Tuesday, May 3, 2016

Asia Pullp and Paper Kuasai Pasar Kertas Fotokopi Di Jepang

Perusahaan kertas milik Grup Sinarmas, Asia Pulp and Paper Co Ltd (APP) mulai memberanikan diri mengekspor berbagai jenis kertas fotokopi ke Jepang setelah menjadi pemimpin pangsa pasar kertas fotokopi 64 gram di Negeri Sakura itu. Chairman Asia Pulp and Paper Japan, Tan Ui Sian mengatakan perusahaan sudah mulai berani mengekspor kertas fotokopi berwarna putih terang (high bright) dan kertas fotokopi berwarna-warni yang diharapkan bisa diterima baik oleh konsumen di Jepang.

Sebelumnya, perusahaan hanya memasarkan kertas fotokopi dengan berat 64 gram berwarna putih pucat, yang merupakan kertas fotokopi lazim digunakan di Jepang. "Karena proses impor kertas di Jepang itu sangat strict dan punya spesifikasi sendiri, harus kertas dengan berat 64 gram yang boleh masuk. Bagusnya, kami telah memenuhi standar itu dan sudah banyak konsumen yang loyal, sehingga kenapa tidak kami coba ekspor kertas dengan jenis lain," jelas Tan di Jakarta, Selasa (3/5).

Ia mengatakan, saat ini pangsa pasar kertas fotokopi APP di Jepang mencapai 25 persen dari total kebutuhan mencapai 1,2 juta ton per tahunnya. Angka itu disebabkan karena harga kertas perusahaan dianggap lebih murah dibandingkan produksi dalam negeri. Namun gara-gara itu, penetrasi pasar tersebut sempat tak berjalan mulus karena perusahaan diganjar tuduhan dumping selama bertahun-tahun. Oleh karenanya, tak heran perusahaan memerlukan waktu sampai 25 tahun untuk mencapai angka pangsa pasar yang diinginkan.

"Awalnya memang kami mengikuti dulu apa kemauan pasar di Jepang. Selagi kami sudah kuasai market share-nya, makanya kami menantang pasar di Jepang untuk mencoba kebiasaan penggunaan kertas baru," jelasnya. Saat ini, kertas jenis high bright sudah mengambil porsi 50 persen dari total seluruh penjualan kertas fotokopi APP di Jepang. Apalagi menurutnya, ada peluang negara matahari terbit itu akan memperbesar impor kertas mengingat sudah banyak produsen kertas domestik gulung tikar karena dianggap tak ekonomis.


Menurut data yang dimilikinya, produksi kertas Jepang pada tahun lalu tercatat 27 juta ton per tahun. Angka ini terbilang menurun dari puncak produksi di dekade 2000-an yang bisa mencapai 32 juta ton per tahun. "Memang di Jepang saat ini produksinya turun karena masalah bahan baku yang tidak efisien. Jadi ada peluang kertas impor akan banyak masuk ke sana dan market share kami bisa lebiu besar," terangnya.

Kendati peluang terbuka lebar, ia mengaku terdapat masalah permintaan kertas Jepang yang kian melemah. Hal itu dianggap menjadi rintangan dalam menyuplai kertas fotokopi ke Jepang. Menurut data yang dimilikinya, konsumsi kertas Jepang secara keseluruhan turun 30 persen sepanjang tahun 2000 hingga 2015. Sementara itu, konsumsi kertas cetak menurun 24 persen di dalam periode yang sama.

"Namun kami berharap itu tidak berpengaruh banyak ke bisnis kami karena konsumsi kertas per kapita Jepang masih tinggi yaitu sekitar 230 kilogram (kg) per tahun. Indonesia saja masih 32 kg per tahun," ujar Tan. Dengan berbagai target yang terkesan optimistis, sayangnya ia tak mau menyebut target pangsa pasar yang ingin diraih perusahaan dalam jangka panjang. "Angka 25 persen itu sudah sangat bagus, untuk ke depannya tentu kami akan terus bertumbuh," jelasnya.


