Wednesday, December 3, 2014

Sejak Jokowi Jadi Presiden Rupiah Terpuruk Ke Level Terendah Dalam 6 Tahun

Kurs rupiah terhadap dolar Amerika berada di level terlemah selama enam tahun terakhir. Pada penutupan perdagangan Rabu, 3 Desember 2014, rupiah melemah 30 poin (0,24 persen) pada level Rp 12.301 per dolar Amerika. Di pasar spot, rupiah bahkan menembus level 12.302 per dolar, sebelum ditutup pada angka 12.294. Rupiah pernah berada di level terendah 12.375 per dolar pada 2 Desember 2008.

Selain rupiah, mata uang ringgit Malaysia juga anjlok 0,5 persen ke 3.4420 per dolar, terburuk sejak Februari 2010. Won Korea Selatan juga melemah. Yen Jepang paling rendah dibanding dolar selama tujuh tahun terakhir. Ekonom dari PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menilai keperkasaan dolar diperkirakan akan bertahan agak lama, setidaknya hingga akhir 2014. Jika suku bunga bank sentral Amerika (The Fed) naik, investor akan semakin memburu dolar.

Pelemahan rupiah juga disebabkan oleh faktor global. Penurunan harga minyak dunia dan kemungkinan penambahan dana stimulus oleh bank sentral Jepang dan bank sentral Eropa membuat dolar makin kuat. “Kalau pasokan uang yen dan euro melimpah, maka dolar akan menguat,” kata David.

Sebelumnya, ekonom memperkirakan rupiah akan menembus 12.300 pada 2015. Namun inflasi yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara mitra dagang utama membuat rupiah merosot. Selain itu, membaiknya ekonomi Amerika akibat penurunan harga minyak ke level US$ 60-80 per barel membuat dolar semakin perkasa.

Rupiah kini berada di titik terlemah sejak enam tahun terakhir. Penyebabnya adalah tekanan global, seperti stimulus ekonomi di Eropa dan Jepang, membaiknya perekonomian Amerika Serikat, dan faktor lokal, yakni tingginya inflasi.

Di tengah kondisi ini, ada sejumlah rekomendasi agar tak ikut terpuruk saat kurs rupiah memburuk. Ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, menyarankan perusahaan swasta yang mempunyai utang di luar negeri segera melakukanhedging atau lindung nilai. Sebabnya, masih banyak perusahaan swasta yang berutang tapi penerimaan yang didapat masih dalam rupiah. "Perusahaan berutang dolar, ya, bayar harus pakai dolar. Kalau tidak hedging, rupiah bisa semakin melemah," ujar Lana.

Saat ini utang valas perusahaan swasta mencapai US$ 159 miliar, sedangkan utang pemerintah US$ 125 miliar. Angka ini terbilang masih aman. Sebab, jika dirupiahkan, utang perusahaan swasta dan utang pemerintah masih 33 persen dari produk domestik bruto. Namun, jika hedging tidak dilakukan, utang valas korporasi akan semakin membengkak.

Ekonom dari PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menuturkan salah satu yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kurs rupiah adalah menggenjot investasi jangka panjang. Kinerja ekspor juga harus didongkrak dengan pemberian insentif. “Semoga harga minyak rebound. Kalau itu terjadi, investor luar negeri akan membuang dolar dan membeli mata uang emerging markets,” kata David.

Sedangkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah akan menjaga fundamental ekonomi agar tidak terus terombang-ambing kondisi global. Bambang mengingatkan perlunya terus menjaga rasio portofolio investasi asing di Tanah Air agar jangan terlalu mendominasi. Namun, saat ditanya berapa tingkat aman komposisi investasi dalam mata uang asing, Bambang menuturkan pemerintah tak bisa memberi batasan. "Mau tinggi juga tak apa-apa, asalkan tak ada potensi sudden reversal (pelarian modal)," ujarnya

No comments:

Post a Comment