Bank raksasa asal Hong Kong, HSBC, mencatatkan laba sebelum pajak sebesar US$6,1 miliar pada kuartal I 2016, turun 14 persen dari posisi yang sama tahun lalu setelah melalui masa-masa volatilitas industri keuangan di awal tahun ini. Anjloknya laba HSBC telah diprediksi oleh sejumlah analis pasar keuangan global. Kendati demikian, dilansir dari The Guardian, Chief Executive HSBC Stuart Gulliver mengatakan banknya cukup mampu bertahan dalam kondisi pasar yang sulit.
HSBC juga telah memangkas hampir seribu pekerjanya di seluruh dunia pada kuartal tersebut. Kini terdapat 254.212 karyawan HSBC yang tersebar di 71 negara dan wilayah. Gulliver mengatakan saat ini bank tengah menyasar efisiensi biaya operasional sebesar US$5 miliar hingga akhir 2017 mendatang.
Analis perbankan independen Frances Coppola mengatakan akan adanya kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih lanjut di HSBC sejalan dengan penurunan laba. "Tapi bisa saja lebih buruk mengingat pasar keuangan dunia sangat bergejolak akhir Maret lalu," ujar Coppola dikutip Rabu (4/5).
Pendapatan yang disesuaikan pada kuartal pertama tahun ini tercatat US$13,9 miliar atau turun 4 persen dari periode yang sama dari tahun lalu. Kendati demikian HSBC mengklaim perkembangan bisnis di Asia tetap kuat. Meski harus menghadapi keadaan yang menantang akibat gejolak keuangan di China.
HSBC memiliki kantor pusat di Inggris sejak tahun 1993, tetapi lembaga keuangan membuat sebagian besar uang di luar negeri, dan Asia menyumbang mayoritas keuntungan. Sahamnya sendiri saat ini terdaftar di pasar modal London, Paris, New York dan Hong Kong. Di Indonesia, HSBC mulai hadir di Jakarta pada tahun 1884, sehingga merupakan salah satu bank tertua di Indonesia.
No comments:
Post a Comment