Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo meminta masyarakat tidak khawatir berlebihan atas kondisi perekonomian di Tanah Air. Pasalnya, di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) menaikkan tingkat suku bunga, fundamental ekonomi Indonesia disebutnya masih menunjukkan perkembangan positif.
“Masyarakat mohon tetap tenang, ekonomi kita mengarah ke yang lebih baik,” tutur Agus di Kantor Pusat BI, Jakarta, Jumat (28/8). Agus mencatat sepanjang tahun berjalan, level inflasi Indonesia masih terbilang terkendali. Inflasi Agustus 2015 diprediksi BI hanya akan berada di level 0,3 persen atau lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi Agustus selama lima tahun terakhir. Selanjutnya, defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) juga mengecil dari yang sebelumya di kisaran 4 persen PDB pada kuartal II 2014 menjadi di kisaran 2 persen PDB di periode yang sama tahun ini.
“Kami juga melihat neraca perdagangan yang surplus terus dari Januari sampai Juli, itu bagus,” kata Agus. Agus tidak menyangkal nilai tukar rupiah masih tertekan, meskipun pada penutupan perdagangan kemarin sempat ditutup menguat 1,01 persen atau 143 poin ke level Rp 13.990 per dolar AS. “Kalau kita ikuti nilai tukar rupiah, kan nilai tukar rupiah sampai 27 Agustus itu year to date terdepresiasi 12,9 persen. Itu dari 1 Januari sampai 27 Agustus. Kalau tahun sebelumnya (depresiasi rupiah terhadap dolar) satu tahun kan 1,8 persen,” kata Agus.
Namun demikian, Agus menekankan, apabila dibandingkan negara-negara lain depresiasi nilai tukar rupiah masih tergolong rendah. Disebutkannya, depresiasi nilai tukar mata uang Brazil (year to date) terhadap dolar mencapai 33 persen, sedangkan Turki 24 persen, Malaysia 21 persen, dan Afrika Selatan 13 persen.
“Itu artinya mata uang Indonesia dibandingkan dengan mata uang negara-negara itu kita menguat, tetapi kalau rupiah kita dibandingkan dengan dolar kita melemah ke 13 persen,” kata Agus. ak hanya nilai tukar, pasar modal domestik pun juga tertekan. Karena masih tingginya ketidakpastian di pasar, investor cenderung memilih berinvestasi di negara-negara maju seperti Amerika, yang dipercaya memiliki risiko lebih rendah dibandingkan negara berkembang.
“Memang di pasar modal masih ada tekanan karena terjadi capital outflow. Kita juga perhatikan sebetulnya dana dari asing yang masuk ke Indonesia tahun ini masih bagus karena masih masuk kira-kira year to date itu Rp 45 triliun. Tapi kalau setahun yang lalu di periode yang sama kan masuk Rp 150 triliun jadi memang masuknya dana berkurang,” kata Agus.
Meski demikian, Agus yakin pasar akan kembali melirik pasar negara berkembang setelah The Fed memberikan kepastian kenaikan tingkat suku bunga acuannya pada rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) September mendatang.
Yang perlu diperhatikan, lanjut Agus, kinerja ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal II tahun ini di luar perkiraan. Dari yang tadinya diperkirakan hanya akan tumbuh 2,7 persen ternyata tumbuh 3,2 persen. Kemudian tingkat pengangguran juga turun dari yang tadinya 277 ribu menjadi 271 ribu didukung oleh kinerja korporasi yang positif.
Selain itu, Agus juga menanggapi positif kebijakan pemerintah China menurunkan tingkat suku bunga dan mendevaluasi nilai tukarnya beberapa waktu. Hal itu memberikan harapan bahwa akan ada perbaikan perekonomian China yang melemah beberapa waktu terakhir. “Nanti ini akan merupakan dorongan bagi perbaikan ekonomi di Indonesia juga karena ekonomi Indonesia banyak terkait dengan ekonomi dunia termasuk dengan ekonomi China,” kata Agus.
Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) sempat menyentuh level Rp 14.000/US$ beberapa hari lalu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimbau masyarakat tetap tenang karena pemerintah sedang bekerja menghadapi kondisi ekonomi agar membaik.
Ditemui usai menghadiri peresmian pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah sudah memiliki instrumen kebijakan yang bisa digunakan untuk menghalau dampak tekanan ekonomi tersebut.
"Yang paling penting kita tetap tenang menghadapi setiap masalah. Sudah ada instrumen yang dikeluarkan BI (Bank Indonesia). Banyak juga instrumen yang diatasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Ada kebijakan fiskal oleh pemerintah," kata Jokowi, di Batang, Jawa Tengah, Jumat (28/8/2015). Ia mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu panik berlebihan karena sebenarnya yang mengalami tekanan bukanlah hanya Indonesia. Bahkan banyak negara lain yang juga mengalaminya.
Jokowi memastikan pemerintah akan selalu hadir di tengah masyarakat untuk memastikan berbagai dampak dari pelemahan rupiah ini tidak dirasakan terlalu dalam oleh masyarakat. "Kita harus mengerti, semua negara mengalami ini. Jadi kita harus kejar-kejaran dengan regulasi yang membantu, dan deregulasi yang menghambat. Kita terus menerus melakukan itu dan tak akan berhenti," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat menyindir kalangan investor yang berlebihan merespons gejolak ekonomi di luar negeri berupa langkah Pemerintah China yang melemahkan matau uang Yuannya. Sore ini, dolar ditutup Rp 13.999, atau sedikit menguat dari posisi penutupan kemarin Rp 13.980.
No comments:
Post a Comment