Friday, October 8, 2010

Jamsostek Tidak Boleh Beli Saham Bank Bukopin Yang Sangat Menguntungkan

Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar menolak PT Jamsostek (Persero), BUMN yang pengelola dana pekerja ini, membeli saham Bukopin. Jamsostek sangat berminat membeli Bukopin untuk bisa bersinergi meningkatkan peserta dan nasabah di sektor riil.

Berbicara di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/10), Mustafa menjelaskan, Jamsostek sebaiknya tak terlalu banyak membeli saham bank tertentu sehingga seperti ingin memiliki bank. Kementerian BUMN menginginkan Jamsostek membeli saham bank hanya sebagai instrumen investasi sehingga bisa masuk ke mana saja.

Adapun BRI mendapat prioritas membeli saham Bukopin karena masih dalam satu jalur bisnis. BRI yang baru mengakuisisi Bank Agroniaga diharapkan dapat memperkuat penetrasi ke sektor mikro dengan ikut membeli saham Bukopin yang terkenal dengan terobosan unit usaha simpan pinjam Swamitra.

”Dua-duanya (Bukopin dan Bank Agro) saya minta konsolidasi dengan satu garis bisnis BRI sehingga lebih kuat. Kami harapkan kedua bank ini khusus memikirkan kredit agro, ritel, dan koperasi sehingga sama- sama terbantu,” ujarnya.

Bagi Jamsostek, saat ini terbuka peluang untuk membeli saham baru BNI, Mandiri, Krakatau Steel, dan Garuda Indonesia yang akan masuk ke bursa saham. ”Jadi, jangan kecil hati Jamsostek saya larang masuk Bukopin,” kata Mustafa.

Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, pihaknya tetap memiliki pilihan lain dalam berinvestasi untuk mengembangkan dana pekerja. Perusahaan-perusahaan negara yang menjadi penggerak utama pasar modal (blue chip) dengan kinerja keuangan baik tetap menjadi pilihan investasi yang baik.

Walau demikian, Jamsostek belum menentukan pilihan dan dana yang akan dipakai dalam aksi korporasi kali ini. Namun yang pasti, dana yang disiapkan untuk membeli saham Bukopin akan dialihkan untuk membeli saham baru.

Kesempatan BNI

Mustafa juga menegaskan agar BNI menuntaskan audit pembukuan bulan September pada 15 Oktober 2010. Kelalaian menyelesaikan kewajiban itu akan berakibat fatal dalam penawaran saham. Kesempatan akan hilang.

BNI akan menawarkan saham senilai Rp 8 triliun-Rp 10 triliun untuk memperkuat permodalan dan ekspansi bisnis.

Penawaran saham ini berbarengan dengan Bank Mandiri untuk tujuan serupa. Adanya kebutuhan yang mendesak dan kemampuan keuangan, Menteri BUMN memutuskan agar BNI lebih dulu masuk ke pasar saham, disusul Mandiri tahun 2011.

”Kami memberi deadline BNI agar menyelesaikan audit buku September pada 15 Oktober, tidak boleh lebih. Kalau lebih, kesempatan hilang,” ujar Mustafa

No comments:

Post a Comment