Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, menyebut bahwa Indonesia memiliki keunggulan empat sektor industri dibanding negara-negara anggota ASEAN lainnya. Di sektor unggulan tersebut bisa diterapkan perdagangan bebas. "Ada sektor-sektor di mana kita jagoan, harusnya kita minta sebebas-sebebasnya di ASEAN, kita pasti menang," kata Rizal saat memberikan kuliah umum di Universitas Mercu Buana, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Rizal menyebutk, sektor pertama di mana Indonesia memiliki keunggulan yakni tekstil. Indonesia memiliki industri tekstil yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, sehingga daya saingnya tinggi. Menurutnya, hanya tekstil Thailand yang bisa berkompetisi dengan Indonesia di ASEAN.
"Tekstil mulai dari hulu bikin benang, garmen, design kita bagus. Nggak ada lawan kita di ASEAN, lawan kita cuma sedikit, Thailand. Kita harusnya minta (perdagangan) sebebas-bebasnya untuk tekstil," cetusnya. Kemudian, sektor telekomunikasi dinilai Rizal juga menjadi keunggulan Indonesia di ASEAN, hanya Singapura yang bisa menandingi. Sektor ketiga yang dianggap Rizal sangat bisa bersaing di ASEAN adalah bank pedesaan.
"Di telekomunikasi kita lumayan hebat. Saingan kita cuma Singapura. Kemudian bank pedesaan, kita termasuk nomor 1 di dunia. Profesor Junus saja (Muhammad Junus) belajar dari BRI, dia pulang ke negaranya (Bangladesh) dan dia terapkan sistem yang sama, tapi untuk segmen masyarakat yang lebih bawah," paparnya.
Terakhir, Rizal menyebut industri kreatif sebagai sektor yang juga bisa dimenangkan Indonesia di ASEAN. "Dalam bidang design kita nomor satu, musik, film, puisi, Indonesia nomor satu di ASEAN. Budaya kita kaya sekali. Produk kreatif kita pasti unggul di ASEAN," tuturnya.
Lebih lanjut, dia meminta pemerintah lebih berhati-hati ketika menegosiasikan perdagangan bebas. Untuk sektor-sektor yang masih perlu proteksi, harusnya Indonesia tak membukanya untuk perdagangan bebas. Dia mengatakan, bahkan negara adidaya sekelas Amerika Serikat tak mau membuka sektor-sektor yang masih belum berdaya saing.
"Negara paling liberal di dunia, Amerika Serikat, waktu mau tanda tangan NAFTA, dia nggak bebaskan semua sektornya. Mereka punya tim untuk petakan sektor mana yang mereka kuat, mereka minta itu dibebaskan. Untuk sektor yang mereka nggak kuat, mereka minta waktu," ujarnya.
Dirinya mengaku kecewa dengan sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang dibuat pemerintahan sebelumnya. Sebab, perjanjian-perjanjian tersebut hanya mengedepankan 'free trade', bukan 'fair trade'. Akibatnya Indonesia dirugikan. "Kita zaman dulu yang penting pasar bebas tanpa melihat sektor mana yang kuat sektor mana yang lemah. Yang penting buat Indonesia bukan free trade, tapi fair trade," tandasnya.
No comments:
Post a Comment