Bisnis mengembangbiakan sapi indukan masih kurang menarik bagi pelaku usaha swasta, karena biaya pemelihaannya yang tinggi. Sapi indukan harus dipelihara selama kurang lebih 3 tahun untuk dapat menghasilkan sapi bibit. Lamanya waktu pemeliharaan tentu membuat modal yang dikeluarkan tak bisa kembali dalam waktu cepat. Biaya untuk pakan, kandang, vaksin, dan berbagai perawatan lainnya juga tinggi. Untuk itu, pemerintah akan memberikan insentif pembagian sapi indukan kepada peternak yang berminat dengan skema kerjasama.
"Bisnis sapi indukan lama (pengembalian modalnya), 3 tahun kemudian baru bisa menghasilkan sapi yang bisa dipotong," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Muladno Bashar, saat ditemui di Kantornya, Jakarta,. Pihak swasta yang berminat masuk ke bisnis sapi indukan, pemerintah berencana mengimpor sebanyak-banyaknya sapi indukan dengan dana dari APBN. Namun, untuk pemeliharaannya, pemerintah akan menggandeng feedloter swasta. Tahun ini ada alokasi impor 30.000 sapi indukan dan tahun depan 500.000 ekor.
"Dititipin saja sapinya pemerintah di situ (kandang feedloter swasta), nanti (anak sapi) jantannya diambil (feedloter) suruh jual. Kalau hasilnya (anak sapi) betina diberikan ke peternak kecil," paparnya. Biaya pemeliharaan dan risiko jika sapi indukan mati ditanggung oleh feedloter swasta. Namun, pemerintah juga memberikan insentif kepada feedloter. Jika sapi indukan melahirkan sapi jantan, feedloter boleh memilikinya. Sedangkan jika yang dilahirkan adalah sapi betina tidak boleh disembelih, tapi diberikan pada peternak plasma.
"Dia (feedloter swasta) dapat anakan pejantannya. Betinanya untuk peternak rakyat," ucapnya. Selain itu, feedloter swasta yang memelihara sapi indukan milik pemerintah akan diberi jatah impor sapi bakalan. Semakin banyak sapi indukan yang dipelihara, semakin banyak izin impor yang bisa didapat.
"Kalau memelihara 1 sapi indukan bisa impor 4-5 sapi bakalan, kan fair itu. Yang banyak (memelihara indukan) dapatnya banyak (izin impor sapi bakalan). Dengan kerja sama seperti itu, swasembada bisa terwujud," cetusnya. Muladno mengaku telah membicarakan skema kerjasama ini dengan pihak swasta. Menurutnya, pihak swasta cukup tertarik dengan skema kerjasama ini.
Pihaknya pun akan segera menyiapkan payung hukum untuk kerjasama kemitraan pemeliharaan sapi indukan ini dengan swasta. "Mereka (feedloter swasta) prinsipnya mau. Perlu ada aturan lagi, oke itu ide bagus tinggal tindak lanjuti dengan peraturan," katanya.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan anggaran sebesar Rp 1 triliun untuk pengadaan 30.000 ekor sapi indukan dan 1.200 ekor sapi bibit. Pengadaan ini dilakukan untuk meningkatkan populasi sapi di dalam negeri, sehingga suatu saat Indonesia bisa swasembada dan tidak perlu lagi mengimpor sapi lagi.
Sapi indukan yang diimpor tersebut akan disalurkan ke provinsi-provinsi yang membutuhkan dan dibagikan ke kelompok-kelompok ternak yang sudah biasa mengembangbiakan sapi bibit. Agar sapi indukan tersebut tak diselewengkan, Kementan menyiapkan program 'Kemitraan Mulia 52'.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Muladno Bashar menjelaskan, bahwa Kemitraan Mulia 52 adalah kerjasama antara peternak yang mendapat sapi indukan dari pemerintah dengan 'pemodal'. Siapa saja boleh menjadi pemodal asalkan mampu membayar Rp 600.000/bulan selama 52 bulan.
"Ada 'Kemitraan Mulia 52', kerja sama antara peternak yang dapat sapi indukan dengan siapa saja yang mau bermitra," kata Muladno kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, Jumat (28/8/2015).
Peternak yang ikut dalam Kemitraan Mulia 52 ini harus anggota dari Sentra Peternak Rakyat (SPR). Kandang untuk sapi indukan akan dibangun oleh pemerintah. "Yang ikut kemitraan itu harus SPR (Sentra Peternakan Rakyat), berarti fasilitas (untuk sapi indukan) tadi difasilitasi pemerintah," ucapnya.
Dia menjelaskan, selama 52 bulan pemodal memberikan uang sebesar Rp 600.000 kepada peternak. Dari Rp 600.000 itu, Rp 400.000 untuk biaya pemeliharaan 2 ekor sapi indukan, dan Rp 200.000 untuk asuransi ternak, tambahan gizi, dan sebagainya. "Selama 52 bulan, pemodal atau mitra memberikan uang kepada peternak rata-rata per bulan Rp 600.000 sebagai tambahan agar tidak jual (sapi) indukan, harus 2 ekor yang dipelihara," ujarnya.
Ketika sapi indukan melahirkan anak sapi, hasilnya dibagi secara proporsional untuk peternak dan pemodal. Dengan adanya berbagai keuntungan dan insentif untuk peternak, diharapkan peternak tak menjual atau menyembelih sapi indukan. "Nanti hasilnya dibagi secara proporsional antara peternak dan pemodal, sehingga dengan demikian sapinya tidak pernah hilang," katanya.
Dari skema kemitraan ini, menurut perhitungan Muladno, peternak dan pemodal bisa mendapatkan keuntungan hingga 1,5 kali dari modal yang dikeluarkannya. "Itu untungnya setara 3x bunga deposito, peternak dapat 1,5 kali dari bunga peternak. Selama 4 tahun, (sapi indukan) 4 kali beranak," ucap Muladno.
Agar sapi indukan terawat dengan baik dan dapat melahirkan sampai 4 kali, para peternak akan didampingi oleh ahli-ahli peternakan dari perguruan tinggi. "Pengetahuan teknologi harus diberikan orang kampus, sehingga setiap tahun diharapkan (sapi indukan) beranak terus," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment