Wednesday, July 2, 2014

Pemerintah Optimis Gugatan Newmont Kalah Dalam Pengadilan Arbitase International

Pengamat pertambangan Marwan Batubara menilai gugatan yang dilayangkan PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV)di sidang arbitrase bisa dimenangi Indonesia. “Jangan takut, sudah ada contohnya di Venezuela saat Hugo Chaves,” ujarnya saat dihubungi, Rabu, 2 Juli 2014. Marwan menyatakan pemerintah memiliki pengalaman panjang dalam kasus gugatan yang disampaikan perusahaan asing, bahkan tak sedikit di antaranya menang. Karena itu, dalam gugatan kali ini, ia optimistis pemerintah kembali memenangi kasus. “Argumen kita kuat sekali. Justru Indonesia sudah banyak sekali dirugikan oleh mereka,” ujarnya.

Ia mencontohkan pemerintah Bolivia yang menghadapi gugatan Exxon Mobil terhadap salah satu sumur ladangnya di negara sosialis itu. "Rakyat dan pemerintah bersatu, kenapa di kita tidak bisa?" kata Marwan.

Untuk menghadapi lobi kuat negara adidaya, Marwan mendesak pemerintah menyiapkan argumen dan penjelasan secara rinci terhadap gugatan yang mereka layangkan. “Kita harus gunakan jasa lawyer level internasional yang berpengalaman dalam kasus arbitrase,” ujarnya. Selain itu, pemerintah dituntut menjelaskan kondisi serta keberatan atas gugatan yang disampaikan Newmont. “Poin penting kita soal sosial dan dampaknya bisa menjadi pertimbangan,” Marwan menyarankan

Seperti diketahui, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV) akhirnya menggugat pemerintah lewat pengadilan Arbitrase internasional. Mereka berdalih langkah tersebut terpaksa diambil agar larangan ekspor mineral mentah dari Indonesia segera dicabut.

Pemerintah tak akan meladeni gugatan PT Newmont Nusa Tenggara ke arbitrase internasional selama masih ada tahap negosiasi. "Kami siap menghadapi gugatan, bila perundingan sudah deadlock," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung di kantornya, Rabu, 2 Juli 2014.

Arbitrase, kata Chairul, bukanlah pengadilan pidana yang menghalangi pemerintah untuk meneruskan negosiasi dengan PT NNT. "Itu adalah bagian dari perundingan," kata dia. Namun Chairul menyatakan keheranannya karena PT NNT baru mengajukan gugatan setelah undang-undang pelarangan ekspor mineral mentah berlaku selama 5 tahun. "Kenapa enggak dari dulu pas pertama keluar? Kan jadi kelihatan siapa yang punya itikad tidak baik," kata Chairul.

Selama ini, PT NNT cengerung tak bermasalah jika dibandingkan dengan PT Freeport Indonesia. Masalah terjadi justru ketika PT NNT membangun smelter bersama Freeport. Selama ia menjabat jadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, maka ia akan melindungi investor yang masuk ke Indonesia. "Kalau tidak ada, environment investasinya tidak bagus," kata dia.

Dengan digugatnya pemerintah oleh PT NNT, Chairul juga mengkritik Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto yang merupakan warganegara Indonesia. Perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V. mengumumkan pengajuan gugatan arbitrase internasional terhadap pemerintah Indonesia, Selasa, 1 Juli 2014. Gugatan ini terkait larangan ekspor konsentrat yang berlaku sejak 12 Januari 2014 yang berdampak pada penghentian kegiatan produksi perseroan di tambang Batu Hijau, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto mengatakan langkah ini diambil setelah upaya pembicaraan dengan pemerintah selama enam bulan terakhir terkait larangan ekspor belum juga selesai. "Kami dan para pemegang saham tidak ada pilihan lain dan terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional guna memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan, hak-hak, serta kepentingan-kepentingan para pemangku kepentingan perusahaan terlindungi," kata Martiono dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Juli 2014.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan masih akan mempelajari terlebih dahulu gugatan arbitrase yang diajukan PT Newmont Nusa Tenggara dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership BV. Namun, pemerintah memastikan tetap konsisten melarang ekspor mineral mentah (konsentrat) dan mendorong pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. "Pemerintah akan tetap konsisten melaksanakan undang-undang. Lagipula kebijakan ini berlaku untuk semua perusahaan," kata Juru Bicara Kementerian Energi, Saleh Abdurrahman, Rabu 2 Juli 2014.

