Thursday, March 19, 2015

Pendapat Pakar Tentang Ambisi Presiden Jokowi Untuk Swasembada Gula Tahun 2019

Target Presiden Joko Widodo untuk membuat Indonesia swasembada gula pada 2019 tak mendapat tanggapan positif dari kalangan akademikus pertanian. Guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan hal itu mustahil. "Karena perkembangan produksi gula cukup lambat dalam 10 tahun terakhir ini," kata dia di Wisma Antara pada Rabu, 18 Maret 2015.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan produksi gula tebu mencapai 3,8 juta ton pada tahun 2019. Angka tersebut seimbang dengan pertumbuhan 8,30 persen per tahun. Faktanya, angka perkembangan dalam sepuluh tahun terakhir pun kurang dari 3 persen. Pada 2004, tercatat produksi gula 2,05 juta ton, dan meningkat hanya 2,21 persen menjadi 2,55 juta ton pada 2014.

"Hanya dengan upaya luar biasa dan keajaiban, produksi gula dalam negeri bisa swasembada," kata Bustanul. Saat ini pun belum terlihat kebijakan dan sistem yang solid dari pemerintahan sekarang untuk memajukan industri gula. Langkah nyata yang sudah diambil hanya penambahan dana sebesar Rp 16,9 triliun guna memperbaiki irigasi.

Namun, para stakeholders (pelaku industri gula) masih belum kokoh dan solid. Mereka masih memperjuangkan kepentingan masing-masing. Pelaku industri gula rafinasi masih terus mengajukan impor gula mentah sementara gula petani tebu menumpuk di gudang. Menurut Bustanul, penghentian impor secara total dapat menjadi cara efektif untuk memacu swasembada. "Meski lose lose solution," kata dia.

Namun, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Indonesia Arum Sabil menyuarakan hal berbeda. Ia optimistis swasembada bisa tercapai asal pemerintah serius memperbaiki kebijakan, dan getol melakukan revitalisasi serta pembangunan pabrik gula. "Cukup tambah area 300 ribu hektare saja, dengan penghasilan 100 ton tebu per hektare, kita bisa dapat 7,5 juta ton gula per tahun," kata dia.

Saat ini, lahan tebu Indonesia ada seluas 450 ribu hektare, dengan penghasilan 72 ton tebu per hektare. Menurut Arum, Papua memiliki lahan yang berpotensi untuk perkebunan tebu baru. Sejarah pada zaman Belanda, kata dia, mencatat ada varietas tebu berkualitas tinggi pernah tumbuh di daratan itu. "Tapi ya memang terbentur kendala infrastruktur," katanya.

Staf Ahli Kementerian Badan Usaha Milik Negara Sahala Lumbangaol mengatakan pemerintah akan membangun sepuluh pabrik gula baru di Tanah Air. Hal ini untuk mendorong program swasembada gula pada 2019. "Namun belum kami pastikan lokasinya," kata dia di Wisma Antara pada Rabu, 18 Maret 2015, seusai menjadi pembicara pada seminar tentang bisnis gula. Ke semua pabrik ini akan berbentuk BUMN.

Selain pembangunan pabrik baru, ia juga merencanakan revitalisasi pabrik-pabrik gula tua. Diharapkan dapat meningkatkan produksi dari 6.000 ton tebu per hari menjadi 10 ribu ton. Untuk pembangunan pabrik baru, menurut Sahala, dapat dilaksanakan dalam 2-3 tahun ke depan. Namun, revitalisasi dapat dikerjakan mulai sekarang. "Tergantung kesiapan finansialnya," kata dia.

Menurut Ketua Asosiasi Tebu Indonesia Arum Sabil, ide ini dapat membantu mewujudkan target swasembada 2019. Penambahan pabrik dan revitalisasi dapat menambah kapasitas terpasang saat ini, yaitu 213 ribu ton tebu per hari, yang menghasilkan 2,8 juta ton gula.

Ia juga mengatakan adanya kebutuhan penambahan lahan penanaman tebu sebesar 300 ribu hektare. Saat ini, di Indonesia lahan tebu baru ada seluas 450 ribu hektare. "Taruhlah ada 750 ribu hektare yang menghasilkan 100 ton tebu per hektare," kata dia. Dengan rendemen 10 persen, ia mengatakan Indonesia mampu menghasilkan 7,5 juta ton gula per hari. Angka tersebut jauh melebihi kebutuhan nasional yang mencapai 4,5 juta ton, dan ada surplus 3 juta ton yang bisa dimanfaatkan untuk ekspor.

Namun, berbeda dengan Sahala dan Arum, pengamat pertanian dari Indef, Bustanul Arifin, menilai pembangunan pabrik gula tak efektif untuk pencapaian swasembada 3,9 juta ton pada 2019. "Kalau pabrik baru kan harus tunggu tanam baru lagi. Jadi kapan dapatnya?" kata dia. Menurut dia, ide paling realistis adalah menghentikan impor gula.

No comments:

Post a Comment