Sentimen positif dari pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) dan berlanjutnya intervensi Bank Indonesia di pasar uang membuat rupiah kembali menguat tajam. Pada penutupan pasar uang kamis ini, rupiah melesat 105 poin (0,83 persen) ke level 12.563 per dolar Amerika.
Rupiah menguat paling tinggi dibanding mata uang Asia lainnya. Rupee India menguat 0,66 persen ke 63,20 per dolar AS, ringgit juga menguat 0,66 persen ke 3,46 per dolar AS, dan baht hanya bergeser 0,05 persen ke 32,90 per dolar. Sementara mata uang yen, yuan, dan won masih melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS.
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Albertus Christian, mengatakan penguatan rupiah dipicu oleh pelemahan dolar di pasar global. Dolar tertekan setelah Gubernur Bank Sentral Amerika (The Fed) Janet Yellen mengatakan bahwa pihaknya masih akan menjaga suku bunga rendah. "Akibatnya, dolar kembali tertekan dan rupiah menguat."
Meski data-data ekonomi Amerika terus menunjukkan perbaikan, namun The Fed masih melihat bahwa indeks harga konsumen masih jauh di bawah target 2 persen. Saat ini, laju inflasi di AS berkisar 1,3 persen secara year-to-date. Rendahnya inflasi membuat The Fed tidak punya alasan untuk mempercepat era pengetatan moneter.
Menurut Albertus, rupiah menguat paling tajam karena pasar uang masih dijaga oleh bank sentral. Sejauh ini, euforia intervensi masih berlangsung. Sejak 15 Desember 2014, BI telah mengeluarkan sekitar US$ 500 juta untuk melakukan stabilisasi rupiah. "Injeksi likuiditas itu di antaranya untuk membeli rupiah di pasar uang dan surat berharga negara di pasar sekunder."
Ia memperkirakan bank sentral masih akan melakukan intervensi agar rupiah tetap stabil di kisaran 12.500 per dolar. Namun, adanya tren pelemahan dolar akan membuka peluang BI untuk menyudahi intervensinya. Celakanya, cadangan devisa yang sudah terkumpul mulai dikuras pada kuartal III dan pengujung tahun lantaran dolar yang semakin kuat. Menurut IMF, kini posisi cadangan devisa hampir sama dengan 2008-2009, saat dunia dilanda krisis moneter.
Berapa banyak cadangan devisa yang tergerus? Berikut ini, data belanja devisa dari bank sentral di beberapa negara.
1. Indonesia
Setelah rupiah berada di titik nadir pada pekan kedua Desember 2014, Bank Indonesia melakukan intervensi. Melalui pembelian obligasi dan aset berbasis dolar, Bank Indonesia dikabarkan telahmenggelontorkan devisa hingga Rp 1,7 triliun. Data IMF menyebutkan, cadangan devisa Indonesia sudah terkuras US$ 87 miliar, dari US$ 111,97 pada awal November menjadi US$ 111,1 miliar.
2. Rusia
Mata uang rubel dikabarkan merosot hingga 50 persen terhadap dolar sejak pekan pertama Desember 2014. Untuk menahan depresiasi rubel, bank sentral Rusia mengeluarkan dana US$ 80 miliar dolar. Kini, cadangan devisa Rusia merosot dari US$ 509,6 miliar menjadi US$ 416,2 miliar.
3. Cina
Cina mungkin paling banyak membelanjakan cadangan devisanya demi menahan laju dolar. Setelah kurs renminbi yuan terpukul, bank sentral Cina menggelontorkan dana US$ 105,21 miliar. Kini, pundi-pundi devisa Cina "hanya tersisa" US$ 3,8 triliun.
4. Turki
Mata uang lira Turki turun 9 persen sepanjang 2014. Akibatnya, cadangan devisa Turki tergerus dari US$ 133 miliar menjadi US$ 131,9 miliar.
5. Brasil
Di Brasil, kurs real turun 13 persen sepanjang tahun. Melalui skema currency swap, bank sentral Brasil membelanjakan devisa sebesar US$ 6,5 miliar. Cadangan devisa Brasil turun dari US$ 315,8 miliar pada Juni menjadi US$ 316,3 miliar di akhir tahun.
6. India
Hanya dalam sepekan, cadangan dolar India turun dari US$ 316,3 miliar menjadi US$ 314,6 miliar. Hal ini terjadi setelah rupee tergerus oleh dolar.
No comments:
Post a Comment