Saleh mengatakan gugatan arbitrase ini di luar dugaan karena pemerintah dan Newmont masih melakukan pembicaraan mengenai renegosiasi kontrak karya. Tetapi tiba-tiba Selasa, 1 Juli 2014 Newmont mengumumkan mengajukan gugatan arbitrase atas pemerintah Indonesia kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes.

Adapun Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Dede Ida Suhendra mengatakan masih belum mendapat dokumen resmi arbitrase tersebut. "Kami belum dapat surat resminya, jadi harus dipelajari dulu, juga oleh instansi pemerintah terkait," kata Dede lewat pesan singkat, Rabu, 2 Juli 2014.

Newmont mengajukan gugatan karena sejak 12 Januari 2014 pemerintah melarang ekspor mineral mentah lalu menaikkan bea keluar untuk ekspor konsentrat. Bea keluar untuk ekspor konsentrat tembaga pada 2014 ditetapkan sebesar 25 persen, dan akan meningkat mencapai 60 persen pada 2016. Selain itu, pemerintah juga belum menerbitkan surat persetujuan ekspor konsentrat tembaga untuk Newmont.

"Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes, PTNNT dan NTPBV menyatakan maksudnya untuk memperoleh putusan sela yang mengizinkan PTNNT untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga agar kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali," kata Presiden Direktur NNT Martiono Hadianto dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Juli 2014.

Akibat larangan ekspor tersebut, sejak 5 Juni 2014, PT NNT menyatakan telah enghentikan kegiatan produksi di Tambang Batu Hijau karena fasilitas penyimpanan konsentrat telah penuh. Akibatnya, 80 persen dari 4.000 karyawan PT NNT dirumahkan dengan pemotongan gaji mulai 6 Juni 2014.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara Timur (NNT) harus disikapi secara hati-hati. Sebab, apa pun pernyataan pemerintah nantinya bisa digunakan sebagai materi di pengadilan. "Kalau pelaporannya legal, enggak boleh ditebak-tebak, musti dipelajari dulu," kata Chatib, di Jakarta, Rabu, 2 Juli 2014. Chatib mengaku belum mengetahui dan menerima laporan secara resmi tentang gugatan tersebut. "Saya baru datang dari London, belum tahu pastinya seperti apa," katanya.

Perusahaan tambang tembaga dan emas asal Amerika Serikat, Newmont Nusa Tenggara, dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV), mengumumkan mengajukan gugatan arbitrase internasional terhadap pemerintah Indonesia. Gugatan ini berkaitan dengan larangan ekspor mineral mentah yang menyebabkan kegiatan produksi di tambang Batu Hijau, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dihentikan.

Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 1 Juli 2014 menyatakan dalam enam bulan terakhir perusahaan telah berdialog dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah larangan ekspor ini dengan merujuk kepada kontrak karya. Langkah arbitrase diambil karena hingga saat ini Newmont belum dapat meyakinkan pemerintah bahwa kontrak karya berfungsi sebagai rujukan dalam penyelesaian sengketa ini. Hingga saat ini, pemerintah belum menerbitkan surat persetujuan ekspor konsentrat tembaga untuk Newmont.

Menurut Chatib, kemungkinan pelaporan tersebut diarahkan kepada Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral serta Badan Koordinasi Penanaman Modal. "Soalnya Kementerian ESDM yang membuat kontrak," ujarnya.

No comments:

Post a Comment