Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo siang ini bercerita soal nilai tukar rupiah di hadapan ratusan pelajar SMP Pangudi Luhur, Jakarta Selatan. Salah satu siswa bernama Brian bertanya kapan rupiah bisa kembali normal. Sebab saat ini dolar Amerika Serikat (AS) sudah mencapai Rp 14.000. Ini berarti rupiah sudah undervalued alias nilainya terlalu rendah.
"Kan sekarang dolar naik, rupiah turun. Apa langkah konkret yang bisa Bank Indonesia lakukan supaya rupiah tidak terus-terusan turun?" tanya Brian kepada Agus, Rabu (26/8/2015). "Supaya dolar dan rupiah harmonis, adik-adik, tiga tahun terakhir sedang ada krisis ekonomi di dunia. Krisis di Tiongkok karena ekonomi melemah, harga komoditi andalan Indonesia melemah dan ada ekonomi Amerika membaik setelah krisis jadi mau naikkan suku bunga," jawab Agus.
Agus menambahkan, saat ini Indonesia juga masih banyak lakukan impor sehingga pasokan dolar AS di dalam negeri dibawa ke luar Indonesia. Sehingga pasokan di pasar keuangan valuta asing(valas) Indonesia menjadi tipis sekali. "Langsung kena dampak gejolak mata uang asing. Jadi adik-adik yang kita mesti jaga adalah kita jangan terlalu tergantung pada impor. Kita harus bisa ekspor. Jangan mengandalkan eskpor bahan mentah saja. Itu tidak memberi nilai dampak ekonomi. Kita harus bisa buat bahan mentah jadi barang jadi baru diekspor," ujarnya.
Agus juga meminta seluruh rakyat Indonesia berupaya, supaya transaksi keuangan di dalam negeri lebih baik. Sehingga Indonesia bisa siap-siap menghadapi gejolak ekonomi dunia. "Yang saya tanya ke Bapak, apa tindakan konkretnya?" Brian kembali bertanya. "Bank Indonesia harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah. Otoritas moneter harus bekerjasama dengan fiskal dan riil. BI keluarkan kebijakan moneter yang tepat," jawab Agus.
"Kita harus meyakinkan, kalau pun impor lebih besar dari ekspor tidak lebih dari dua setengah dari besaran ekonomi negara kita. Indonesia harus menjaga kondisi pasar valuta asing supaya gerakannya tidak menakutkan dan selalu menjaga cadangan devisa. BI juga menjaga agar utang dunia usaha terjaga," tambah Agus.
Agus mengatakan, BI juga sudah keluarkan kebijakan mewajibkan masyarakat Indonesia gunakan rupiah untuk transaksi di dalam negeri, tidak boleh lagi menggunakan dolar AS. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo siang ini bercerita soal nilai tukar rupiah di hadapan rarusan pelajar SMP Pangudi Luhur, Jakarta Selatan. Agus dihujani pertanyaan oleh para pelajar soal rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS).
Salah satu pelajar bernama Kevin bertanya kepada Agus. "Mengapa (pelemahan) rupiah bisa bikin perusahaan bangkrut?" Tanya Kevin, Rabu (26/8.2015). "Karena perusahaan butuh pinjaman. Sementara pinjamannya pakai valuta asing. Sementara penerimaannya pakai Rupiah. Membuat dia ada risiko nilai tukar. Kalau Rupiah lemah, penerimaannya lebih sedikit, maka lama-lama bangkrut," jawab Agus.
Agus mengatakan, pada 1997 rupiah melemah hingga 600%. Sementara tahun ini hanya melemah 15% dari Rp 12.000 sampai Rp 15.000. Namun sayangnya, pelemahan rupiah sekarang ini tidak bisa dimanfaatkan oleh eksportir karena impor lebih tinggi daripada ekspor. "Kita lebih pandai impor. Kalau kebanyakan impor, bisa melemahkan rupiah kita. Kita harus hindari impor yang tidak perlu," jelasnya. Selain itu, kata Agus, orang Indonesia senang berlibur ke luar negeri tapi tidak pandai mengajak wisatawan asing berlibur ke Indonesia.
"Kita lebih senang berlibur ke luar negeri. Mestinya kita pandai membuat wisatawan datang ke dalam negeri. Supaya mereka banyak bawa dolar ke dalam negeri," ujarnya. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo siang ini menjadi 'guru dadakan' di almamaternya, SMP Pangudi Luhur. Agus telaten memberi penjelasan soal moneter di hadapan ratusan pelajar SMP yang sangat antusias dengan kedatangannya.
Acara ini merupakan program Bank Indonesia Mengajar dalam rangka HUT ke-62 BI dan HUT ke-70 Republik Indonesia (RI). Dalam sesi diskusi, para pelajar pun rebutan untuk bertanya. Meski masih kecil, tapi anak-anak SMP ini sudah bertanya soal upaya BI mengatasi pelemahan rupiah sampai langkah konkret BI mengatasi dolar AS yang sudah tembus Rp 14.000.
Ada salah satu pelajar bernama Brian yang bertanya soal langkah konkrit BI tersebut. Agus pun menjawab dengan penjelasan panjang. Pertanyaan tidak kalah berat diajukan oleh pelajar lainnya yang baru duduk di kelas 1 SMP bernama Radinka. "Apakah hanya dengan meningkatkan eskpor lalu Rupiah menguat?" Tanya Radinka.
"Radinka, bagus sekali pertanyaanmu. Indonesia tidak hanya harus meningkatkan ekspor tetapi juga mengurangi impor yang tidak perlu. Contoh kecil yaitu kita harus menabung. Tidak semua uang jajan dihabiskan. Jadi kalau kita butuh sewaktu-waktu bisa jadi dana darurat kan. Nah, sama dengan negara ini. Harus bisa nabung, harus bisa berinvestasi. Harus bisa nambah tabungan dengan meningkatkan produksi dalam negeri. Bikin baju sendiri, sepatu sendiri dan dipakai masyarakat sendiri," jawab Agus.
Agus meminta penduduk Indonesia harus jadi manusia berdaya saing tinggi. Harus bisa menyaingi Singapura, Malaysia dan negara lain supaya bisa jual barang produksi kita ke luar negeri. Pelajar lain bernama Ando bertanya, "bagaimana cara Bank Indonesia mengatasi kondisi krismon tahun 1997 lalu?"
"Ando, kalau ditanya krisis 1997, Ando lahir tahun berapa? Lahir 2003 ya? Untung belum lahir. Karena sangat menyakitkan krisisnya. Tidak hanya krisis ekonomi, tetapi sosial sampai pemerintahan jatuh. Itu jadi pengalaman berharga. Lalu apa peran Bank Indonesia? Peran BI, kata Agus, tidak hanya di Indonesia saja. Bank Indonesia bekerjasama dengan bank internasional seperti IMF, Asian Development Bank untuk menjaga moneter dunia.
"Pada 1997 itu pertunbuhan ekonomi kita minus 17%, sekarang masih kita tumbuh 5,7%," jelas Agus. Agus menjelaskan, inflasi naik 65% pada 1997, bank-bank umum hampir semuanya bangkrut. Perbankan perlu diselamatkan untuk ditambah modalnya. "Uang juga lari ke luar negeri. Ini semua sudah distabilkan dan ekonomi Indonesia sudah kembali stabil dan terlihat dari pertumbuhan ekonomi baik, stabilitas nilai tukar baik, income per kapita naik," jelasnya.
No comments:
Post a Comment