Pemerintah Malaysia dan pemerintah Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Dalam MoU mengatur upah yang harus dibayarkan oleh setiap warga Malaysia yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia sebagai pembantu rumah tangga.
Seperti yang dilansir Bernama pada 23 Maret 2015, Wakil Menteri Sumber Daya Manusia Datuk Ismail Abd Muthalib mengatakan Malaysia dan Indonesia telah menandatangani MoU yang menaikkan upah minimum setiap pembantu rumah tangga sebesar RM 7,800 atau setara Rp 27,6 juta.
"Biaya tersebut wajar dengan mempertimbangkan biaya yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor pembantu Indonesia lainnya, seperti Singapura, Hong Kong, Taiwan, dan negara-negara Timur Tengah," kata Wakil Menteri Sumber Daya Manusia Datuk Ismail Abd Muthalib saat sesi tanya jawab di parlemen usai penandatanganan MoU.
Ismail mengatakan saat ini ada dua mekanisme yang digunakan Malaysia untuk mempekerjakan warga asing di negara itu. Pertama melalui penandatanganan MoU dan tidak melalui mekanisme MoU. "Saat ini perekrutan melalui MoU hanya dengan Indonesia, yang majikan tidak diperbolehkan untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga secara langsung," ujarnya.
Sedangkan untuk negara-negara lain yang tidak melakukan Mou dengan Malaysia, kata Ismail, proses perekrutan tenaga kerja asing melalui kedutaan masing-masing negara di Malaysia dan berdasarkan peraturan imigrasi yang ada.
Ismail mengatakan agen pengiriman tenaga kerja Indonesia lebih tertarik untuk mengirim pembantu rumah tangga mereka ke negara-negara lain dibanding ke Malaysia karena faktor gaji. "Faktor gaji yang tidak kompetitif juga menjadi alasan untuk sedikitnya pembantu dari Indonesia yang ingin bekerja di Malaysia."
Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Jawa Barat bekerja sama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengadakan sosialisasi penggunaan transaksi nontunai bagi TKI. Sosialisasi dilakukan di Bale Pasundan, Jalan Braga Nomor 108, Kota Bandung, Senin, 2 Maret 2015.
Kepala Kanwil BI Jawa Barat Rosmaya Hadi mengatakan sosialisasi itu bertujuan memberikan edukasi dan meningkatkan pemahaman sejumlah pihak yang terlibat dalam penempatan tenaga kerja Indonesia, di antaranya tentang tujuan dan manfat transaksi nontunai. Sejumlah pihak yang diundang antara lain perusahaan pengerah TKI swasta, balai latihan kerja luar negeri, perusahaan asuransi yang menyediakan perlindungan asuransi TKI, lembaga penyedia sarana kesehatan, dan badan sertifikasi kompetensi bagi TKI.
"Nantinya transaksi nontunai sangat membantu bagi TKI yang ada di luar negeri kalau mereka mendapatkan gaji atau mau mengirim uang kepada keluarga mereka yang ada di Indonesia. Semuanya jadi lebih mudah dan efisien. Saat ini TKI masih menggunakan sistemcash to cash(tunai). Makanya sosialisasi ini penting," kata Rosmaya. Rosmaya menuturkan sosialisasi ini juga akan diselenggarakan di daerah lain, di antaranya Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Mataram, hingga satu bulan ke depan. Sebelumnya di Bandung, sosialisasi tersebut diselenggarakan di Medan dan Jakarta.
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid menyatakan program sosialisasi itu sebagai upaya perbaikan agar TKI tidak dirugikan. "Yang ingin kami tingkatkan ialah bagaimana mekanismenya menjadi account to account," ujarnya. Ihwal penggunaan transaksi nontunai diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penetapan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Salah satu pasalnya mewajibkan seluruh proses pembayaran jasa penempatan dan perlindungan TKI dilakukan secara nontunai.
Menurut Nusron, proses transaksi nontunai tersebut melalui produk perbankan, sepertimobile banking, Internet banking, anjungan tunai mandiri, dan kantor cabang.
No comments:
Post a Comment