PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) mematangkan rencana menggelar restukturisasi utang. Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR bilang, sedang proses restrukturisasi pinjaman senilai 600 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,2 triliun (kurs 1 dollar AS = Rp 12.000). BNBR menawarkan proposal menyelesaikan utang. Pertama, BNBR membayar tunai sebagian fasilitas itu melalui dana dari kas internal. Kedua, konversi utang menjadi saham kepada para kreditur.
"Kami belum menentukan porsi yang akan dibayar tunai dan dikonversi menjadi saham. Tapi, porsi yang dibayar tunai kami rencanakan lebih sedikit jumlahnya," kata Eddy, Jumat (12/12/2014). Jika merujuk laporan keuangan per 30 September 2014, posisi kas dan setara kas BNBR hanya Rp 207,3 miliar. Jumlah ini tak cukup melunasi pinjaman BNBR.
Restrukturisasi ini merupakan strategi BNBR untuk efisiensi. Per 30 September 2014, BNBR menanggung utang jangka pendek Rp 6,5 triliun dan pinjaman jangka panjang Rp 2,56 triliun. Jika diklasifikasi berdasarkan mata uang, BNBR menanggung utang dalam mata uang dollar Amerika Serikat (AS) 691 juta dollar AS. Sementara utang BNBR dalam mata uang rupiah tercatat Rp 615 miliar per 30 September 2014.
Tanggungan utang yang besar ini memang menjadi faktor klasik menggerus laporan keuangan emiten Grup Bakrie. Tengok saja, di sembilan bulan tahun ini, BNBR mesti membayar bunga dan menanggung beban keuangan Rp 578,84 miliar.
Jumlah ini lebih tinggi dari beban bunga BNBR di periode sama tahun lalu yang tercatat Rp 300,25 miliar. Tapi, BNBR masih mencatatkan laba bersih Rp 22,56 miliar pada sembilan di 2014. Angka ini lebih baik dibandingkan kuartal III-2013 yang masih rugi Rp 750,28 miliar.
Laba bersih bisa diperoleh lantaran pendapatan BNBR di akhir kuartal III-2014 sebesar Rp 4,74 triliun, naik 61,77 persen. Namun, defisiensi modal BNBR naik Rp 89,48 miliar dibanding Juni 2014 menjadi Rp 1,94 triliun. Pada pertengahan 2014, modal BNBR minus Rp 1,85 triliun.
Tjiendradjaja & Handoko Tomo, akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan kuartal III-2014 BNBR bilang, defisiensi modal tersebut mengindikasikan ketidakpastian material. Ini menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan usaha.
Guna mengurangi angka defisiensi modal itu, BNBR akan memacu pendapatan dari segmen bisnis insfrastruktur. Presiden Direktur BNBR, Bobby Gafur Umar mengatakan, sedang menggarap tiga proyek. Yakni pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tanjung Jati A yang berkapasitas 2 X 660 megawatt, pembangunan pipa gas Kalimantan-Jawa I (Kalija I) dan proyek tol Cimanggis-Cibitung.
Kinerja PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) semester I tahun ini terbilang moncer. Bahkan, laba bersihnya meningkat lebih dari 20 kali lipat menjadi Rp 123,12 miliar dari periode setahun sebelumnya yang hanya Rp 4,86 miliar.
Namun, BNBR tercatat mengalami kekurangan modal alias defisiensi modal. Tercatat, ekuitas BNBR negatif Rp 1,85 triliun per akhir 30 Juni lalu. Jika dibandingkan dengan akhir kuartal I yang mencatat ekuitas negatif Rp 1,4 triliun, defisiensi modal perusahaan lompat 36 persen, meski terlihat membaik dari akhir Desember yang tercatat Rp 2 triliun.
Manajemen mengklaim, penurunan nilai ini terjadi atas investasi jangka pendek dan perubahan nilai wajar derivatif. Namun, rugi penurunan nilai yang menyebabkan kekurangan modal ini yang menjadi perhatian auditor Tjiendradjaja & Handoko Tomo, penyusun laporan keuangan tengah tahun BNBR.
"Kondisi ini mengindikasikan adanya ketidakpastian material yang menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan usahanya," tulis auditor ini. Ekuitas negatif ini bertambah buruk dibanding akhir Maret yang sebesar Rp 1,4 triliun.
Karena itu, manajemen BNBR akan mengupayakan beberapa hal. Misalnya, restrukturisasi utang melalui konversi utang menjadi saham. Catatan saja, hingga Juni 2014, total pinjaman berbunga BNBR tercatat sebesar Rp 7,67 triliun, turun 1% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 7,78 triliun.
Hal berikutnya, meningkatkan modal dengan menerbitkan saham dan penjualan aset. Lalu, perseroan berencana untuk mengurangi investasi dalam bentuk saham.
BNBR juga masih mencatatkan piutang usaha dari Sky Trinity Industries Limited sebesar Rp 1,18 triliun. Piutang itu dicatatkan dari transaksi penjualan saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang dilepas BNBR. Belum jelas bagaimana nasib kelanjutan piutang ini.
Yang pasti, kini BNBR tengah fokus melanjutkan ekspansinya di bisnis manufaktur dan infrastruktur. Sekadar informasi, bisnis manufaktur yang menyumbang 79% pendapatan inilah penolong kinerja BNBR. Di akhir Juni 2014, tiga anak usaha manufaktur BNBR menyumbang pendapatan Rp 2,9 triliun.
Bobby Gafur Umar, Presiden Direktur BNBR juga bilang, anak usahanya sedang memulai bebrapa proyek strategis. PT Bakrie Oil and Gas Infrastructure memulai jaringan pipa di jalur sumur gas Kepodang ke Tambak Lorok di Jawa Tengah. PT Bakrie Tol Indonesia juga sedang membebaskan lahan untuk tol Cimanggis-Cibitung.
No comments:
Post a Comment