Analis pasar saham Lucky Bayu Purnomo mengatakan sentimen negatif punya andil cukup besar memicu larinya arus modal di pasar modal. Namun Lucky melihat sentimen itu bukan satu-satunya yang membuat pasar modal terpuruk belakangan ini. "Fundamental emiten tertekan. Ada perusahaan yang tidak dapat hasil optimal," ucap Lucky.
Larinya arus modal atau capital outflow tidak hanya melanda emiten kecil, tapi juga perusahaan badan usaha milik negara. Menurut Lucky, terkikisnya fundamental sejumlah BUMN lantaran menurunnya daya beli, baik di level domestik maupun internasional. "Kondisi permintaan sekarang memang tertekan," kata analis dari LBP Enterprise itu.
Lucky melihat pergerakan perusahaan terbuka di lantai bursa tidak leluasa. Masih stagnannya tingkat suku bunga ditambah dengan inflasi secara tidak langsung berdampak ke sektor riil. Saat ini, lanjutnya, sektor mengalami perlambatan sebagai dampak dari kondisi pasar tertekan.
Saham-saham di Wall Street anjlok lebih dari tiga persen pada Jumat (Sabtu pagi WIB). Masalah ekonomi di Cina memicu aksi jual besar-besaran untuk hari kedua berturut-turut. Dalam sesi tunggal terburuk dalam hampir empat tahun, Dow Jones Industrial Average kehilangan lebih dari 500 poin, atau 3,12 persen, sedangkan indeks lebih luas S&P 500 merosot 3,19 persen dan indeks komposit Nasdaq turun 3,52 persen.
Kemerosotan itu menyusul penurunan serupa di pasar Asia dan Eropa, di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa pelambatan Cina akan menahan pertumbuhan di seluruh dunia dan bahkan memukul ekonomi Amerika Serikat yang relatif kuat. Memimpin penurunan di antara perusahaan terkemuka adalah perusahaan terbesar di dunia berdasarkan valuasi pasar, Apple, yang kehilangan 6,1 persen, atau sekitar 37 miliar dolar AS pada nilainya.
Tetapi penurunan menjalar ke seluruh papan teknologi, energi, industri dan perusahaan pembiayaan, semua terpapar secara signifikan penurunan yang dipimpin Cina dalam ekonomi global: Microsoft kehilangan 5,7 persen, Chevron turun 4,4 persen, Bank of America merosot 3,7 persen, Boeing berkurang 3,9 persen, dan General Motors jatuh 4,0 persen.
Dow Jones Industrial Average, yang didukung serangkaian rekor tertinggi tahun ini, berakhir turun 530,94 poin menjadi 16.459,75. Aksi jual selama dua hari menghapus setiap keuntungan yang dibuat pada 2015, mengambil indeks 30 saham unggulan (blue chips) -- dengan Apple terbesar -- ke tingkat terendah sejak Oktober tahun lalu.
Indeks S&P 500 kehilangan 64,84 poin menjadi 1.970,89, juga membawanya kembali ke tingkat Oktober lalu. Komposit Nasdaq, yang telah mencatat keuntungan terkuat tahun ini, merosot 171,45 poin pada 4.706,04, sekitar 30 poin di bawah posisi akhir 2014.
"Sentimen bergeser dalam cara yang sangat negatif dan Anda benar-benar melihat tidak ada tempat untuk bersembunyi hari ini," kata David Levy dari Kenjol Capital Management. Kenjol mengatakan aksi jual itu "berlebihan". Investor disarankan menunggu. "Anda harus menjaga sabuk pengaman Anda," katanya.
Patrick O'Hare dari Briefing.com mengatakan bahwa yang mendasari aksi jual karena investor kehilangan kepercayaan pada kemampuan bank-bank sentral dari Beijing hingga Washington menggunakan kebijakan moneter mereka untuk merangsang pertumbuhan. Tetapi O'Hare juga menunjuk valuasi terlalu tinggi untuk saham AS baru-baru ini memberikan prospek pertumbuhan moderat dalam ekonomi AS. Intensitas aksi jual sama dengan di Eropa, di mana indeks utama kehilangan antara 2,8 persen hingga 3,2 persen.
"Kami memiliki situasi ekonomi yang menantang di Tiongkok, yang kini telah mengambil langkah ekstrim mendevaluasi mata uangnya untuk mendukung ekonomi. Pelemahan itu merambah melalui pasar negara-negara berkembang dan sektor industri global," kata Lisa Emsbo-Mattingly, direktur alokasi aset di Fidelity, dalam catatan untuk nasabahnya.
Harga obligasi meningkat di tengah pasar "bearish" dan penurunan 1,3 persen dalam dolar terhadap euro, menjadi 1,1375 dolar. Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS berjangka 10-tahun turun menjadi 2,05 persen dari 2,07 persen, sedangkan pada obligasi 30-tahun merosot ke 2,74 persen dari 2,75 persen. Harga dan imbal hasil obligasi bergerak berlawanan arah.
Pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG) telah melebihi 4,4 persen pada Senin pagi 24 Agustus 2015. Seluruh indeks sektoral melemah pada kisaran 3-6 persen. Semua atau sembilan indeks sektoral Bursa Efek Indonesia bergerak di zona merah. Pelemahan paling tajam terjadi pada indeks sektor industri dasar yang anjlok 6,13 persen dan indeks sektor agribisnis yang merosot 5,98 persen.
Sektor industri dasar tertekan oleh pelemahan pada 27 dari 64 saham. Produsen semen PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP) yang jatuh 6,94 persen dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) yang jatuh 6,58 persen adalah beban utama.
Indeks sektor agribisnis terseret oleh pelemahan pada 12 dari 21 saham anggota. Produsen sawit seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dan PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) anjlok lebih dari 7 persen. IHSG mengawali pekan ini dengan pelemahan 2,18 persen atau 94,65 poin ke level 4.241,31. Indeks sudah jatuh 4,40 persen atau turun 190,79 poin ke level 4.145,16 pada pukul 09.39 WIB.
IHSG Bursa Efek Indonesia sejak dibuka pagi tadi langsung melanjutkan pelemahan sebesar 94,64 poin seiring dengan sentimen mengenai perekonomian global yang masih negatif. Indeks dibuka melemah 94,64 poin atau 2,18 persen menjadi 4.241,30. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 bergerak turun 28,31 poin (4,19 persen) menjadi 696,73.
No comments:
Post a Comment