Indeks harga konsumen pada April 2016 yang mencatatkan deflasi sebesar 0,45 persen menjadi yang tertinggi sejak tahun 2000. Pemerintah menyampaikan, deflasi pada April 2016 belum tentu mencerminkan daya beli masyarakat yang turun. Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, perubahan harga harus dikomparasikan dengan data pendapatan masyarakat.
"Daya beli itu harus dibandingkan antara penerimaan dengan harga. Kan kita belum ada data penerimaan," kata Darmin di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (2/5/2016). Menurut Darmin, inflasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tiap awal bulan hanyalah memotret perubahan baik penurunan maupun kenaikan harga dalam waktu tertentu.
"Kalau mau bicara soal daya beli, nanti kalau sudah setahun Anda baru bisa menyimpulkan," ucap mantan Gubernur Bank Indonesia itu. Dia menambahkan, inflasi hingga April 2016 masih dalam rentang yang diharapkan pemerintah, yaitu 3-4 persen setahun. Kepala BPS Suryamin mengatakan, deflasi April 2016 bukan menunjukkan penurunan daya beli. Buktinya, kata dia, sepanjang Januari-Maret 2016, jumlah penumpang angkutan udara domestik mengalami peningkatan sebesar 20,35 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015.
"Buktinya, ada 18,4 juta penumpang pesawat terbang. Walaupun ada yang namanya promo, kan angkutan udara juga terbilang (transportasi) mahal," kata Suryamin. Menurut Suryamin, deflasi April 2016 lebih dikarenakan panen raya yang menyebabkan turunnya harga beras serta penurunan harga energi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo memperkirakan, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan April 2016 akan mengalami deflasi secara bulanan. Agus menuturkan, deflasi tersebut didorong oleh penurunan harga sejumlah komoditas bahan pangan. Agus menjelaskan, prediksi deflasi tersebut diperoleh dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dihelat bank sentral hingga minggu ketiga bulan April 2016.
"Inflasi April sampai dengan minggu ketiga kita lihat bisa deflasi 0,33 persen. Ini karena ada beberapa harga pangan yang sudah terjadi penurunan," kata Agus di kantornya, Jumat (22/4/2016). Dengan demikian, imbuh Agus, laju inflasi di sepanjang tahun 2016 akan berada pada sasaran BI di kisaran 4 persen plus minus 1 persen. "Kami melihat angka sasaran ini akan tercapai di akhir 2016," ujar Agus. Lebih lanjut, Agus menuturkan, bank sentral mengapresiasi langkah pemerintah dan DPR yang akan membahas perubahan APBN 2016 pada Mei atau Juni mendatang.
"Ini langkah baik dari pemerintah dan juga akan keluar Paket Kebijakan Ekonomi XII yang akan menimbulkan optimisme," ungkap dia. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menjelaskan, perkiraan deflasi pada bulan April 2016 tersebut disebabkan beberapa faktor. Ia menyebut, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) berupa premium dan solar serta turunnya tarif angkutan umum merupakan faktor kunci deflasi bulan April 2016.
Selain itu, Juda pun menyebut upaya pemerintah dalam menurunkan suku bunga juga tepat. Pasalnya, dengan suku bunga yang turun, maka laju inflasi dapat berjalan lambat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) pada April 2016 mengalami deflasi sebesar 0,45 persen. Kepala BPS Suryamin mengatakan, ini adalah deflasi terbesar sejak tahun 2000.
“Dibandingkan beberapa tahun lalu, sejak 2000, April 2016 paling tinggi deflasinya. Ini hanya kalah dari tahun 1999, yang waktu itu deflasinya 0,68 persen,” kata Suryamin dalam paparan, di Jakarta, Senin (2/5/2016). Ada tiga kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan harga di bulan April. Pertama, kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi sebesar 0,94 persen.
“Cukup banyak komoditas turun di bulan April, antara lain padi-padian termasuk beras, daging, ikan segar dan ikan olahan, telur, dan bumbu-bumbuan,” kata Suryamin. Kedua adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang mengalami deflasi sebesar 0,13 persen. Deflasi pada kelompok pengeluaran ini didorong penurunan tarif dasar listrk (TDL). Ketiga adalah kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi cukup besar sampai 1,6 persen.
Suryamin menjelaskan, penurunan kelompok pengeluaran ini diakibatkan penurunan tarif angkutan dalam kota maupun antar-kota didorong penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Adapun tiga kelompok pengeluaran mengalami inflasi pada bulan April. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau masih mengalami kenaikan harga sebesar 0,35 persen. Sementara itu kelompok sandang kenaikannya sebesar 0,02 persen.
Kelompok kesehatan pada April mengalami inflasi sebesar 0,01 persen. Sedangkan, tidak ada kenaikan harga maupun penurunan harga untuk kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga. “Inflasi tahun kalender (Januari-April) sebesar 0,16 persen. Sementara inflasi tahun ke tahun sebesar 3,6 persen,” imbuh Suryamin.
Inflasi komponen inti tercatat sebesar 0,15 persen, dan inflasi komponen inti tahun ke tahun sebesar 3,41 persen. Dari 81 kota IHK,sebanyak 77 kota mengalami deflasi, sedangkan lima kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sebesar 0,45 persen.
Cepat atau lambat Indonesia diyakini akan mengikuti tren deflasi yang saat ini melanda banyak negara, atau deflasi global. Menurut pengamat, proyeksi tren deflasi ditambah dengan harga minyak yang murah seharusnya bisa menjadi pertimbangan utama penurunan suku bunga acuan. Penurunan suku bunga acuan akan berguna untuk menggerakkan perekonomian.
“Deflasi global terjadi selain karena lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia,” ungkap direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dzulfian Syafrian kepadaKompas.com, Selasa (1/3/2016). Selain itu, deflasi global juga terjadi akibat jatuhnya harga-harga komoditas dan energi khususnya minyak,
Dzulfian mengatakan, deflasi yang terjadi Februari 2016 semakin membuka lebar peluang Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuan. “Deflasi ini akan terus berlanjut selama perekonomian global masih belum pulih dan harga-harga komoditas dan energi masih anjlok seperti saat ini,” imbuh Dzulfian.
Menurut dia, jatuhnya harga komoditas akan memukul perekonomian Indonesia yang sangat bergantung pada barang-barang komoditas mentah, terutama minyak bumi. Namun hal tersebut dapat dikompensasi dengan murahnya harga minyak dunia, yang dinilai sebagai bonus dan insentif bagi perekonomian.
"Peluang ini harus dilihat dengan seksama oleh para pengambil kebijakan khususnya BI dan pemerintah,” tukas Dzulfian. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) di Februari 2016 mengalami deflasi sebesar 0,09 persen. Dengan demikian, inflasi tahun kalender 2016 sebesar 0,42 persen. Sementara itu inflasi tahun ke tahun mencapai 4,42 persen.
“Komponen energi pada Februari 2016 mengalami deflasi sebesar 2,04 persen. Ini termasuk harga yang diatur pemerintah tadi,” kata Kepala BPS Suryamin dalam paparannya di Jakarta, Selasa (1/3/2016). Adapun inflasi komponen inti Februari 2016 sebesar 0,31 persen. Dengan demikian inflasi komponen inti tahun ke tahun mencapai sebesar 3,59 persen.
Suryamin menuturkan, pada Januari 2016 inflasi komponen inti tahun ke tahun sebesar 3,62 persen. “Berarti infasi komponen inti ada pengendalian yang sangat baik,” kata Suryamin. Keputusan perusahaan-perusahaan jasa angkutan yang akan memangkas tarif, diperkirakan akan menahan laju inflasi pada bulan April 2016 ini. Bahkan, ada potensi pada April ini akan terjadi deflasi, setelah pada bulan Maret 2016 lalu terjadi inflasi 0,19 persen secara month on month (MoM).
Keputusan perusahaan jasa angkutan yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA) ini, merupakan dampak dari keputusan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai 1 April 2016. Penurunan harga BBM terjadi untuk jenis premium maupun solar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penurunan BBM yang dilanjutkan dengan pemangkasan tarif angkutan akan memberikan andil terhadap deflasi, yang diperkirakan menyentuh 0,25 persen-0,35 persen pada April. Sebelumnya, Organda memutuskan untuk menurunkan tarif angkutan dalam kota untuk bus kecil sebesar Rp 500, dan bus kota sebesar Rp 300.
Bahkan deflasi bisa lebih lebar lagi, mengingat pada April juga akan terjadi panen raya. Adanya masa panen raya akan membuat harga pangan semakin stabil. "Tapi pemerintah harus mengamati betul suplai komoditas lain," kata Josua, Minggu (3/4/2016).Sebab, suplai untuk beberapa komoditas lain dalam beberapa waktu belakangan sedikit mengalami masalah. Nah, komoditas yang selama ini bermasalah harus diamati betul pola pendistribusiannya.
Sebelumnya Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, inflasi harus dijaga hingga akhir tahun tidak boleh lebih dari 4,5 persen. Sementara target pemerintah sendiri dalam APBN 2016 untuk laju inflasi sebesar 4,7 persen. Meskipun 4,5 persen di bawah target pemerintah, tetapi jika dibandingkan tahun lalu jauh lebih tinggi. Realisasi inflasi tahun 2015 lalu sebesar 3,3 persen.
Sementara menteri koordinato bidang perekonomian menegaskan, pemerintah akan terus menjaga kenaikan harga pangan. Inflasi menjadi salah satu alsaan pemerintah mengapa tidak menurunkan harga BBM menjadi sama dengan harga keekonomian. Sebab, jika tiba-tiba harga minyak dunia kembali naik, maka harga bbm kembali harus disesuaikan. Sekecil apapun kenaikan harga BBM, dampak inflasinya akan jaug lebih besar dari pengaruhnya terhadap deflasi ketika turun.
No comments:
Post a Comment