Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai depresiasi nilai tukar yang terjadi saat ini berlaku terhadap hampir seluruh mata uang di dunia, tak terkecuali rupiah. Kondisi tersebut menurutnya justru menjadi peluang untuk menggenjot ekspor sehingga pemerintah diminta menerbitkan kebijakan yang mempermudah pengusaha dalam menjual produknya ke luar negeri.
"Supaya tidak rugi ganda, ini dapat dijadikan momen untuk mendorong ekspor. Karena kalau rupiah melemah, harga ekspor menjadi murah. Justru bisa mendorong ekspor agar membaik," ujar Sigit . Mantan bos PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) itu berpendapat, pelemahan rupiah yang terjadi saat ini terkait dengan perdagangan komoditas ke sejumlah negara yang perekonomiannya kurang sehat. Hal ini menyebabkan pasokan dolar ke dalam negeri berkurang ketika permintaan komoditas dari sejumlah negara mitra dagang melemah.
"Beberapa komoditi, seperti pertambangan misalnya, di jual ke negara dengan ekonomi bermasalah. Ini menyebabkan penjualan ekspor tidak naik sehingga dolar yang dikumpulkan pun tidak cukup," tuturnya. Ditanya prediksinya mengenai sampai kapan depresiasi ini akan terus berlanjut, Sigit memastikan hanya Tuhan yang tahu dan bisa menjawab pertanyaan semacam itu.
"Dari awal, mata uang kita salah satu yang terlemah, akan mudah terpengaruh perekonomian dunia dan negara dengan mata uang yang kuat. Yang terpenting adalah harus diperbaiki terus," ujarnya.
Menurutnya, beberapa upaya yang dapat dilakukan Indonesia adalah dengan mengurangi pemakaian barang impor yang tidak perlu dan menghemat devisa.
"Gunakan produk dalam negeri. Kurangi impor seperti pakaian dan sepatu, kalau bisa dilarang. Lakukan gerakan agar bangsa berhemat," urainya. Ia juga membandingkan dengan upaya yang dilakukan Pemerintah China dalam memperkuat perekonomian negara mereka. Langkah China mendevaluasi yuan adalah strategi untuk memperkuat ekspor.
Lebih lanjut, Sigit mengatakan, depresiasi secara terus menerus merupakan bukti bahwa upaya-upaya yang dilakukan pemerintah belum berhasil. Namun, dia menilai tidak bisa sepenuhnya pemerintah disalahkan karena sebagian besar sentimen terhadap rupiah berasal dari luar negeri.
"Kalau faktor eksternal ya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Yang terpenting adalah fokus bagaimana mengurangi dampak dalam negeri yang tidak bisa dikendalikan. Jangan meratapi," tutupnya
No comments:
Post a Comment