Wednesday, March 25, 2015

Inpres No. 5 Tahun 2015 Presiden Jokowi Belum Mampu Sejahterakan Petani

Inpres No. 5 Tahun 2015 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atas gabah/beras yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 17 Maret 2015 dinilai belum akan menguntungkan petani. Meski terjadi kenaikan bila dibandingkan HPP sebelumnya (Inpres No. 3 Tahun 2012), namun hal tersebut tidak serta-merta mampu meningkatkan pendapatan petani padi.

M. Nuruddin Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API) mengatakan saat ini harga Gabah Kering Panen (GKP) ditingkat petani berdasarkan HPP 2015 adalah Rp 3.700 per kg dan Rp 3.750 per kg di penggilingan. Untuk Gabah Kering Giling (GKG) Rp 4.600 per kg di penggilingan atau Rp 4.650 per kg di gudang Bulog. Sedangkan untuk harga pembelian beras adalah Rp 7.300 per kg.

“Penetapan harga baru tersebut meningkat 10 persen dari HPP berdasarkan Inpres No.3/2012 yang berlaku sebelumnya, yakni GKP di tingkat Petani Rp 3.300 per kg dan Rp 3.350 per kg di penggilingan, GKG di tingkat penggilingan Rp 4.150 per kg dan Rp 4.200 per kg di gudang Bulog, Beras Rp 6.600 per kg di gudang Bulog,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (26/3).

Menurutnya, HPP 2012 yang berlaku dan bertahan selama lebih dari 3 tahun dan baru dirubah pada medio Maret 2015 menjadikan peningkatan 10 persen tidak cukup berarti bagi petani. Karena faktanya di pasaran saat ini harga pembelian gabah di tingkat petani sudah jauh di atas ketetapan HPP baru, yakni berkisar rata-rata antara Rp 4.000 hingga Rp 4.500 seperti di daerah Jombang, Madiun dan Bojonegoro serta beberapa kabupaten lain di Jawa Timur.

“Harga juga tak jauh beda di daerah Jawa Tengah seperti Boyolali, Magelang dan Solo Raya serta sentra beras Karawang, di Jawa Barat. Demikian pula di beberapa daerah lain di luar Jawa seperti Lampung, yakni Rp 4.500 per kg dan Kalimantan Tengah yang bahkan harga GKP sempat tembus Rp 8.500 per kg,” ungkapnya.

Fakta peningkatan harga di pasaran tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor meningkatnya biaya produksi seperti biaya pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja maupun biaya non produksi lainnya seperti transportasi. “Semua faktor tersebut dipengaruhi oleh berbagai kondisi ekonomi di dalam negeri seperti harga BBM, yang juga memiliki dampak langsung terhadap kebutuhan hidup sehari-hari petani,” jelasnya.

Di satu sisi, lanjutnya, peningkatan 10 persen HPP gabah/beras berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 2015 belum menjawab kebutuhan petani untuk dapat hidup secara layak karena masih senjangnya antara biaya pengeluaran produksi dan pendapatan rumah tangga tani.

“Petani lantas lebih memilih menjual padi atau gabahnya ke tengkulak karena harganya lebih tinggi dibanding harus menjualnya ke Bulog, dimana keadaan tersebut tentu akan berdampak pula pada rendahnya serapan Bulog atas gabah atau padi petani,” jelasnya

No comments:

Post a Comment