Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat membuat biaya produksi produk otomotif membengkak. Hari ini nilai tukar rupiah mencapai Rp 14 ribu per dolar Amerika Serikat. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Buntoro mengatakan kondisi itu memukul industri yang mengandalkan bahan baku impor. Industri otomotif adalah satu di antara yang bakal terkena imbasnya.
Rata-rata, 40 persen bahan baku industri otomotif dalam negeri berasal dari luar negeri. Karena itu, pengusaha otomotif bakal sulit menaikkan harga jual produk di tengah menurunnya daya beli masyarakat. "Mereka mau tidak mau harus mengorbankan keuntungannya untuk bertahan dalam situasi sekarang," kata Buntoro, Senin 24 Agustus 2015. Buntoro berharap, pemerintah segera mengatasi persoalan itu supaya tak berlarut.
Menguatnya dolar terhadap rupiah seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, kondisi itu merugikan industri yang masih menggantungkan pada bahan baku impor. Namun di sisi lain itu justru menguntungkan industri yang menggunakan bahan baku lokal.
Pemerintah seharusnya menangkap peluang untuk mendukung industri dalam negeri. Misalnya sektor retail dan usaha mikro kecil dan menengah. Buntoro menyarankan pemerintah memikirkan keberlangsungan industri dalam negeri secara jangka panjang. Caranya adalah mempermudah perizinan dan mengurangi beban pajak yang masih tinggi.
Direktur Marketing New Armada PT Mekar Armada Jaya, perusahaan karoseri kendaraan di Magelang, Harris Imam S mengatakan daya beli masyarakat yang menurun berimbas pada permintaan produk di perusahaannya yang anjlok hingga 30 persen. "Omzet menurun 30 persen," kata Harris.
Biaya produksi kendaraan juga terus membengkak seiring dengan makin rendahnya nilai tukar rupiah. Untuk bisa bertahan, New Armada melakukan efisiensi komponen biaya produksi. Misalnya mengurangi kegiatan perusahaan yang tidak perlu, memperketat jam kerja karyawan, dan mengoptimalkan waktu pengerjaan proyek pesanan.
No comments:
Post a Comment