Friday, May 2, 2014

Ekspor Timah Illegal Mencapai 50 Triliun Rupiah

Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat adanya dugaan kerugian negara sebanyak USD 231,9 juta atau senilai Rp 4.171 triliun dari kegiatan ekspor timah ilegal selama 2004 hingga 2013. Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan pada periode yang sama total volume ekspor timah ilegal mencapai sebanyak 301.800 mega ton dengan nilai penjualan USD 4.368 miliar atau setara dengan Rp 50.121 triliun (dengan kurs USD 1 adalah Rp 11.500).

"Dugaan kerugian negara dari kewajiban pembayaran royalti dan kewajiban pajak penghasilan badan (PPh Badan)," katanya saat ditemui di kantornya, Jumat 2 Mei 2014. Dia mengatakan selama sembilan tahun, negara diduga kehilangan potensi pembayaran royalti sebesar 3 persen dari nilai penjualan timah, USD 130.754 juta. Sedangkan pada kewajiban pembayaran pajak penghasilan badan, negara nilai kehilangan potensi PPh badan ekspor timah ilegal mencapai USD 231.998 juta atau setara Rp 2.667 triliun.

Besaran nilai PPh Badan selama periode tahun 2004 hingga 2013 menggunakan asumsi rerata laba sebelum pajak perusahaan atau smelter timah sebesar 20 persen. Dengan rincian tarif pajak yang berlaku pada tahun 2004 - 2008 sebesar 30 persen, tahun 2009 sebesar 28 persen dan 2010 hingga 2013 sebesar 25 persen

Firdaus mengatakan kehilangan kontribusi royalti dan PPh Badan pada penerimaan negara, diketahui setelah ICW melakukan penelusuran atau tracking pada data resmi bea cukai negara pengimpor timah yang berjumlah 22 negara . Data resmi bea cukai negara pengimpor timah kemudian dibandingkan dengan data resmi ekspor yang tercatat pada kementerian perdagangan dan BPS Indonesia.

Dia mengatakan kecurigaan adanya ekspor timah ilegal terbukti pada insiden pada 8 Maret 2014. Saat itu, TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan ekspor timah ilegal sebanyak 134 kontainer senilai Rp 880 miliar dari Batam tujuan Singapura. Penangkapan kapal tugboatBina Marine 75 dan Tongkang Bina Marine 76 karena diduga mengangkut timah ilegal dari Pulau Bangka. Alasannya, dokumen terkait dengan spesifikasi ekspor timah tidak ada.

"Memang dari laporan manifes barang, perusahaan pengangkut itu membawa timah batangan," kata Kepala Sub-Seksi Keselamatan Berlayar, Patroli, dan Penjagaan KSOP Pangkalbalam Hasoloan Siregar kepada wartawan, Senin, 10 Maret 2014. Sebelumnya dua kapal itu ditangkap KRI Pulau Rusa Milik Angkatan Laut (AL) di perairan Selat Riau, Kamis, 7 Maret 2014, sekitar pukul 10.35 WIB. TNI AL memeriksa kelengkapan dokumen dan muatan kapal setelah ada informasi tentang penyelundupan timah. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 tentang Tata Kelola Ekspor, timah batangan hanya bisa diekspor melalui Bursa Komoditi Derivatif Indonesia (BKDI). Ekspor lain secara langsung hanya diperbolehkan untuk timah dalam bentuk lainnya.

Hasoloan mengatakan pihaknya memberikan dokumen pelayaran karena seluruh dokumen sebagai syarat untuk berlayar telah lengkap. "Ada dokumen dari Surveyor Indonesia dan Bea-Cukai. Dari dasar itulah kita menerbitkan surat persetujuan berlayar karena seluruh dokumen yang diperlukan sudah lengkap," ujarnya.

Kepala Perwakilan PT Surveyor Indonesia (SI) cabang Bangka Belitung, Firdo Wijaya, mengakui pihaknya menerbitkan laporan surveyor (LS) untuk timah batangan yang ada dalam kapal yang ditangkap tersebut. Namun ia mengaku tidak tahu bahwa timah batangan tersebut diekspor tanpa lewat bursa. "Kami sudah mengecek dan mengevaluasi seluruh barang yang akan diekspor. Karena tidak ada masalah, maka diterbitkanlah LS. Kalau barang tersebut diekspor tanpa melalui bursa, kita tidak mengetahuinya," katanya

No comments:

Post a Comment