Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino mengancam untuk mengundurkan diri karena tim Bareskrim Mabes Polri menggeledah kantornya. Lino terkejut saat mengetahui kantornya digeledah tanpa pemberitahuan terhadap dirinya. "Ini contoh enggak baik untuk negeri ini. Kasih tahu Presiden, 'Pak, kalau caranya begini, saya berhenti saja besok,'" kata Lino melalui sambungan telepon kepada seseorang yang disebutnya Sofyan Djali.
Dari Mabes Polri dilaporkan, dalam waktu dekat, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri akan memeriksa Lino terkait dugaan korupsi pengadaan mobile crane. Diduga, proses tendernya menyalahi prosedur karena menelan biaya hingga Rp 45 miliar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Victor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan, polisi menyita 26 bundel dokumen dari kantor Lino. "Nanti semua saksi akan diperiksa. Tentunya karena itu ruangan beliau (RJ Lino), ya pastinya akan diklarifikasi soal temuan bukti-bukti dari ruangannya, termasuk kami akan periksa instansi yang terlibat sesuai hasil pengembangan pemeriksaan," ujar Victor.
Sebelumnya, Serikat Pekerja (SP) Jakarta International Container Terminal (JICT) melaporkan Lino ke Bareskrim Polri terkait sejumlah perkara. Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mau banyak berkomentar soal ancaman mundur Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino setelah kantornya digeledah penyidik Bareskrim. Dia menyatakan belum mendapatkan laporan atas kasus korupsi yang diduga menjerat RJ Lino tersebut.
"Saya belum dapat laporan, nanti kalau sudah dapat laporan baru saya komentar," kata Jokowi singkat seusai membagikan paket sembako di Tanah Tinggi. Lino sempat mengancam untuk mengundurkan diri karena tim Bareskrim Mabes Polri menggeledah kantornya. Lino terkejut saat mengetahui kantornya digeledah tanpa pemberitahuan terhadap dirinya. "Ini contoh enggak baik untuk negeri ini. Kasih tahu Presiden, 'Pak, kalau caranya begini, saya berhenti saja besok,'" kata Lino melalui sambungan telepon kepada seseorang yang disebutnya Sofyan Djali.
Setelah kantornya digeledah, Lino juga akan segera diperiksa polri terkait kasus dugaan korupsi mobil crane. Diduga, proses tendernya menyalahi prosedur karena menelan biaya hingga Rp 45 miliar. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Victor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan, polisi menyita 26 bundel dokumen dari kantor Lino.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bobby Mahahit mengaku merinding menyaksikan bosnya, yakni Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, duduk satu meja dengan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino, pekan lalu. Pasalnya, dia menjadi satu-satunya orang yang menyaksikan pertemuan kedua orang yang sering berselisih paham itu.
"Saya saksi hidup menyaksikan Pak Jonan dan Pak Lino. Jadi, yang paling tahu di dunia ini adalah saya. Soalnya, cuma ada saya, Pak Lino, dan Pak Jonan. Terus terang bulu kuduk saya merinding karena (soal) adegan saat itu, yang lain tidak usah ikut campur," ujar Bobby saat ditemui seusai acara seminar di Jakarta. Terkait hasil pertemuan itu, Bobby tak mau mengungkapkan banyak hal. Namun, dia mengatakan bahwa 15 hal yang diungkapkan Linomerupakan hasil dari pertemuan yang diadakan selama satu jam itu. "Seperti yang Pak Lino bilang. Pak Lino sampaikan itulah hasilnya. Apa yang terjadi, itu sampai bulu kuduk saya merinding," kata dia.
Pekan lalu, Jonan dan Lino bertemu, duduk bersama dalam suatu pertemuan tertutup, membahas berbagai hal yang dinilai krusial. "Banyak sekali yang disepakati. Ada 15 poin yang selama ini seolah-olah saya dengan Pak Jonan ada perbedaan dasar. Itu kami selesaikan semua," ujar Lino. Dia menuturkan, pertemuan tersebut membahas sejumlah isu, antara lain persoalan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT), proyek 35 pelabuhan, izin bongkar muat (IBM), hingga izin reklamasi tahap kedua Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut dia, perbedaan pandangan antara dirinya dan Jonan sudah selesai.
Direktur Utama Pelindo II RJ Lino dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan kerap berselisih paham terkait banyak persoalan di sektor perhubungan laut. Namun, pekan lalu, kedua tokoh tersebut rupanya bertemu, duduk bersama dalam suatu pertemuan tertutup, membahas berbagai hal yang dinilai krusial. "Banyak sekali yang disepakati. Ada 15 poin yang selama ini seolah-olah saya dengan Pak Jonan ada perbedaan dasar. Itu kami selesaikan semua," ujar Lino saat ditemui seusai acara seminar di Jakarta.
Dia menuturkan, pertemuan tersebut membahas sejumlah isu, antara lain persoalan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT), proyek 35 pelabuhan, izin bongkar muat (IBM), hingga izin reklamasi tahap kedua Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut dia, perbedaan pandangan antara dirinya dan Jonan sudah selesai. "Proporsinya (kewenangan) tetap sama, cuma kan kadang-kadang undang-undang itu menganggapnya beda-beda. Kemarin itu sudah kami selesaikan semua," kata dia.
Lino juga mengaku terkejut, pertemuan dengan Menhub Jonan yang hanya berlangsung satu jam tersebut menghasilkan banyak kesepakatan. "Yang saya surprise itu, saya dan Pak Jonan hanya dengan 1 jam sudah ada 15 item yang diselesaikan. Jadi, isu-isu itu enggak akan muncul lagi. (Pembicaraan kami) mengenai konsesi, mengenai JICT, mengenai IBM, izin reklamasi tahap II," ucap dia.
