Monday, December 8, 2014

Tunggakan Pajak Di Jawa Timur Mencapai Rp. 900 Milyar

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I makin gencar menagih piutang pajak. Dari total 630.000 wajib pajak di wilayah kantor tersebut, sekitar 5.000 di antaranya menunggak pembayaran. Nilai tunggakan mencapai Rp 900 miliar.

Kepala Kanwil Dirjen Pajak Jawa Timur I Ken Dwijugiasteadi mengancam akan bertindak tegas terhadap wajib pajak yang membandel, termasuk melakukan penahanan alias gijzeling. "Kami tagih aktif. Kalau kurang bayar, aset bisa disita dan kalau mangkir, kami bisa paksa badan," ujarnya di sela acara lelang barang sitaan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut, Senin, 8 Desember 2014.

Agar penerimaan di sektor pajak kian meningkat, berbagai barang yang disita dari wajib pajak kemudian dilelang secara terbuka. Di antaranya sepeda motor, mobil, truk, dan pelbagai perlengkapan kantor. Lelang yang digelar hari ini bernilai Rp 617,35 juta. "Kami menargetkan pencapaian lelang 95 persen tahun ini," kata Ken.

Pada tahun ini, Kanwil Dirjen Pajak Jatim I menargetkan penghimpunan pajak sebesar Rp 24,9 triliun. Sampai pekan pertama Desember 2014, Ken mengatakan pihaknya mampu mengumpulkan sekitar Rp 20,9 triliun atau 85 persen dari target.

"Kami prediksikan sampai akhir tahun bisa memperoleh 95 persen atau sekitar Rp 23,45 triliun," katanya. Adapun pada 2015 Kanwil Dirjen Pajak Jatim I mengincar pertambahan penerimaan pajak sekitar Rp 10 triliun.

Pemerintah Kota Surabaya menjalin kerja sama dengan Kementerian Keuangan dalam berbagi basis data wajib pajak. Kerja sama ditandai dengan penandatanganan kesepakatan antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany di Balai Kota Surabaya, Senin, 8 September 2014.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I Jawa Timur Ken Dwijugiasteadi dan Sekretaris Kota Surabaya Hendro Gunawan ikut membubuhkan tanda tangan. Penandatanganan kerja sama disaksikan Menteri Keuangan Chatib Basri. "Kalau punya satu database, tidak akan bisa lagi orang bicara hindari pajak," kata Risma seusai penandatanganan.

Risma mengaku kerja sama itu sudah lama ditunggu. Menurut dia, sharing database juga akan mempermudah pengelolaan dan penghitungan pajak. Kementerian Keuangan bisa mengambil data wajib pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dikelola Pemerintah Kota. Sedangkan Pemerintah Kota bisa mengecek perusahaan-perusahaan di daerah yang menghindari pajak. "Termasuk juga meminta pembagian dana perimbangan dari perusahaan-perusahaan besar yang bermarkas di Surabaya," katanya.

Menteri Chatib mengatakan kerja sama itu untuk optimalisasi penerimaan pajak. Dia mengaku selama ini pihaknya kesulitan menelusuri wajib pajak baik perusahaan maupun perorangan. Karena tidak ada data konkret, pihaknya tidak bisa melakukan pengecekan silang. "Misalnya income-nya enggak besar, tapi ternyata dia punya lima unit apartemen, tujuh mobil. Ini yang dikejar," kata Chatib.

Surabaya disebut sebagai kota pertama yang bekerja sama dengan Kementerian Keuangan ihwal pembagian database ini. Nantinya data yang dimiliki daerah bisa terhubung secara online dengan pusat, sehingga mudah dilakukan pencocokkan data.

Chatib menilai Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, yaitu 7,56 persen, melebihi nasional yang hanya 5,2 persen. Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi, perolehan pajak juga harus bisa dioptimalkan. Apalagi, kata Chatib, Wali Kota Surabaya sudah mempersiapkan sistem database ini sejak dua tahun lalu.

No comments:

Post a Comment