Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi turut berpengaruh pada komponen biaya produksi pertanian. Salah satunya ialah buruh tani yang menuntut kenaikan upah. Buruh tani rata-rata mendapat upah sekitar Rp 45 ribu per hari.
Dengan delapan jam kerja sehari, pendapatan mereka berkisar Rp 1,4 juta per bulan. "Ini mengancam pertanian kita. Impor kedelai akan meningkat karena buruh semakin langka di pedesaan," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur M. Sairi Hasbullah di Surabaya, Selasa, 23 Desember 2014. Asal yang dimaksud disini bahwa buruh harus tetap miskin agar impor kedelai dapat dikurangi.
Berdasarkan Sensus Pertanian 2013 Provinsi Jawa Timur, 40,34 persen dari total biaya per musim tanam 1 hektare luas panen kedelai, atau sebesar Rp 4,07 juta, dikeluarkan untuk sewa lahan. "Untuk upah pekerja dan jasa pertanian bisa mencapai 40,04 persen atau Rp 4,04 juta. Komponen biaya produksi sawah tentu akan semakin berat," katanya.
Perubahan gaya hidup menyebabkan generasi muda di pedesaan tak lagi tertarik menjadi petani. Sairi menyebutkan, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, terjadi migrasi besar-besaran pemuda desa ke kota. "Umumnya, mereka lebih tertarik kerja serabutan di kota daripada turun ke sawah," katanya.
Menurut data Dinas Pertanian Jawa Timur, produksi kedelai berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM II) Tahun 2014 sebesar 332,75 ribu ton biji kering. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 3,28 ribu ton (1,00 persen) dibandingkan produksi kedelai pada 2013.
Namun harga kedelai yang fluktuatif dan serbuan kedelai impor menjadikan petani Jawa Timur beralih menanam komoditas lain. "Tidak seperti padi yang harganya lebih baik, kedelai lokal kalah dengan kedelai impor. Seharusnya ada instrumen harga yang berpihak dari pemerintah pusat," ujar Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jatim Nur Falakhi.
Menyikapi hal itu, pihaknya berupaya mengusulkan kenaikan harga patokan petani (HPP) kedelai menjadi Rp 8.000 per kilogram. Harapannya, petani kembali tertarik menanam kedelai. "Di samping itu, kami melakukan perluasan area tanam kedelai menjadi 42 ribu hektare tahun ini," kata Falakhi. Tujuannya agar ongkos produksi bisa berkurang.
Kementerian Pertanian berusaha keras mengembalikan Indonesia sebagai negara yang mampu berswasembada kedelai. "Indonesia pernah sukses swasembada kedelai tahun 1992," kata Menteri Pertanian Soeswono dalam pencanangan perluasan lahan tanaman kedelai yang dilakukan Kementan dan markas TNI di Desa Ponggang, Subang, Jawa Barat, Rabu, 14 Mei 2014.
Keberhasilan swasembada kedelai pada era tersebut, ujar Soeswono, karena luas lahan tanam dan institusi penyangga harga. Pada 1992, luas lahan yang ditanami kedelai mencapai 1,6 juta hektare dan harga kedelai di dalam negeri yang didilindungi Bulog bisa bersaing sehat dengan pasar internasional, sehingga para petani bersemangat menanam kedelai.
"Setelah Bulog tidak lagi berperan sebagai penyangga harga, harga kedelai terjun bebas dan petani malas menanamnya kembali," kata Soeswono. Menurut Soeswono, kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini mencapai 2,2 juta setiap tahun. Namun kemampuan produksi dalam negeri hanya 843,1 ribu ton atau kurang dari 45 persen. "Sisanya dipenuhi kedelai produk impor," ujar Soeswono.
Saat ini, ketika Bulog diberi peran penyangga dan pengendali harga kedelai, kesempatan menggerakan kembali petani menuju swasembada terbuka lebar. Caranya, dengan memanfaatkan lahan tidur yang tidak diolah dan menggandeng TNI bersama petani untuk merealisasikan perluasan tanamnya.
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan masalah kemandirian dan ketahanan pangan sekarang ini menjadi isu dunia yang sangat sentral. Vietnam, misalnya, kini melakukan upaya kemandirian pangan. "Amerika juga sekarang terus melakukan volume produksi gandum," tuturnya.
Negara lain, kata dia, sudah menyiapkan kemandirian dan ketahanan dari sekarang. Maka, Indonesia juga tidak boleh ketinggalan. "Jangan sampai kita punya duit tapi tak ada pangan yang bisa dibeli. Itu berbahaya," ujar Moeldoko. Agar cita-cita mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan tersebut bisa cepat terlaksana, TNI melakukannya bersama rakyat. "Kalau bersama dengan rakyat, TNI dan negara bisa jadi kuat," Muldoko mengungkapkan komitmen kedekatan TNI dan rakyat.
Luas perluasan lahan tanaman kedelai yang dikerjasamakan antara Kementan dan Mabes TNI pada 2014 mencapai 347 hektare yang tersebar di 15 provinsi dan 115 kabupaten. Di Jawa Barat tersebar di Kabupaten Subang, Karawang, Indramayu, dan Cirebon dengan luas tanam 22.400 ribu hektare.
No comments:
Post a Comment