Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, untuk menggenjot ekspor, pemerintah tak hanya akan memberikan insentif. Sejak dalam tahap produksi, pemerintah berjanji memberikan berbagai kemudahan. Kementerian dan beberapa asosiasi saat ini melakukan pemetaan yang bertujuan untuk mengetahui penyebab peningkatan biaya produksi. "Pemerintah sudah menaikkan beberapa harga, jadi harus ada solusi. Tak hanya sekadar insentif," kata Rachmat, saat melakukan konferensi pers, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa 17 Maret 2015.
Hal yang menjadi perhatian namun tak termasuk dalam insentif, misalnya, hambatan di pelabuhan. Itu dilakukan untuk menekan biaya produksi. Pada dasarnya, upaya peningkatan ekspor menurut Rachmat, tidak hanya dilakukan saat rupiah melemah namun juga dalam kondisi normal.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan mengatakan, belum ada kriteria pasti dalam pemberian insentif ekspor. Pemerintah masih menggodok syarat apa saja agar perusahaan mendapatkan insentifnya.
Namun yang akan menjadi pertimbangan pemerintah misalnya, skala usaha, permodalan, tenaga kerja serta reputasi. "Yang pasti, perusahaan harus bersih dan taat pajak, " kata Partogi. Nilai ekspor Indonesia pada Februari 2015 mencapai US$ 12,29 miliar atau turun sebesar 7,99 persen dibanding ekspor pada Januari lalu yang sebesar US$ 13,35 miliar. "Bila dibandingkan dengan Februari 2014 juga turun 16,02 persen," ujar Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin di kantor BPS Jakarta, Senin, 16 Maret 2015.
Berdasarkan data BPS, penurunan ekspor pada Februari 2015 disebabkan oleh turunnya ekspor nonmigas sebesar 7,83 persen, yaitu dari US$ 11,279 miliar pada Januari lalu menjadi US$ 10,395 miliar. Selain itu, ekspor migas juga turun 8,82 persen, yaitu dari US$ 2,076 miliar pada Januari lalu menjadi US$ 1,893 miliar.
Suryamin mengatakan, penurunan terbesar ekspor nonmigas pada Februari 2015 terhadap Januari lalu terjadi pada perhiasan atau permata sebesar US$ 230,1 juta atau turun sebesar 29,94 persen. Sedangkan peningkatan terbesar untuk ekspor nonmigas terjadi pada besi dan baja sebesar US$ 41,7 juta. "Atau naik sekitar 56, 13 persen dari Januari lalu," kata dia.
Komoditas lainnya yang mengalami penurunan ekspor adalah bahan bakar mineral sebesar US$ 149,7 juta atau turun sebesar 9,83 persen dari Januari lalu. Kemudian lemak dan minyak nabati yang turun 6,54 persen; alas kaki turun 16,19 persen; dan mesin atau peralatan listrik turun 5,89 persen.
Selain itu, penurunan ekspor untuk migas disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil minyak sebesar 2,13 persen menjadi US$ 207,2 juta. Kemudian ekspor gas juga turun sebesar 25,61 persen menjadi US$ 941,3 juta. Volume ekspor migas Februari 2015 terhadap Januari lalu untuk minyak mentah naik sebesar 21,26 persen. Sementara hasil minyak dan gas turun masing-masing sebesar 10,28 persen dan 14,40 persen.
Selain itu, berdasarkan sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan periode Januari sampai Februari 2015 turun sebesar 8,06 persen dibandingkan periode sama pada 2014. Sementara ekspor hasil tambang dan lainnya turun 14,83 persen dan ekspor hasil pertanian naik sebesar 2,37 persen.
Untuk ekspor nonmigas ke Amerika Serikat pada Februari 2015 mencapai angka terbesar, yaitu US$ 1,19 miliar. Kemudian disusul oleh Jepang sebesar US$ 1,13 miliar, dan ketiga India sebesar US$ 0,96 miliar. "Dan kontribusi ketiganya mencapai 31,53 persen," ujar dia. Sementara ekspor ke Uni Eropa, yaitu 27 negara sebesar US$ 1,24 miliar.
Untuk provinsi asal barang pengekspor, ekspor Indonesia terbesar pada periode Januari sampai Februari 2015 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$ 4,16 miliar atau sekitar 16,21 persen. Kemudian diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar US$ 3,5 miliar atau 13,65 persen; dan Jawa Timur sebesar US$ 3,23 miliar atau 12,61 persen.
No comments:
Post a Comment