Monday, August 24, 2015

Jokowi Kumpulkan Dirut BUMN dan Swasta Untuk Rembuk Krisis Ekonomi Indonesia

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang para direktur utama perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta di Ruang Garuda, Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/8).

"Saya kira saya tidak ingin menjelaskan situasi ekonomi yang sekarang kita hadapi, tetapi dalam kondisi seperti ini memang kita harus punya tekad, punya bahasa yang satu, punya tindakan respon yang cepat sehingga problem-problem segera bisa kita atasi," ujar Jokowi dalam pidato pengantarnya.

Jokowi bercerita, tadi pagi ia mengumpulkan para gubernur, kepala kepolisian daerah, dan kepala kejaksaan tinggi untuk memberi pengarahan soal perlambatan ekonomi dan penyerapan anggaran.
"Intinya apa? Karena kita ini ada duit, kementerian ada duit, BUMN ada duit, daerah ada duit. Tinggal membelanjakan," kata dia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, selama ini serapan anggaran masih kecil dan pertumbuhan ekonomi melambat karena adanya ketakutan pada para kepala daerah dalam membelanjakan anggaran untuk menjalankan programnya. "Ketakutan ini jaminannya sekarang kami sampaikan, sehingga kami harapkan di semester kedua ini belanja betul-betul keluar, baik di APBN maupun APBD provinsi," ujar dia.

Para pimpinan yang hadir antara lain dari perusahaan; Indofood, Lippo, Gudang Garam, Perusahaan Gas Negara (PGN), re-capital, Corpindo, MNC Investama, Vale Indonesia, Astra Agro, Indo Tambang Raya, Kalbe Farma, Adaro Energy, United Tractors, Indocement Tunggal, Unilever, Astra, Garuda, Pertamina, Antam, Adhikarya, Bank Tabungan Negara (BTN), Wika, Pembangunan Perumahan (PP), Jasa Marga, dan Telkom Indonesia.

Sementara menteri yang mendampingi Presiden di antaranya adalah Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, dan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.

Tak hanya itu, hadir pula Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri BUMN Rini Soemarno, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Darmansyah Hadad, dan Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani. Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) hasil Munas Bali Aburizal Bakrie menyebut kondisi ekonomi Indonesia sudah masuk kategori krisis dan butuh penanganan khusus dari pemerintah.

Pria yang kerap disapa Ical tidak menampik dalam banyak hal kondisi perekonomian Indonesia turut dipengaruhi oleh faktor eksternal. Ia menyebut sebanyak 80 persen pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia sebetulnya berasal dari masyarakat, sementara 20 persen sisanya ada pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Oleh karena itu, Ical menilai kebijakan pemerintah yang hanya fokus pada pencapaian target dalam APBN tidak bakal menyelesaikan persoalan. Terlebih penyerapan anggaran pemerintah pada semester pertama jauh di bawah 50 persen. Hal itu dipandang Ical telah semakin menambah beban perekonomian.

Menurutnya, pemerintah saat ini perlu memberikan dukungan terhadap dunia usaha untuk membantu mengatasi pelemahan ekonomi yang terjadi. Bukan malah menambah beban-beban baru seperti target tambahan pajak yang dipandang malah semakin memberatkan dunia usaha. "Pemerintah perlu membentuk pusat krisis untuk menangani persoalan yang begini sulit," ujar Ical di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/8).

Ia mengaku wacana pembentukan pusat krisis tersebut telah diutarakan olehnya jauh-jauh hari. Dia khawatir sektor perekonomian menurun, dan itu terbukti ketika dia mengaku telah mendapati kabar bursa kembali turun lima persen tadi pagi. "Saya juga ingin menyampaikan bahwa dolar sudah mencapai Rp 14 ribu. Ini jelas membahayakan perekonomian kita," kata dia.

Bagaimanapun, kata Ical, upaya pencarian jalan keluar kini berada di tangan pemerintah. Presiden Joko Widodo dalam hal ini seharusnya bisa diandalkan menjadi nakhoda pemerintahan lewat koordinasi bersama jajaran kementeriannya. Pusat krisis dianggap salah satu solusinya.

"Tidak bisa dibiarkan menteri tidak satu komando. Harus dipegang oleh lembaga yang dipercaya presiden untuk membuat suatu matrix yang akan diikuti oleh semua menteri," kata Ical

No comments:

Post a Comment