Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Menteri ESDM Sudirman Said tidak mengubah harga tiga jenis BBM yang dijual PT Pertamina (Persero) tersebut. Premium RON 88 di wilayah penugasan luar Jawa-Madura-Bali tetap dipatok Rp 7.300 per liter, solar di harga Rp 6.900 per liter, dan minyak tanah Rp 2.500 per liter.
Sudirman mengatakan pemerintah terus mencermati perkembangan harga minyak dunia dan kondisi perekonomian nasional saat ini. Ia menjelaskan penetapan harga mulai bulan depan dilakukan setelah melakukan perhitungan harga jual eceran BBM selama 24 Juli hingga 24 Agustus 2015 serta melakukan simulasi alternatif periode perhitungan harga BBM yakni tiga, empat, dan enam bulan.
“Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata harga minyak bumi yang menunjukkan tren penurunan sebagai dampak perlambatan ekonomi dunia dan simulasi tersebut, maka harga jual eceran BBM secara umum tidak naik,” kata Sudirman, Jumat (28/8). Mantan bos PT Pindad (Persero) itu mengaku dalam menetapkan harga, instansinya berkoordinasi dengan Pertamina dan selalu mengedepankan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sebelumnya, ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mempertanyakan kebijakan pemerintah yang sudah cukup lama menahan harga BBM tersebut meskipun harga minyak dunia sedang turun. Padahal menurutnya di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak menentu seperti saat ini, satu hal yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga daya beli masyakat sekaligus menjaga inflasi terkendali di level rendah.
Langkah pertama yang menurut Faisal harus dilakukan adalah pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi dan mencermati penetapan harga BBM tak bersubsidi agar tetap sesuai dengan aturan yaitu terdapat margin keuntungan maksimum 10 persen. “Inilah bentuk stimulus nyata bagi rakyat banyak”, kata Faisal.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said akhirnya mengakui keputusan pemerintah tidak menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) penugasan jenis premium dan BBM bersubsidi jenis solar dan minyak tanah mulai 1 September mendatang karena ingin memberi kesempatan kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengambil untung.
Seperti diketahui, Pertamina sempat melaporkan penurunan laba pada semester I 2015 sebesar 49,55 persen menjadi US$ 570 juta akibat tidak berubahnya harga jual premium dan solar yang ditetapkan pemerintah sejak 28 Maret 2015. Selama tiga bulan sampai Juni 2015, Pertamina diminta untuk melego premium ke masyarakat di harga Rp 7.300 per liter dan solar di harga Rp 6.900 per liter. Padahal harga tersebut lebih rendah dibandingkan harga keekonomian.
Sebelumnya Direktur Pembinaan Hilir Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengungkapkan kebijakan pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga BBM sejak Maret 2015 telah membuat Pertamina menombok kerugian hingga Rp 12 triliun.
Sementara saat ini ketika harga minyak dunia sempat menyusut dibawah US$ 40 per barel, para pengamat ekonomi sampai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah meminta pemerintah untuk menurunkan harga jual premium dan solar. Sehingga bisa meningkatkan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. Sampai akhirnya Menteri ESDM menjelaskan latar belakang keputusan mempertahankan harga BBM tersebut.
“Selain pertimbangan harga minyak dunia serta memperhatikan kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga dan logistik, keputusan Pemerintah tidak mengubah harga jual BBM juga karena perlunya dilakukan upaya untuk mengurangi kerugian yang dialami oleh Badan Usaha yang mendapat penugasan Pemerintah untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM,” ujar Sudirman dikutip dari laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Jumat (28/8).
Mantan Wakil Direktur Utama PT Petrosea tersebut mengakui selama beberapa periode sebelumnya, badan usaha tersebut alias Pertamina harus menjual BBM, khususnya Premium di bawah harga keekonomian. “Sementara itu, apabila terdapat selisih positif atas penetapan harga khususnya untuk solar, akan digunakan sebagai tabungan dana ketahanan energi dan pengembangan infrastruktur,” kata Sudirman.
Namun, Sudirman menegaskan setiap kebijakan penetapan harga BBM yang diambil pemerintah selalu melibatkan auditor pemerintah maupun Badan Pemeriksa Keuangan. “Audit itu mencakup realisasi volume pendistribusian jenis BBM tertentu, penugasan khusus, besaran harga dasar, biaya penugasan pada periode yang telah ditetapkan, besaran subsidi, hingga pemanfaatan selisih-lebih dari harga jual eceran,” jelasnya.
Keputusan pemerintah yang kembali menahan harga jual premium, solar, dan minyak tanah untuk memberi keuntungan bagi Pertamina sebelumnya telah diprediksi Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kardaya Warnika. Ia menyebut Pertamina meminta jaminan keuntungan laba sebesar US$ 1,7 miliar kepada pemerintah dengan bersedia mengikuti penetapan harga BBM yang tidak mengikuti perkembangan harga minyak meskipun subsidi BBM jenis solar telah dipatok tetap Rp 1.000 per liter dan subsidi premium dihapuskan.
Namun mantan Kepala Badan Pengelola Usaha Hulu Migas (BP Migas) tersebut tidak menduga setelah diterpa kritik harus menurunkan harga BBM saat harga minyak mentah rendah, pemerintah belum juga menurunkan harga tersebut. Padahal menurutnya, pemerintah seharusnya mendahulukan kepentingan masyarakat ketimbang Pertamina.
"Yang akan dibantu rakyat atau Pertamina? Kalau menurut saya, untuk energi ini rakyat harus didahulukan," ujar Kardaya.
No comments:
Post a Comment