Koreksi pada indeks saham global serta pelemahan rupiah membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia tumbang. Pada penutupan perdagangan Selasa 16 Desember 2014, ditutup melemah 80,50 poin (1,58 persen) ke level 5.027,92. Pelemahan indeks tersebut terjadi dua hari berturut-turut dengan total koreksi 2,6 persen.
Analis PT Reliance Securities, Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah, mengatakan indeks kembali mengalami koreksi tajam akibat pelemahan yang terjadi di bursa global serta depresiasi rupiah. Dua isu negatif itu menciutkan nyali investor untuk membeli saham. “Pasar justru khawatir dengan outlook pasar modal Indonesia dan memilih untuk mengamankan posisinya,” kata dia.
Namun, kata Lanjar, IHSG berpotensi mengalami technical rebound seiring dengan kondisi jenuh jual yang terjadi dalam dua hari terakhir. Bila IHSG berbalik arah, perhatikan saham-saham berkapitalisasi besar, seperti Bank BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Telkom (TLKM), dan Semen Indonesia (SMGR). "Untuk saham lapis dua, amati pergerakan Alam Sutera (ASRI), Bumi Serpong Damai (BSDE), dan Charoen Pokphand Indonesia (CPIN).”
Menurut Lanjar, harga minyak dunia yang kembali merosot ke level US$ 55 per barel memukul bursa global. Penurunan harga minyak juga memicu depresiasi tajam rubel yang memaksa bank sentral Rusia menaikkan suku bunga dari 10 persen ke 17 persen. Ditambah lagi adanya rilis data Indeks HSBC Manufaktur Cina yang melambat ke level 49,5. Kontraksi ekonomi Cina semakin menegaskan perlambatan ekonomi global.
Dalam kondisi minim sentimen positif, menurut Lanjar, pelaku pasar akan cenderung mengamankan aset-asetnya ke dolar Amerika Serikat. Di bursa saham lokal, momentum negatif itu juga dimanfaatkan oleh pemodal asing untuk merealisasi keuntungan. Mereka tidak rela nilai investasi tergerus oleh pelemahan rupiah. "Dalam dua hari perdagangan, total penjualan bersih investor asing mencapai Rp 1,3 triliun," kata dia.
Secara teknis, posisi penutupan IHSG telah mengakhiri tren naik jangka panjang. Selanjutnya, kata Lanjar, indeks akan bergerak di kisaran 4.980 hingga 5.020 sampai ada katalis positif baru. Jika IHSG ditutup di bawah 4.980, ada potensi koreksi lanjutan hingga ke 4.920.
Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ikut memukul sejumlah sektor yang mengandalkan impor. Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak pekan lalu, antara lain, akan berdampak pada sektor otomotif.
Berdasarkan hitungannya, sektor itu akan melambat hingga 40 persen. "Saya perkirakan perlambatan di sektor otomotif bisa terjadi hingga enam bulan ke depan," kata Yudhi saat dihubungiTempo, Senin, 15 Desember 2014.
Pengamat kebijakan ekonomi dari Perkumpulan Prakarsa, Wiko Saputra, mengatakan industri-industri yang lebih banyak mengandalkan impor, seperti otomotif, memang terancam akan mengalami kerugian akibat kondisi ini. Selain itu, pengolahan produk makanan, penerbangan, dan logistik juga akan terkena imbasnya.
Namun, menurut dia, ada beberapa sektor yang mendapatkan keuntungan dengan merosotnya rupiah, seperti perkebunan kelapa sawit, perikanan, mebel, tekstil, dan alas kaki yang lebih berorientasi ekspor. "Pemerintah harus menggenjot ekspor beberapa sektor prioritas pada masa depresiasi rupiah," katanya.
Perlambatan pertumbuhan otomotif di Indonesia pada tahun depan sudah diperkirakan Gabungan Pengusaha Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Pada 2015, target penjualan kendaraan roda empat hanya 1,2 juta unit atau sama dengan target tahun ini. "2014 masih stagnan. Untuk bulan (Desember) saja, kami masih butuh 100 ribu unit lagi untuk memastikan target 1,2 juta," ujarnya.
No comments:
Post a Comment