Pengusaha mebel khawatir dengan penerapan aturan Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang akan diekspor ke Eropa mulai Januari 2015. Penasehat Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Surakarta, David Wijaya, mengatakan aturan itu membuat eksportir mebel was-was.
Sebab. kata David, masih banyak eksportir mebel yang belum memiliki SVLK. Dia memperkirakan kurang dari 40 persen eksportir mebel yang punya SVLK. "Aturan itu akan menghambat ekspor mebel dari Surakarta," kata dia, Kamis 18 Desember 2014.
Asmindo sudah merintis kepemilikan SVLK secara berkelompok. David mengatakan jika skema ini berhasil, akan dibentuk kelompok serupa. Kelemahannya, kata dia, jika ada satu anggota yang bermasalah, satu kelompok ikut terkena dampaknya. "Karena itu, kami akan coba dulu untuk satu tahun ke depan," ujarnya.
Ketua Asmindo Surakarta, Yanti Rukmana, mengatakan pelaksanaan SVLK sudah tidak bisa lagi ditunda. Sebab, kata dia, pemerintah sudah dua kali menundanya. Yanti mengakui masih banyak eksportir mebel di Surakarta yang belum punya SVLK. Untuk Asmindo siap memfasilitasi eksportir mebel agar tetap bisa mengekspor.
Salah satu cara yang ditempuh Yanti yakni dengan membantu memperoleh dokumen self declaration. Self declaration didapat dengan menyerahkan dokumen nama perusahaan, nomor pokok wajib pajak, dan volume produk yang akan diekspor ke Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. "Jika sudah punyaself declaration, pengusaha tetap bisa mengekspor mebel."
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Taufik Gani, menargetkan nilai ekspor mebel senilai Rp 23,8 triliun pada akhir 2014. Meski cukup besar, kata dia, angka tersebut baru setara dengan 1 persen dari pasokan dunia. "Yang jelas, industri mebel akan terus berkembang," kata dia di kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Rabu, 17 September 2014.
Menurut Taufik, Asmindo menargetkan kenaikan ekspor 17,2 persen dari tahun 2013 yang mencapai Rp 20,3 triliun. Dia yakin target ini akan tercapai karena pada Januari-September 2014 nilai ekspor sudah mencapai Rp 22,7 triliun. "Permintaan dunia terhadap produk mebel Indonesia mengalami kenaikan," ujarnya.
Saat ini, Indonesia membidik negara tujuan ekspor mebel yang cukup beragam, di antaranya di Benua Amerika dan Eropa. Mebel yang diekspor kebanyakan terbuat dari kayu jati dan mahoni. Industri mebel pun menjadi sektor bisnis padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Taufik, hingga tahun ini ada empat juta orang yang mengandalkan industri mebel sebagai sumber penghasilan.
Kini, eksportir mebel Indonesia mulai melirik pasar baru selain Amerika dan Eropa. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Soenoto mengatakan tengah membidik pasar Rusia, yang menyukai desain mebel klasik. “Bisa dari kayu atau rotan,” katanya seusai pelantikan pengurus AMKRI Surakarta, Rabu, 27 Agustus 2014.
Saat ini, transaksi ekspor mebel ke Rusia masih relatif kecil karena terkendala jarak dan bahasa. “Tidak semua orang Rusia lancar berbahasa Inggris," ujar Soenoto. Namun Soenoto melihat prospek cerah dari Rusia, karena tren transaksi terus meningkat, meski belum signifikan. Peluang ekspor diperbesar dengan cara mengikuti pameran berskala internasional.
No comments:
Post a Comment