Saturday, December 27, 2014

Daftar Koreksi UMP Jawa Barat Karena Kenaikan BBM

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan telah menandatangani surat keputusan merevisi besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2015 di Jawa Barat. Kenaikan upah ini dilakukan terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).  "Keputusan besaran nilai koreksi UMK 2015 ada pada Pak Gubernur yang mempunyai kewenangan tanpa intervensi siapapun," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat, Hening Widiatmoko lewat pesan pendeknya, Sabtu, 27 Desember 2014.

Revisi upah minimum tersebut tertuang dalam SK Gubernur Nomor 561/Kep.1746-Bangsos/2014 tanggal 24 Desember 2014. Persentase koreksi kenaikan upah itu ditujukan pada seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat dengan besaran bervariasi antara 1 persen sampai 4,64 persen, rata-rata koreksi untuk UMK 2015 pada 27 kabupaten/kota di Jawa Barat 2,02 persen.

Koreksi terendah ataui sebesar 1 persen ditujukan untuk upah Kabupaten Karawang menjadi Rp 2.987.000, lalu Kota Bekasi menjadi Rp 2.984.000, Purwakarta menjadi Rp 2.626.000, serta Kota Depok menjadi Rp 2.732.000. Koreksi terbesar 4,64 persen untuk Kota Sukabumi menjadi Rp 1.645.000.

Setelah koreksi tersebut, UMK 2015 Karawang masih menjadi upah tertinggi di Jawa Barat, sementara yang upah terkecil di Ciamis Rp 1.177.000. Persentase kenaikan upah tertinggi di Jawa Barat tercatat terjadi di Majalengka yakni 24,4 persen menjadi Rp 1.264.000, kenaikan terendah di Cianjur Rp 9,87 persen yakni Rp 1.648.000.

Hening mengatakan, gubernur memutuskan penetapan revisi UMK 2015 di Jawa Barat setelah menerima usulan koreksi persentase upah dalam forum rapat Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit pada 20 Desember 2014. "Setelah itu beliau minta waktu mempelajari dan meminta pendapat pakar," kata dia.

Serikat pekerja di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mendesak kenaikan upah bulanan pada 2015 sebesar Rp 3,1 juta. Besaran upah itu naik sekitar 750 ribu atau 30 persen dari upah yang berlaku tahun ini, yakni Rp 2,4 juta per bulan. Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota dan Kabupaten Bekasi Masrul Zambak mengatakan usulan kenaikan upah tersebut sedang dibahas Dewan Pengupahan Daerah. "Keputusan final sudah harus diambil sebelum 18 November nanti," ujar Masrul, Selasa, 23 September 2014.

Menurut Masrul, upah Rp 3,1 juta per bulan didapat dari hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL). Dalam survei tersebut terjadi penambahan komponen KHL menjadi 84 pokok, atau bertambah dari komponen KHL tahun lalu yang hanya 60 pokok.

Penambahan komponen tersebut seperti biaya pembelian sepatu, ikan pinggang, dompet, biaya pendidikan, dan biaya lingkungan atau biaya sosial yang dihitung sebagai kebutuhan pokok pekerja lajang. "Kalau tetap menggunakan komponen 60item tidak mungkin ada perbedaan upah dari tahun lalu, sementara realitas kebutuhan terus naik," katanya.

Meski menetapkan kenaikan upah 30 persen, angka tersebut belumlah final. Besaran upah masih bisa didiskusikan dalam perundingan tripartit antara pengusaha, buruh, dan pemerintah untuk mencari solusi besaran kenaikan upah yang ideal. "Kalau pengusaha tidak bisa 30 persen, bisa disampaikan maunya berapa," ujarnya.

Tim Advokasi Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bekasi dan Apindo Jawa Barat B. Woeryono menuturkan sekitar 3.500 pengusaha di Kabupaten Bekasi tidak mempermasalahkan usulan kenaikan upah yang diminta buruh. "Kalau sesuai dengan ketentuan, kenapa tidak," katanya. Hanya saja, ujar Woeryono, jika upah naik, produktivitas kerja buruh mesti meningkat. "Pengusaha hanya memegang prinsip padat teknologi, padat modal, dan padat karya," imbuhnya.

No comments:

Post a Comment