Wednesday, August 26, 2015

Cara Mengevaluasi Sendiri Apakah Terkena Krisis Ekonomi Melalui Data

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Senin kemarin terjadi penurunan yang cukup drastis di dunia pasar modal alias Saham. Dimulai dari penurunan di China yang kemudian berdampak pada penurunan dihampir banyak pasar di dunia termasuk di Amerika. Efeknya pun kita rasakan juga di Indonesia.

Penurunan yang dalam ini belum tentu berarti kita masuk ke resesi berikutnya, atau krisis berikutnya. Tapi yang pasti terjadi, penurunan di bursa saham, dan bahkan kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat dibanding rupiah, biasanya menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Apalagi berita di media massa dengan judul berita yang seram serta ulasan analisa para pakar.

Dalam kondisi tertentu, apa yang terjadi di dunia pasar modal alias saham belum tentu merefleksikan kondisi ekonomi yang sesungguhnya. Itulah sebabnya kita jangan terbawa panik akan tetapi tetap waspada. Beberapa hal yang harus kita perhatikan adalah:

1. Sudah masuk ke area krisis/crash atau belum? Ketika bursa efek turun 10% dari posisi tertingginya yaitu 5.500, menjadi di kisaran 4.800-4.900, maka kita masuk ke dalam kondisi koreksi pasar. Koreksi pasar sendiri bisa tipis atau bisa dalam. Akan tetapi ketika bursa (IHSG) sudah turun lebih dalam lagi di atas 20% seperti saat ini, di mana IHSG bergerak antara 4.100-4.200 maka kita masuk ke dalam kondisi pasar yang menurun, atau dikenal dengan istilah bearish market. Pertanyaanya adalah, Apakah sudah krisis atau crash? Jawabannya adalah…. Silakan terus membaca sampai akhir.

2. Jangka panjang, tetap posisi masih untung. Ingat bahwa sering dikatakan kalau kita berinvestasi termasuk ke dalam pasar modal dengan durasi atau tujuan keuangan jangka panjang. Untuk di Asia yang termasuk jangka panjang adalah di atas 5 tahun. Apabila kita perhatikan, penutupan IHSG di bulan Agustus tahun 2010 (5 tahun yang lalu), di angka sebesar 3.081,88. Yang artinya, kalau saat ini IHSG di 4.100-4.200, maka investasi anda yang dilakukan 5 tahun lalu secara rata-rata masih lebih tinggi saat ini. Meskipun tidak ada jaminan bahwa uang anda tidak bisa turun maupun rugi ketika berinvestasi.

3. Pemerintah bisa intervensi melalui Bank Indonesia. Dalam kondisi yang mengkhawatirkan, pemerintah melalui Bank Indonesia bisa masuk ke pasar dan melakukan banyak intervensi. Intervensi dan kebijakan ini bisa dilakukan secara langsung atau sekedar hanya untuk menenangkan masyarakat saja. Intervensi bisa dilakukan dengan cara menyuntikan dana (dalam hal dolar) ataupun dengan kebijakan-kebijakan. Hanya tinggal dilihat apakah intervensi tersebut cukup efektif untuk meredam atau bersifat hanya sementara saja.

4. Harga sudah murah, kata beberapa orang sudah waktunya belanja. Masih ingat para guru investor sering mengatakan, beli di harga murah jual di harga mahal (tinggi), nah sekarang harga sudah turun apakah berarti murah? Bagi sebagian orang harga sudah murah, tapi bagi banyak orang masih mau menunggu lebih dalam lagi. Semua tergantung dari persepsi anda masing-masing.

Kalau melihat beberapa indikator di atas, memang tidak ada alasan untuk kita menjadi terlalu panik, panik sedikit boleh tapi jangan banget banget, akan tetapi tidak salah juga kalau kita juga harus waspada terhadap kondisi saat ini. Mengapa harus waspada? Beberapa indikator juga menunjukan apabila hal tersebut didiamkan dalam waktu yang lebih lama lagi, maka semakin lama maka bisa menjurus ke arah yang lebih jelek lagi. Apa saja indikatornya? Kemungkinan Akan kita bahas di tulisan berikutnya.

So? Apakah sudah masuk ke kategori krisis kah? Pertanyaannya, apa persepsi anda tentang kondisi keuangan dan kehidupan di Indonesia saat ini? Apakah makin bagus atau semakin jelek? Persepsi anda akan menentukan jawaban anda saat ini dan ke depan.

No comments:

Post a Comment