Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menduga pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) tengah berupaya menyembunyikan data perkembangan kemiskinan dan pengangguran, menyusul rilis laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang molor dari jadwal seharusnya.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan biasanya BPS merilis laporan Susenas pada Juli setiap tahunnya, tetapi untuk tahun ini rilis yang ditunggu tak kunjung terbit. Dia menduga ada upaya penundaan dan penyembunyian data oleh BPS karena indikator perekonomian tak sesuai dengan keinginan pemerintah.
"Informasi mengenai data kemiskinan dan pengangguran sangat penting bagi masyarakat karena hal itu bisa menjadi evaluasi pengambil kebijakan dan juga pengamat kebijakan pemerintah. Tak hanya BPS saja, bahkan Presiden Joko Widodo tak memberikan data mengenai dua indikator itu di dalam penyampaian nota keuangan di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," jelas Enny di Jakarta, Senin (24/8).
Enny menambahkan, dugaan kuat BPS dan Presiden Jokowi tak mau membeberkan dua indikator tersebut karena telah terjadi penurunan indikator kesejahteraan masyarakat selama setahun terakhir ini. Beberapa indikator yang menjadi perhatian Indef antara lain menurunnya pendapatan masyarakat seiring dengan meningkatnya inflasi harga-harga yang bergejolak (volatile food) di tengah penurunan daya beli masyarakat.
BPS sebelumnya melaporkan, telah terjadi peningkatan harga makanan yang tercermin dari inflasi Juli sebesar 8,28 persen secara year-on-year. Kondisi tersebut kemudian berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, yang ditunjukkan oleh data pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang turun dari 5,1 persen pada kuartal I menjadi 4,9 persen di kuartal II 2015.
Selaras dengan itu, upah riil buruh juga menurun meskipun Upah Minimum Provinsi (UMP) dinaikkan. Indef menghimpun data bahwa upah riil buruh tani menurun dari Rp 39.383 per hari pada Januari 2015 ke angka Rp 37.887 per hari pada Juli 2015, sedangkan upah riil buruh industri turun sebesar 3,5 persen secara kuartalan.
Merujuk pada kinerja sektor riil yang semakin menurun, Enny mengatakan Indef menyimpulkan telah terjadi ledakan pengangguran pada saat ini, yang pada tahun ini diprediksi angka penggangguran terbuka sebesar 7,5 persen. Apabila pengangguran meningkat, lanjut Enny, biasanya diikuti dengan meningkatnya angka kemiskinan, yang sampai saat ini angkanya belum dikeluarkan oleh BPS.
"Mengingat kondisinya sudah terlihat langsung, maka Indef menuntut BPS untuk segera menyampaikan data dan informasi terkini. Menunda dan menyembunyikan data merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan," jelas Enny.
No comments:
Post a Comment