Operator seluler, PT Indosat Tbk (ISAT) mengalami rugi bersih Rp 733,8 miliar sepanjang semester I-2015. Menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang rugi sebesar Rp 1,117 triliun. Kinerja Indosat yang berhasil menekan kerugian ini ditopang pertumbuhan pendapatan perseroan sebanyak 8,7%. Sepanjang semester I-2015, Indosat berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 12,62 triliun, naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 11,613 triliun.
Selain itu, anak usaha perusahaan asal Qatar, Ooredoo ini juga menderita kerugian kurs akibat pelemahan rupiah sebesar Rp 996,5 miliar selama semester pertama. Division Head Investor Communication Indosat Andromeda Tristanto mengatakan, pendapatan dari seluler masih jadi penyumbang terbesar Indosat dengan kontribusi 81%. Disusul pendapatan dari layanan data tetap sebanyak 15%, dan telepon tetap sebesar 4%.
"Selain kenaikan pendapatan, total utang Indosat juga naik sebesar 30,9% dibanding periode yang sama tahun lalu dari Rp 21,6 triliun menjadi Rp 28,28 triliun," jelas Andromeda ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat. Kenaikan utang, kata Andromeda, terjadi karena perusahaan mengambil kebijakan penarikan fasilitas pinjaman baru untuk persiapan percepatan pelunasan obligasi dalam dolar dan menggantinya ke utang rupiah.
Dari sisi pelanggan, Indosat berhasil menambah sebanyak 13,6 juta langganan baru atau tumbuh sebesar 24,7%. Jumlah pelanggan Indosat hingga akhir semester satu tercatat sebanyak 68,5 juta pelanggan. Sementara, total menara BTS (base tranceiver station) juga bertambah menjadi 42.969 dari tahun lalu di periode yang sama sebanyak 34.556 tower.
Akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), PT Indosat Tbk (ISAT) mencatatkan kerugian selisih kurs sebesar Rp 996,5 miliar sepanjang semester I-2015. Agar kerugian kurs tidak semakin membengkak pada bulan-bulan selanjutnya, operator seluler itu menarik pinjaman baru (refinancing) guna membayar utang obligasi perusahaan yang berdenominasi dolar AS. Selain itu, perusahaan juga mulai mengalihkan utangnya ke rupiah.
"Makanya ada peningkatan utang sebesar Rp 5 triliun dari bulan Maret hingga Juni. Sementara khusus dari utang dalam dolar AS ada kenaikan utang sebesar US$ 280 juta. Dari sebelumnya sebesar US$ 890 juta di Maret, jadi US$ 1,17 miliar pada Juli," jelas Division Head Investor Communication Indosat Andromeda Tristanto ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat, Jumat (28/8/2015).
Penarikan utang baru pada Juli tersebut, menurut Andromeda, dilakukan untuk melunasi sebagian utang obligasi dalam bentuk dolar AS yang sebenarnya jatuh tempo pada tahun 2020. Hal itu dilakukan dengan mempercepat pelunasan obligasi pada Juli tahun ini lewat call option agar tidak semakin menambah rugi kurs.
"Setelah pelunasan dipercepat untuk utang dalam US dolar pada Juli, jumlah utang Indosat dalam dolar AS turun menjadi US$ 676 juta di Juli dari bulan sebelumnya sebesar US$ 1,17 miliar. Di sisi lain utang dalam rupiah naik dari Rp 12,82 triliun menjadi Rp 14,34 triliun di bulan yang sama," ujar Andromeda.
Selama Agustus, kata Andromeda, anak usaha Ooredoo ini juga berupaya memperkecil utang dolarnya dan terus mencari pinjaman baru dalam kurs rupiah. "Agustus utang dolar kita turun lagi dari US$ 676 juta di Juli menjadi US$ 515 juta per 15 Agustus. Untuk rupiah kita tambah dari sebelumnya Rp 14,34 triliun jadi Rp 15,34 triliun di bulan yang sama," tuturnya.
No comments:
Post a Comment