Meskipun belum separah krisis moneter 1998, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menegaskan pemerintah terus mewaspadai risiko terburuk yang mungkin timbul dari gejolak pasar uang menyusul anjloknya nilai tukar hingga menembus Rp 14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).
Kepala BKF Suahasil Nazara menyebutkan risiko depresiasi kurs terbesar yang berpengaruh terhadap Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah membengkaknya beban bunga utang yang harus dibayar pemerintah. "Tapi ada kompensasi dari peningkatan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) royalti migas, karena harga acuan menggunakan dolar AS. Walaupun harga minyak anjlok," jelasnya.
Menurut Suahasil meski kurs saat ini merupakan yang terlemah sejak krisis 1998, yang sempat menyentuh level Rp 16 ribu per dolar, tetapi indikator makroekonomi yang lain dinilai masih positif. Hal ini yang menggambarkan perbedaan karakteristik ekonomi nasional saat ini yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi krisis moneter 1998.
"Waktu krisis 1997-1998 itu pertumbuhan ekonomi kita minus 13 persen, sedangkan sekarang masih tumbuh 4,7 persen. Lalu inflasi dulu itu 60 persen, sekarang masih 2 persen. Kalau kurs Rp 14 ribu itu kan angka, bukan level dalam persentase," tuturnya. Namun, Suahasil mengakui kalau pasar keuangan saat ini tengah bergejolak sehingga berimplikasi terhadap nilai tukar rupiah. Bank Indonesia, kata Suahasil, merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap stabilisasi nilai tukar.
"Gejolak pasar memang terjadi, tapi kami waspadai risikonya. Dari fiskal yang bisa kami lakukan adalah mempercepat penyerapan anggaran dan melakukan buyback obligasi jika pasarnya terganggu," tuturnya. Untuk menstabilkan pasar obligasi, Suahasil mengatakan pemerintah telah menyiapkan mengalokasikan sejumlah dana untuk membeli kembali surat utang negara (SUN) yang dilepas oleh investor. Apabila tidak cukup, ada skema Bond Stabilization Fund (BSF) yang bisa dimanfaatkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
"Intinya kalau dari kami uang negara mesti dibelanjakan. Presiden sudah ketemu dengan bupati dan kepala daerah untuk mempercepat penyerapan APBD," tuturnya. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Semester I 2015, lanjut Suahasil, pemerintah telah membuat proyeksi dolar terkini yakni sekitar Rp 13.200 atau lebih tinggi dari target Rp 12.500 di APBNP 2015. Sementara untuk tahun depan, nilai tukar rupiah diprediksi berada pada kisaran Rp 13.400 per dolar.
No comments:
Post a Comment