dari dua daerah yang memiliki musim kemarau tujuh bulan dalam setahun ini dapat dihasilkan lebih dari 3 juta ton garam per tahun.

”Lahan-lahan inilah yang paling baik untuk menggenjot produksi garam sehingga perubahan iklim yang mengacaukan kita bisa diantisipasi untuk penyediaan bahan baku,” kata Alex

1 comment:

  1. Semoga industri otomotif Indonesia semakin berkembang dan tumbuh untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan produk mobil keluarga ideal terbaik Indonesia

    ReplyDelete