Harga minyak dunia berada dalam tren penurunan. Sekarang posisinya bahkan sudah mencapai US$ 40 per barel. Pilihannya ada dua, apakah harga bahan bakar minyak (BBM) diturunkan atau ditabung untuk kemudian dananya membangun infrastruktur BBM khususnya di wilayah Indonesia timur.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengaku untuk sekarang memang tidak ada kenaikan harga. Sementara untuk periode September, masih terus dikaji oleh pihak-pihak terkait. "Tidak akan kenaikan harga kan untuk sekarang dan September masih terus dikaji. Pengumumannya nanti akhir bulan," ungkapnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (27/8/2015).
Sudirman mengatakan, untuk kondisi sekarang memang ada dua pilihan. Adalah menurunkan harga mengikuti kondisi minyak dunia atau menyimpan selisih dari dana (keuntungan) tersebut untuk dialihkan kepada pembangunan infrastruktur. Saat ini tangki penyimpanan BBM nasional hanya cukup 22 hari, jumlah ini sangat kurang bila dibandingkan negara lain yang cukup hingga 6-12 bulan.
"Pilihannya menurunkan harga atau menyimpannya untuk kompensasi kerugian Pertamina dan tabungan untuk pembangunan infrastruktur di daerah timur," tukasnya. Seperti diketahui, sejak Januari hingga Juli 2015, PT Pertamina (Persero) menderita kerugian hingga Rp 12 triliun, kerugian tersebut akibat harga Premium dan Solar yang ditetapkan pemerintah di bawah harga yang seharusnya (keekonomian).
Selain itu, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, kebijakan pemerintah terkait harga BBM ditentukan berdasarkan harga minyak rata-rata dalam 3-6 bulan sekali, bukan ditentukan pada harga minyak harian. Rapat antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Pertamina, PLN, SKK Migas dan BPH Migas sore tadi memunculkan usulan untuk mengurangi bahkan menghapus subsidi minyak solar.
Selama ini subsidi tetap minyak solar yaitu Rp 1.000/liter, sementara kondisi saat ini dinilai harga minyak sedang turun dan tidak perlu disubsidi. Data realisasi subsidi minyak solar tahun 2015 sampai Agustus 2015 tercatat mencapai 8, 67 juta kiloliter (KL). Menteri ESDM Sudirman Said merespons positif usulan beberapa anggota DPR yang menilai subsidi minyak solar sudah tidak relevan di tengah turunnya harga minyak.
"Terkait subsidi memang secara konsep harga energi kita, harus punya step suatu saat harus lepas dari subsidi. Apakah Rp 1.000 merupakan angka yang relevan untuk saat ini? Ini perlu kita kaji lagi," kata Sudirman dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (26/8/2015). Menurutnya, prediksi harga ICP begitu rendah menjadi momentum untuk menghapus subsidi demi penyehatan keuangan negara.
"Harga prediksi ICP turun, ini momentum yang sangat baik untuk penyehatan keuangan negara. Kita bisa energy fund pengalihan subsidi baik ke sektor yang lebih produktif," tambahnya. Ditemui usai rapat, Sudirman Said menegaskan subsidi usulan tersebut masih akan dibahas kembali pada rapat esok.
"Ada pikiran itu (mengurangi subsidi solar) karena harga begitu rendah, apakah tidak lebih baik dipertimbangkan pakai batas harga tertentu. Jadi kalau harga di bawah itu baru disubsidi. Nah, besok mau dibahas batasnya," terangnya. Menurutnya, ada kecenderungan saat ini karena harga minyak begitu rendah, maka ini kesempatan baik kita untuk mengalihkan subsidi full kepada sektor produktif dan bisa dipakai untuk mengakumulasi dana ketahanan energi.
Salah satu anggota DPR yang mengusulkan agar subsidi solar dikurangi bahkan dihapus datang dari Anggota dari Fraksi Gerindra, Ramson Siagian. Menurutnya, dengan harga minyak yang rendah saat ini, tidak perlu lagi ada subsidi solar.
"Volume ini kan sangat tergantung berapa ICP dan kondisi rupiah. Lalu soal subsidi, kita perlu kaji lagi. Subsidi itu kan diperlukan suatu saat realita ada kenaikan crude oil nanti dipersiapkan ruang untuk subsidi. Sekarang ICP diasumsi turun, kan tidak perlu subsidi," kata Ramson.
No comments:
Post a Comment