"Juga bupati dan gubernur ini karena politiknya. Itu takut sama buruh ya naik-naikkan saja. Yang bayar kan pengusaha. Bukan gubernur dan bupati yang bayar. Mereka tidak mengerti yang terjadi di perusahaan-perusahaan itu," kata Sofjan di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (11/12/2014)
Menurut Sofjan, seharusnya para kepala daerah lebih fokus membenahi para pegawai negeri sipil (PNS) dari sisi kesejahteraannya maupun kinerjanya. Ia menyarankan, kepala daerah tak terpengaruh tekanan buruh bila menetapkan UMP/UMP. "Benahi saja dulu PNS-nya banyak yang di bawah itu. Bagaimana nasib petani, nelayan, upahnya bukan main kecilnya. Kenapa bukan itu dulu yang dibenahi, jangan mengurusi yang padat karya," katanya.
Selain mengkritik kepala daerah, Sofjan juga menyindir para pemimpin serikat pekerja di Indonesia yang tak peduli dengan nasib pelaku usaha. Sofjan tegas menyindir, saat ini banyak ketua serikat pekerja yang sudah tak lagi bekerja, dan lebih memilih sibuk di organisasi buruh.
"Buruhnya juga harus mengerti, karena sebagian pimpinan serikat buruh itu sudah tidak bekerja lagi. Itu yang bikin kita pusing. Kalau dia nggak kerja, bagaimana dia tahu buruh itu? Senang saja naik-naik gaji, dia nggak tahu perusahaan seperti apa," sindir Sofjan.
Demo buruh yang terus terjadi tiap tahun sudah memusingkan. Harusnya pembicaraan seputar kenaikan upah minimum provinsi (UMP) bisa dibicarakan dengan baik dalam Dewan Pengupahan, tanpa buruh melakukan demo. Anggota Tim Ekonomi Wakil Presiden, Sofjan Wanandi mengatakan, saat menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dirinya meminta perusahaan melakukan dialog dengan buruh terkait upah.
"Kita minta di perusahaan masing-masing bicaralah dengan buruhnya. Apa yang bisa dinaikkan, naik BBM kita bilang uang transportasinya dinaikkan. Tapi kan yang demonstrasi ini kan kita juga pusing, kita bingung juga. Mereka itu sebenarnya kan sudah ada di dalam dewan pengupahan. Mereka terwakilkan, di situlah kompromi terjadi," tutur Sofjan.
Hal ini disampaikan Sofjan di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (11/12/2014). Soal upah, Sofjan mengatakan, saat ini item kebutuhan hidup layak (KHL) sudah makin banyak dimasukkan. "Sekarang hidup layak sudah terlewati, ditambah lagi item-itemnya jadi 80," kata Sofjan.
Sofjan tidak mau upah naik hanya karena aksi demo buruh. Karena kenaikan upah ini merugikan perusahaan kecil atau UKM yang sifatnya padat karya atau memiliki banyak pegawai. "Yang masalah sekarang, 95% perusahaan Indonesia itu padat karya dan UKM yang tidak bisa bayar. Kita tidak bisa dorong mereka, yang bisa bayar yang besar-besar. Yang kecil jadi korban. Ini tidak boleh dikorbankan menurut saya," jelas Sofjan.
Bahkan Sofjan mengatakan, demo buruh sudah melewati batas. Dari kalangan pengusaha berpikiran, tidak ada paksaan untuk mempekerjakan seorang buruh di tempatnya. "Mereka bekerja kan melamar kepada kita, kita tidak paksa mereka kerja di kita. Jadi jangan caranya begitu. Karena pemerintahan sebelumnya lemah, naik upah bukan karena produktivitas naik, karena demo-demo naiknya," tegas Sofjan.
Jadi mungkin maksudnya adalah ... salah sendiri mau jadi buruh atau karyawan. Siapa suruh tidak mau jadi pengusaha. Jadi pengusaha kan enak bisa tetap hidup tanpa buruh atau karyawan.
No comments:
Post a Comment