Saturday, March 28, 2015

Penetapan Harga Keekonomian BBM Dinilai Tidak Transparan

Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai pemerintah tidak transparan dalam menentukan harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM). Karena hal itu, dia menilai wajar apabila banyak masyarakat yang curiga penentuan harga BBM masih syarat praktik manipulatif. "Kalau tidak dibuka (perhitungan untuk menentukan harga BBM itu), maka jangan salahkan masyarakat kalau masyarakat nilai ada yang ditilep," ujar Marwan di Jakarta, Sabtu (28/3/2015).

Menurut Marwan, pemerintah saat ini tak melakukan perbaikan dalam hal transparasi penentuan harga BBM kepada masyarakat. Berbagai formula perhitungan harga BBM pun tak pernah dipublikasikan.  Dia heran, awalnya pembentukan tim anti mafia migas memunculkan optimistis bahwa usul mafia migas bisa terbongkar dan penentuan harga BBM bisa transparan. Tapi nyatanya, sampai saat ini tak ada perubahan itu.

"Yang saat ini masih gelap itu penentuan harga BBm. Dulu katanya Petral mau dibubarkan, terus kewenangan impor dialihkan kepada ISC (Integrated Supply Chain) tapi tetap tidak transparan, tak dibuka ke publik," kata dia.  Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk lebih transparan dan membuka ke publik formula hitungan harga BBM tersebut. Bahkan, kalau perlu angka-angka yang menjadi dasar pemerintah menetapkan harga BBM juga dipublikasikan.

Sebelumnya, Pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium untuk Wilayah Penugasan luar Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali (Jamali), naik masing-masing Rp 500 per liter dari harga lama.Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Anthonius Tony Prasetiantono mengusulkan agar perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) dilakukan setiap enam bulan sekali jangan seperti saat ini. Pemerintah mengubah harga BBM setiap bulan. 

Menurut Tony, saat ini pasar selalu gonjang-ganjing karena kebijakan perubahan BBM itu. "Saya usul enam bulan sekali. Kalau tiga bulan terlalu cepat, satu tahun kelamaan," ujar Tony di Jakarta, Sabtu (28/3/2015).  Dia menjelaskan, kebijakan perubahan harga BBM enam bulan sekali diyakini tak akan membuat pasar gonjang-ganjing. Apalagi kata Tony, pengusaha di Indonesia terlalu responsif dengan langsung menaikan harga produknya setiap kali mendengar adanya kabar kenaikan BBM. Sementara saat BBM turun, para pengusaha tak menurunkan harga barang yang sudah telanjur naik.

Meski begitu kata Tony, usulannya tersebut bukan tak memiliki risiko. Pasalnya, apabila harga minyak dunia lebih tinggi dari asumsi pemerintah dalam menentukan harga BBM dalam negeri di jangka waktu tersebut, pemerintah harus nombok. Tahun lalu, subsidi pemerintah untuk BBM mencapai Rp 270 triliun.

Sebelumnya, pemerintah menaikkan harga BBM jenis solar dan premium untuk Wilayah Penugasan luar Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali (Jamali), masing-masing Rp 500 per liter dari harga lama. Pelaksana Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IGN Wiratmadja Puja mengatakan, harga solar naik menjadi Rp 6.900 per liter dari Rp 6.400 per liter.

Sementara itu, harga bensin Premium RON 88 naik menjadi Rp 7.300 per liter dari harga Rp 6.800 per liter. Wira menuturkan, keputusan tersebut diambil terutama atas dinamika dan perkembangan harga minyak dunia dan akan berlaku pada Sabtu (28/3/2015) mulai pukul 00.00 WIB.

Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, keputusan pemerintah kembali menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai bukti tak adanya konsep manajemen pengelolaan ekonomi yang baik. Bahkan, Enny mengeritik manejemen yang diterapkan pemerintah itu sama saja seperti manajemen warung kopi.

"Semakin tidak jelas mengelola negara. Ini manajemen warkop," ujar Enny saat dihubungi  Jakarta, Jumat (27/3/2015). Dia menjelaskan, gaya pemerintah mengelola negara, terutama ekonomi saat ini, cenderung reaktif dan hanya berorientasi jangka pendek. Salah satu kebijakan yang dinilai Enny reaktif adalah penghapusan subsidi BBM.

Menurut Enny, kebijakan penghapusan subsidi BBM membuat harga BBM dilempar ke harga pasar. Akibatnya, harga BBM naik-turun dengan mudah karena mengacu harga minyak dunia yang berfluktuasi. Apalagi kata dia, pengelolaan negara yang dilakukan pemerintah tak memiliki konsep yang jelas.Bahkan, Enny menyebut pemerintah tak memiliki perencanaan kebijakan yang baik. Hal itu yang dinilai Enny sama dengan cara mengelola ala warkop yang terbilang sederhana.

"Karena dengan menghapus subsidi kan artinya tidak memperhitungkan secara komprehensif. Kita setuju pengurangan subsidi tapi kan kalau seperti ini tidak rasional," kata dia.Pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium untuk Wilayah Penugasan luar Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali (Jamali), naik masing-masing Rp 500 per liter dari harga lama.

Pelaksana Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IGN Wiratmaja Puja mengatakan, harga solar naik menjadi Rp 6.900 per liter dari Rp 6.400 per liter. Sementara itu, harga bensin Premium RON 88 naik menjadi Rp 7.300 per liter dari harga Rp 6.800 per liter.

Wira menuturkan, keputusan tersebut diambil terutama atas dinamika dan perkembangan harga minyak dunia dan akan berlaku pada Sabtu (28/3/2015) mulai pukul 00.00 WIB. Adapun untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali, harga BBM jenis premium naik menjadi Rp 7.400 per liter dari harga awal Rp 6.900 per liter. Harga solar di Jamali sama dengan yang ditetapkan di luar Jamali, yaitu Rp 6.900 per liter

No comments:

Post a Comment