Monday, December 22, 2014

Pemerintah Setuju Untuk Hapus Subsidi Premium

Rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang menghilangkan bensin dengan research octane number (RON) 88 atau premium bisa berdampak buruk pada SPBU asing. Apalagi, kalau pemerintah mengikuti rekomendasi dengan memberikan subsidi untuk bahan bakar RON 92 yang produknya dikenal sebagai Pertamax.

BPH Migas sebelumnya mengusulkan besaran subsidi tetap antara Rp 1.500 sampai Rp 2 ribu. Kalau angka itu disetujui dan dipindahkan ke Pertamax, berarti harganya bisa turun sampai Rp 7.950 untuk Jabodetabek. Tentu saja, itu jadi mimpi buruk bagi SPBU asing yang masih menjual Rp 9.950.

"Pengalihan subsidi, bisa menekan SPBU asing seperti Shell untuk menurunkan harganya," ujar Ketua Tim RTKM Faisal Basri di Jakarta, Senin (22/12). Nah, kalau SPBU asing tidak mau menurunkan harga karena takut rugi, berarti mereka tetap menjual dengan disparitas harga yang cukup lumayan. Bukan tidak mungkin, membuat pembeli lari.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Migas, Ibrahim Hasyim mengatakan rekomendasi itu sebagai salah satu upaya untuk membangun kedaulatan energi. Untuk menjaga iklim, sebenarnya Shell, Petronas, maupun Total punya kesempatan yang sama untuk mendistribusikan BBM bersubsidi.

Jadi, nanti di SPBU asing ada harga yang sama untuk produk RON 92. Setiap tahunnya, BPH Migas membuka beauty contest bagi perusahaan-perusahaan yang berminat mendistribusikan BBM bersubsidi. Untuk tahun ini, pemenangnya adalah PT Pertamina dan PT AKR Corporindo.

"Silakan saja, siapa saja. Setiap kali seleksi, puluhan perusahaan ikut. Lantas kita selesksi administrasinya, seleksi teknik, sampai finansial. Tahun ini, pilihan mengerucut dan memberikan penugasan BBM bersubsidi melalui badan usaha yang punya infrastruktrur yakni Pertamina dan AKR," jelasnya.

Shell maupun Petronas sebenarnya pernah ikut beauty contest. Namun, Ibrahim ingat betul kedua perusahaan itu mundur karena ada beberapa persyaratan yang tidak bisa dipenuhi. Yang paling berat adalah kepemilikan infrastruktur di luar Jawa atau Jabodetabek.

Kalau mereka mau mendistribusikan BBM bersubsidi, SPBU asing mutlak perlu membangun jaringan lagi. Tidak mudah dan butuh biaya besar memang, tetapi itu syarat mutlak karena distribusi BBM bersubsidi ada di tangan pemerintah. "Kalau memenuhi syarat, siapapun bisa ikut mendistribusikan," jelasnya. Di sisi lain, Ibrahim mengatakan realisasi dari rekomendasi perlu karena permintaan atas BBM beroktan tinggi makin besar. Kendaraan keluaran terbaru disebutnya meminta oktan tinggi untuk menggerakan mesin dengan baik.

Shell sebagai salah satu SPBU asing yang terancam gulung tikar karena menjual bahan bakar RON 92 lebih tinggi dari Pertamina belum bisa berkomentar banyak. Country Marketing Manager Shell Retail, Julio Manuputty saat dihubungi semalam memilih untuk menunggu langkah pemerintah terhadap rekomendasi itu.

"Kita belum bisa memberikan komentar. Masih menunggu peraturannya bagimana nanti," jawabnya. Ucapan yang sama juga muncul saat disinggung apakah rekomendasi yang disampaikan tim pimpinan Faisal Basri merugikan pihaknya atau tidak.

Bola sekarang ada di pemerintah, apakah menerima rekomendasi itu atau menolaknya. Namun, kemungkinan besar diterima terbuka dari munculnya pandangan positif atas rekomendasi itu. Rekomendasi tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) untuk menghentikan pengadaan bensin dengan research octane number (RON) 88 atau premium mendapat sinyal lampu hijau dari pemerintah.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), misalnya, mengakui sudah mendengar masukan dari tim reformasi. Saat ini usul tersebut masih dikaji. "Tapi, saya kira itu usul baik," ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (22/12).

Menurut JK, setidaknya ada dua alasan premium bisa dihapus dari peredaran. Pertama, saat ini tidak ada produsen yang memproduksi bahan bakar minyak (BBM) dengan RON 88. Akibatnya, Pertamina harus mengimpor BBM RON 92, lalu mencampurnya dengan nafta agar turun menjadi RON 88. "Jadinya susah," katanya.

Kedua, kualitas BBM dengan angka oktan yang lebih tinggi sudah sesuai dengan spesifikasi kebutuhan kendaraan bermotor. Saat ini sebenarnya semua mobil memang mensyaratkan penggunaan BBM dengan RON minimal 92 atau sekelas pertamax agar pembakaran mesinnya lebih sempurna. "Supaya mesinnya lebih awet," tuturnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said mengapresiasi apa yang sudah dihasilkan tim reformasi. Dia menyebutnya sudah sejalan dengan tujuan pembentukan tim untuk mengurangi seminimal mungkin ruang-ruang bagi mafia pemburu rente migas.

"Pandangan dari tim RTKM mengalihkan RON 88 ke RON 92 akan mengurangi ruang praktik bisnis kartel," katanya. Untuk implementasi rekomendasi tersebut, Sudirman mengatakan butuh waktu guna berbicara dengan Pertamina. Itu perlu dilakukan karena Pertamina yang punya kilang.

No comments:

Post a Comment