Perusahaan kertas nasional, Asia Pulp and Paper Co Ltd mengatakan akan fokus menggarap pasar tisu berbungkus plastik (soft pack) di Jepang karena penetrasi pasar yang mudah. Pasalnya, saat ini belum ada kompetitor yang bersedia memasarkan tisu jenis tersebut di Negeri Sakura itu. Chairman Asia Pulp and Paper Japan, Tan Ui Sian mengatakan tisu jenis soft packmemang tidak lazim digunakan oleh orang Jepang pada umumnya. Namun, ia optimistis pasarnya bisa terbentuk melihat karakteristik orang Jepang yang sangat adaptif dengan perubahan.

"Di Jepang memang dijual tisu jenis soft pack, tapi isinya paling hanya lima lembar, sangat sedikit. Kami berupaya akan jual dengan jumlah yang lebih banyak dari mulai 60, 80, hingga 150 lembar per bungkusnya. Kami mencoba ubah kebiasaan masyarakat Jepang," jelas Tan di Jakarta, Selasa (3/5).

Tisu jenis soft pack ini akan diekspor langsung dari pabrik perusahaan di dalam negeri dan volumenya akan meningkat setelah pabrik OKI Pulp and Paper rampung di akhir 2016 dengan produksi tisu mencapai 500 ribu ton per tahun. Kendati sudah ada perencanaan, perusahaan masih membutuhkan nilai tukar yen yang stabil agar harga tisu bisa lebih kompetitif.

"Karena rencananya produk China untuk tisu jenis soft pack juga akan masuk ke Jepang, jadi sebisa mungkin harga tisu kami bisa lebih murah. Selain itu kami juga coba jaga loyalitas konsumen Jepang agar mereka tak beralih menggunakan produk lain," jelasnya. Tisu jenis soft pack, tambahnya, juga terbilang lebih bermanfaat di Jepang pada saat ini karena sifatnya yang lebih praktis dibandingkan tisu dalam bungkus kertas (hard pack). Karena sifatnya, ia menargetkan wisatawan mancanegara sebagai konsumen utama tisu ini.

"Visitor ke Jepang kan bisa mencapai 20 juta, dua kali lipat lebih banyak dibanding Indonesia. Memang konsumsi tisu saat ini di Jepang menurun karena populasinya juga ikut turun, makanya kami bidik pasar di bidang pariwisata," tambahnya. Ia melanjutkan, sebenarnya bisa saja APP fokus menggarap penjualan ke Jepang karena pangsa pasarnya saat ini sudah mencapai angka 10 persen. Namun, harga tisu hard packAPP saat ini terbilang tidak kompetitif dan sebagian besar konsumen Jepang sudah punya merek langganan tersendiri.

"Orang Jepang itu kan senang akan penampilan produk, kalau desain produknya bagus mereka akan beli. Tapi untuk produksi penampilan bagus itu kan butuh biaya besar. Di Jepang saja tisu jenis hard pack itu persaingannya di harga. Meskipun harga sudah di bawah ongkos produksi, tetap saja mereka jualannya gencar," ujarnya.

Sebagai informasi, rata-rata penjualan tisu di Jepang berkisar di angka 1,8 juta ton per tahun, dengan harga US$ 2 ribu per tonnya. APP berharap bisa memperbesar proporsi penjualan tisu soft pack dari saat ini 25 persen terhadap total ekspor tisu ke Jepang menjadi 50 persen dalam waktu satu hingga dua tahun mendatang.

"Biasanya perbandingan ekspor tisu kami 75 persenhard pack dan 25 persen soft pack. Namun kedepannya kami harap bisa meningkatkan porsisoft pack sampai 50 persen, setelah itu baru bisa kami tentukan market share-nya," ujarnya

No comments:

Post a Comment