Peluang bank syariah terlibat dalam pembiayaan untuk sektor properti terbuka lebar. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta Setyo Maharso dalam seminar ”Prospek Pembiayaan Perbankan Syariah untuk Sektor Properti” di Bank Indonesia, Rabu (20/10).
”Kami harap bank syariah tidak hanya memberikan kredit konsumtif atau kredit pemilikan rumah karena pengembang menengah-bawah juga perlu modal kerja,” katanya.
Setyo menambahkan, setiap hari sekitar tiga juta orang yang tinggal di pinggiran Jakarta masuk ke Jakarta untuk bekerja. Kondisi lalu lintas yang tak menentu memunculkan potensi sekitar 300.000 orang di antaranya akan membeli rumah susun atau apartemen di Jakarta.
Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya E Siregar memaparkan, total pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah Rp 61 triliun per September 2010. Dari jumlah itu, baru 1,8 persen untuk pembiayaan sektor properti.
Padahal, pangsa kredit perbankan nasional untuk sektor properti 13,3 persen dari total kredit perbankan. ”Masih banyak peluang yang dapat ditangkap perbankan syariah di pembiayaan properti,” kata Mulya.
Erwyanto Tedjakusuma, Marketing Manager Alam Sutera, mencontohkan, 40 persen pembeli rumah di Alam Sutera menggunakan tipe tunai bertahap. ”Prospek 40 persen ini sebaiknya diambil. Bagi konsumen, bank syariah memudahkan pos pengeluaran. Tetapi, lebih baik proses pengajuan pembiayaan disederhanakan,” saran Erwyanto.
Menurut Direktur Utama Bank BRI Syariah Ventje Rahardjo, pembiayaan kepemilikan rumah oleh BRI Syariah per September 2010 sebesar Rp 800 miliar.
Ventje berpendapat, keunggulan kepemilikan rumah dari bank syariah di antaranya biaya-biaya lebih murah dan angsuran tetap untuk akad jual beli.
Pembiayaan, selain berupa kepemilikan rumah, apartemen, dan rumah susun sederhana milik, juga untuk pembangunan dan renovasi rumah. Pembiayaan untuk pengembang berupa pembiayaan investasi, konstruksi, modal kerja, dan alat berat.
Mulya memaparkan, perkembangan industri perbankan syariah sangat baik dalam dua tahun terakhir. Hingga September 2010, terdapat 10 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, dan 146 bank perkreditan rakyat syariah di Indonesia. Jumlah kantor bank syariah mencapai 1.624 unit.
Bahkan, sejak 11 Oktober 2010, bank umum syariah bertambah satu lagi, yakni PT Maybank Syariah Indonesia, yang memiliki aset sekitar Rp 1 triliun.
Dengan demikian, kini di Indonesia terdapat 11 bank umum syariah dengan total aset Rp 87 triliun. Sebagian besar aset dimiliki bank umum syariah, yakni Rp 65,3 triliun, sedangkan unit usaha syariah memiliki total aset Rp 16,2 triliun dan BPR syariah memiliki total aset Rp 2,5 triliun.
”Agustus 2010, market share perbankan syariah di Indonesia 2,91 persen,” ujar Mulya.
Ia menuturkan, aset perbankan syariah diharapkan tumbuh 70 persen sehingga aset pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 120 triliun. Secara moderat, tumbuh menjadi Rp 97 triliun.
Catatan BI menunjukkan, sepanjang September 2009-September 2010, pertumbuhan perbankan syariah sekitar 43 persen. Pertumbuhan rata-rata Rp 2 triliun per bulan. ”Kondisi ini jauh lebih baik daripada tahun 2001, yang hanya Rp 661 miliar per bulan,” kata Mulya.
Adapun terkait margin perbankan syariah yang relatif lebih tinggi daripada suku bunga perbankan konvensional, Mulya mengatakan, bank syariah memang harus berkorban dengan mengurangi besaran bagi hasil sehingga dapat berkompetisi dengan bank konvensional.
No comments:
Post a Comment