Lelah bekerja untuk orang lain dengan gaji yang pas-pasan, mendorong Imanuddin melepaskan pekerjaannya sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan desain di Kota Bandung, Jawa Barat. Ia memilih banting setir sebagai pengusaha kuliner yang sukses hingga meraup omzet Rp 15 juta/hari.
"Bosan kerja sama orang. Kalau pun gaji naik, paling naik seberapa sih? Apalagi di Bandung desain grafiskan kurang dihargai. Jadi saya pilih wirausaha dan berhenti kerja dari pekerjaan saya," ujar Imanuddin memulai perbincangan santainya melalui sambungan telepon, Minggu (22/3/2015).
Dorongan tinggi untuk menjadi pengusaha membuatnya nekat. Meskipun pada awalnya belum memiliki ide sama sekali tentang bisnis apa yang ingin dilakoninya. Dua bulan setelah memutuskan berhenti dari pekerjaannya, Iman masih belum juga mendapatkan ide bisnis apa yang cocok dilakoninya. Sampai akhirnya, ide bisnis itu tiba dan mengubah jalan hidupnya.
Pada 2012, Iman mendapat inspirasi dari jajanan khas Bandung bernama cilok yang dibawa kakaknya ketika sedang melamun di suatu sore. Makanan yang terbuat dari aci, sebutan untuk tepung sagu dalam Bahasa Sunda, langsung dicicipinya. Makanan menyerupai bakso yang ditusuk, dan ditaburi saus atau bumbu tersebut dirasanya cukup menarik sebagai ide bisnis.
"Tapi waktu itu saya merasa cilok ini kurang menarik dari penyajiannya dan rasanya. Akhirnya saya putar otak cari-cari resep cilok, dan hasilnya saya dapat resep saus. Jadi dari situ saya berpikir cilok yang bumbunya macam-macam," papar Iman.
Dari segi pengolahan pun Iman mencoba terobosan yang unik. Biasanya cilok direbus lalu dikukus, namun justru ia mengolahnya dengan cara dibakar. Hasilnya tampil satu produk panganan inovatif yang menggugah selera sehingga layak disajikan sebagai panganan di restoran.
"Cilok naik kelas," katanya.
Tak puas dengan hasil kreasinya, ia pun memikirkan panganan lain untuk melengkapi usahanya. Menurutnya tak lengkap bila makanan asin yaitu cilok, tak disandingkan dengan pilihan lain yang memiliki rasa manis. "Akhirnya ketemu makanan mochi. Itu kan rasanya manis. Jadi lengkap ide saya, ada asin ada manis. Seperti martabak, ada asin ada manis," tuturnya sembari tertawa.
Ide ini pula yang menjadi awal mula ia mendapatkan nama Mochilok. "Moci dan cilok. Kan 'Ci' ketemu 'Ci," tutur Iman. Setelah punya konsep dan memiliki nama, usahanya pun belum dimulai lantaran tak tahu resep untuk membuat moci. Resep panganan berbahan dasar sagu berbentuk bulat kenyal yang diisi gula dan kacang merah ini, ternyata memang sulit dicari.
Punya latar belakang pekerja desain grafis, yang ada di otaknya kala itu ternyata malah gambar logo. Hasilnya, bukannya mencari resep, justru ia membuat sebuah logo untuk perusahaan kulinernya, yaitu 'Mochilok'. Logo tersebut lantas dituangkannya dalam bentuk stiker dan gantungan kunci, yang dibagikannya secara cuma-cuma. Tanpa menjelaskan apa-apa, iman pun berhasil menuai penasaran setiap orang yang menerima suvenirnya tersebut.
Bersamaan dengan aksinya ini, Iman sambil berkelana dan berguru pada internet untuk memperoleh resep mochi ini. Enam bulan lamanya ia mencoba dan berkali-kali mengalami kegagalan, hingga akhirnya ditemukanlah ide cemerlang.
Gula kacang merah yang selama ini menjadi isian mochi, diubahnya dengan es krim. "Enam bulan saya trial and error. Tapi saya nggak menyerah, sampai akhirnya ketemu resep mochi dengan isi es krim," paparnya. Buah keisengan yang sebelumnya ia lakukan pun berdampak positif bagi usahanya. Ketika dibuka secara resmi, Mochilok langsung menuai sambutan positif.
"Mereka pada bilang, oooh ini Mochilok? Saya pernah lihat logonya. Jadi rasa penasaran itu jadi kuncimarketing saya," tuturnya bangga.
Meski sudah berjalan, ternyata bisnis ini bukan tanpa kendala. Modal awal Rp 5 juta yang kala itu diinvestasikannya dirasa kurang. "Karena sudah habis untuk beli freezer, peralatan, dan bahan baku mochi dan cilok," cerita dia.
Sembari terus menekuni usahanya tersebut, Iman pun memikirkan cara-cara agar bisnis yang dilakoninya semakin efisien dan menguntungkan. Salah satunya adalah dari segi pengemasan. "Produk mochi es krim kan mudah cair. Saya lihat-lihat bagaimana perusahaan es krim mengirim barangnya. Dari situ saya belajar untuk pengemasan dan pengirimannya," katanya.
Saat ini ia mengaku bisa memproduksi 7.000 mochi dan cilok dalam satu hari. Ketekunan dan kreativitasnya memberikan hasil yang cukup bisa dibanggakan. Malu-malu ia menyebutkan, dari usahanya yang terus berkembang ini Iman mampu meraup omzet hingga Rp 15 juta/hari.
"Kalau nggak hujan bisa sampai Rp 15 juta. Maklum, kalau hujan paling yang laku ciloknya saja lebih banyak. Masak orang mau makan es pas hujan," kata dia. Sebagai pelopor, ide Iman mulai banyak ditiru orang. Pesaing produknya pun semakin banyak bermunculan. Tetapi dasarnya punya mental wirausaha, semakin banyak pesaing justru dianggapnya semakin baik.
"Itu mendorong kita untuk terus berinovasi. Karena yang membuat hebat itu bukan apa yang kita jual, tapi bagaimana pikiran kita memperoleh ide baru untuk menghasilan barang jualan yang baru. Kita yang buat inovasi itu, yang lain hanya meniru. Itu satu kebanggan tersendiri buat kita. Yang penting mental, jangan takut persaingan," pungkas dia menutup pembicaraan.
No comments:
Post a Comment