Perusahaan rokok terbesar di lantai bursa saham Indonesia, PT Handala Manjaya Sampoerna Tbk. Mencatatkan pelemahan kinerja dengan menurunnya laba bersih perseroan sebesar 5,83 persen menjadi Rp 10,18 triliun dari perolehan 2013 mencapai Rp 10,81 triliun karena beban pita cukai naik.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dikutip pada Jumat (20/3), penjualan bersih Sampoerna pada 2014 sebenarnya menanjak menjadi Rp 80,69 triliun dari Rp 75,02 triliun di 2013. Namun, sayangnya beban pokok penjualan juga ikut meningkat menjadi Rp 60,19 triliun dari Rp 54,95 triliun.
Dari laporan arus kas, pembayaran cukai Sampoerna tercatat meningkat jadi Rp 40,17 triliun pada 2014, dari Rp 36,73 triliun pada 2013. Sementara itu, beban pita cukai tercatat naik menjadi Rp 34,71 triliun, dari Rp 30,50 triliun. Padahal, berdasarkan sifat, beban pita cukai merupakan yang terbesar nilainya.
Hal itu membuat laba kotor anak usaha Philip Morris International, Inc. ini hanya naik tipis menjadi Rp 20,5 triliun pada 2014, dari Rp 20,07 triliun pada 2013. Sementara beban penjualan menanjak menjadi Rp 5,29 triliun dari Rp 4,02 triliun. Lebih lanjut, laba sebelum pajak penghasilan pada akhirnya menurun jadi Rp 13,72 triliun, dari capaian 2013 sebesar Rp 14,5 triliun. Sementara, laba per saham dasar Sampoerna melemah menjadi Rp 2.323 dari sebelumnya Rp 2.468.
Adapun hingga 31 Desember 2014, total aset Sampoerna menjadi Rp 28,38 triliun dari sebelumnya Rp 27,4 triliun. Liabilitas mencapai Rp 14,88 triliun dari Rp1 3,24 triliun dan ekuitas Rp 13,4 triliun dari Rp 14,1 triliun. PT Philip Morris Indonesia hingga akhir tahun lalu tercatat masih menjadi pemegang saham mayoritas HM Sampoerna sebesar 98,18 persen. Adapun, sisa saham Sampoerna yang dimiliki oleh publik sebesar 1,82 persen.
Sebelumnya, dalam rangka mengejar target penerimaan negara, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk hasil tembakau. Kebijakan ini dipastikan akan mendongkrak harga jual rokok di pasar domestik. "Kami rencanakan untuk menaikkan tarif (PPN rokok). Cuma kami belum tentukan tarifnya berapa persen," kata kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Irawan di Gedung Utama Kantor DJP, Jakarta, Kamis (5/3).
Menurut Irawan, inisiatif ini muncul karena mempertimbangkan harga jual rokok di tanah Air yang lebih rendah dibandingkan harga rata-rata di negara lain, khususnya di kawasan Asean. Selain itu, rokok dinilai sebagai barang inelastis yang meskipun harga naik, konsumsinya cenderung akan tetap
No comments:
Post a Comment