Khusus terkait konsesi JICT, Jonan, kata Lino, sepakat bahwa konsesi yang dilakukan bukan berarti transfer aset. Oleh karena itu, dia berharap agar polemik terkait konsesi JICT yang selama ini muncul antara Pelindo II dan Kementerian Perhubungan bisa selesai. "Ke depannya, kita jangan habiskan energi untuk keperluan yang enggak perlu. Coba kalian lihat, kan begitu banyak diskusi hanya untuk hal yang sebenarnya sudah selesai. Mudah-mudahan habis ini sama-sama bantu sehingga tol laut itu tidak ada perbedaan dasar ya. Kemarin saya juga ke Pontianak, dia (Jonan) juga lihat ya bagaimana pelabuhan itu diperbaiki, dibenahi. Jadi, polemik ini menurut saya sudah selesai," kata Lino.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bobby Mamahit membenarkan adanya pertemuan antara Lino dan Jonan. Dia yang menjadi saksi kunci pertemuan itu mengatakan, hal-hal yang diungkapkan Lino sama seperti apa yang terjadi dalam pertemuan tertutup pada pekan lalu itu.
Direktur Utama Pelindo II R J Linomengeluhkan para sarjana hukum yang terlibat dalam pembuatan Undang-undang Nomer 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Lino menilai, dalam aturan tersebut ada hal yang membingungkan. "Makanya saya ingin komplain ke sarjana hukum, bikin aturan yang enggak jelas. Di lapangan ini enggak jelas implementasi aturannya," ujar Lino dalam acara seminar Sinkronisasi Peraturan di Sektor Pelabuhan, Jakarta. Dia mengaku heran mengapa para sarjana hukum yang terlibat dalam pembahasan undang-undang tersebut justru membuat aturan yang sangat rumit. Akibatnya, kata dia, implementasi UU tersebut membuat bingung para investor.
"Sudah complicated, tapi pemerintah bikin undang-undang atau aturan itu 36 kali lebih complicated," kata dia. Salah satu poin yang diperdebatkan dalam UU Pelayaran adalah mengenai pemberian konsesi di pelabuhan. Dalam Pasal 83 ayat 4 disebutkan, Otoritas Pelabuhan sebagai wakil pemerintah diberikan wewenang untuk memberikan konsesi kepada badan usaha.
Sementara pasal 344 ayat 3 menyebutkan bahwa kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang telah dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap diusahakan oleh BUMN. Akibat tafsir kedua pasal itu, Pelindo II dan Kementerian Perhubungan berselisih pendapat terkait siapa yang sebenarnya yang berwenang atas pemberian konsesi di Pelabuhan Tanjung Priok yaitu konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan asing asal Hongkong yakni Huntchinson Port Holding (HPH).
"Silahkan saja ubah aturan 100 kali, tapi aturannya harus konsisten," ucap Lino.
Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) mengecam sikap PT Direktur Utama Pelindo II yang mengancam kepada Presiden bahwa dirinya akan mundur karena ruangannya digeledah Badan Reserse Kriminal Polri. "SP JICT mengecam sikap Lino yang mengultimatum Presiden Jokowi untuk membereskan masalah terkait penggerebekan di Pelindo II. SP JICT prihatin Lino bisa mengancam Presiden," kata kuasa hukum SP JICT, Malik Bawazir, dalam keterangan pers, Sabtu (29/8/2015).
Menurut Malik, seharusnya, RJ Lino mengikuti saja proses hukum yang dilakukan Bareskrim Polri. Dia menilai, tak layak seorang pejabat publik mengancam Presiden saat menghadapi kasus hukum. "Lino hanya Direktur BUMN dan tidak sepantasnya dia berkata hal demikian dengan alasan apa pun," ucapnya.
Malik juga mengoreksi pernyataan Lino yang menyebut SP JICT mengadukannya ke Bareskrim terkait kasus yang saat ini tengah disidik. Menurut dia, laporan yang disampaikan ke Bareskrim hanya terkait pencemaran nama baik. "SP menyayangkan tuduhan yang sembarangan dilayangkan Lino kepada SP JICT," kata Malik.
Kendati demikian, Malik mengatakan bahwa SP JICT mengapresiasi langkah Bareskrim Polri dalam upaya penegakan hukum terkait kasus di Pelindo II. SP JICT berharap semua pihak terkait dapat membantu kerja aparat hukum agar masalah Pelindo II bisa diselesaikan cepat dan tidak mengganggu pelayanan bongkar muat.
Malik menyampaikan bahwa saat ini operasional JICT berjalan baik dan tidak terganggu dengan masalah Pelindo II. "SP JICT berharap pemerintah dan jajaran kepolisian juga dapat menuntaskan masalah kisruh perpanjangan konsesi yang melanggar UU dan melibatkan asing Hutchison Port Holdings," kata Malik.
RJ Lino sebelumnya mengancam untuk mengundurkan diri karena tim Bareskrim Mabes Polri menggeledah kantornya. Lino terkejut saat mengetahui kantornya digeledah tanpa pemberitahuan terhadap dirinya. "Ini contoh enggak baik untuk negeri ini. Kasih tahu Presiden, 'Pak, kalau caranya begini, saya berhenti saja besok,'" kata Lino melalui sambungan telepon kepada seseorang yang disebutnya Sofyan Djalil.
Baca: RJ Lino: Kasih Tahu Presiden, kalau Caranya Begini Saya Berhenti Saja Besok Dalam waktu dekat, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri akan memeriksa Lino terkait dugaan korupsi pengadaan mobile crane. Diduga, proses tendernya menyalahi prosedur karena menelan biaya hingga Rp 45 miliar. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Victor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan, polisi menyita 26 bundel dokumen dari kantor Lino.