Wednesday, December 17, 2014

Industri Berbasis Impor Terpukul Karena Pelemahan Rupiah

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dikeluhkan perusahaan di Jawa Timur. Terutama perusahaan-perusahaan yang masih mengandalkan bahan baku impor. "Dengan dolar tembus hampir Rp 13 ribu, kami teler," kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Timur, Heribertus Gunawan, Rabu, 17 Desember 2014

Sebelumnya, perusahaan juga harus menyesuaikan dengan upah minimum kabupaten dan kota 2015 yang kenaikannya mencapai 23-37 persen. Sekarang dunia industri kembali dihadapkan pada menguatnya dolar. Padahal di Jawa Timur, banyak perusahaan yang masih bergantung pada bahan substitusi impor. Seperti pipa, garmen dan kosmetik. "Kalau perikanan dan ekspor masih oke, tapi yang impor sangat terasa," kata Heribertus.

Untuk mengatasi tingginya UMK saja, Heribertus menuturkan, beberapa perusahaan sudah melakukan relokasi. Ini otomatis mengakibatkan adanya pengurangan pegawai untuk mereka yang tidak bersedia ikut pindah. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan berdampak besar bagi industri yang menggunakan bahan baku impor.

"Mereka akan terkena dampak yang paling maksimal," ujar Harjanto kepada Tempo di Kementerian Perindustrian, Kamis, 17 Desember 2014. Menurut dia, imbas tersebut mincul karena tidak adanya kepastian kurs yang akhirnya dapat mempengaruhi kinerja industri.

Pernyataan tersebut merespons gejolak rupiah belakangan ini. Pada siang hari ini, kurs tengah Bank Indonesia mencatat kurs rupiah berada di level 12.720 per dolar AS atau menguat ketimbang posisi kemarin di 12.900 per dolar AS.

Menurut Harjanto, industri dalam negeri saat ini banyak bergantung pada bahan baku impor. "Dari cost structuredidapatkan data suatu industri sebanyak 20-60 persen menggunakan bahan baku impor," tuturnya. Sehingga, langkah yang dilakukan semestinya memperbaiki stabilitas kurs rupiah tersebut.

Tidak hanya pengaruh kurs, persoalan kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi juga mempengaruhi industri. "Tapi itu hanya permasalahan logistik," kata Harjanto. Hal lain juga mempengaruhi, misalnya, persoalan beban listrik dan pasokan energi gas terhadap industri.

Sekarang, kata Heribertus, para pengusaha sedang merapatkan barisan. Mereka berharap ada pengendalian nilai rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan pemerintah. Para pengusaha pun hanya bisa melakukan efisiensi sembari melihat situasi.

No comments:

Post a Comment