Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan likuiditas perbankan pada semester II-2015 ini akan naik jika dibandingkan dengan likuiditas semester I-2015. Pasalnya, perbankan bakal lebih jor-joran dalam menyalurkan kredit. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad mengatakan, tingkat likuiditas semester II akan berada di atas angka 89%. Sementara pada semester I-2015, tingkat likuiditas perbankan masih terjaga di kisaran 87%-89%. Perbankan pun bersiap untuk mengantisipasi hal ini. PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, salah satunya.
Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo menuturkan, posisi rasio pinjaman terhadap simpanan atawa loan to deposit ratio (LDR) BRI per Juni 2015 di level 87,87%. Dengan begitu, ruang untuk menyalurkan pembiayaan rupiah masih akan cukup.
Jika kebutuhan pembiayaan kredit proyek infrastruktur dibutuhkan, BRI bisa mencairkan dana simpanan di Bank Indonesia atau secondary reserve. Selain itu, jika kebutuhan pembiayaan lebih besar lagi, maka bank dengan kode emiten BBRI ini akan menaikkan suku bunga deposito untuk tetap bisa menjaga LDR. "Kalau kira-kira kredit tumbuh, BRI juga masih bisa melakukan diversifikasi pendanaan. Selain dari pencairan secondary reserve, bisa menaikkan suku bunga deposito untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, dan juga masih bisa terbitkan NCD," kata Haru .
Selain kebutuhan pendanaan untuk pembangunan proyek infrastruktur, kemungkinan pengetatan likuiditas denominasi dollar Amerika Serikat juga akan terjadi di tengah rencana bank sentral AS The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga acuan The Fed Fund Rate. Rencana itu, kata Haru, tidak serta merta membuat perseroan melakukan langkah di atas lantaran kebutuhan likuiditas dollar AS tidak akan signifikan.
Hal ini lantaran berbagai proyek infrastruktur sebagian besar berdenominasi rupiah. Begitu pun LDR valuta asing BRI masih rendah. Meski begitu, jika terdapat kebutuhan pendanaan denominasi valuta asing, BRI memiliki program club deal dengan 11 bank dengan kesiapan dana sekitar Rp 7 triliun.
"Saya kira pembiayaan valas tidak akan sebesar rupiah. Infrastruktur BUMN juga sepertinya masih besar kebutuhannya dalam denominasi rupiah," kata Haru. Saat ini juga terdapat banyak tawaran-tawaran dari beberapa negara seperti China dan Jepang yang bisa digunakan sebagai alternatif pembiayaan. Dengan demikian, terdapat sumber likuiditas baru yang siap untuk pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.
"Sampai dengan September, saya belum melihat kebutuhan untuk menaikkan tingkat suku bunga deposito karena LDR masih cukup. Selain itu, akses ke bank-bank berupa bilateral loan dan standby loan juga masih ada," ujarnya.
No comments:
Post a Comment