Badan Pusat Statistik mencatat, dari enam ibu kota provinsi di Pulau Jawa, dua kota mengalami inflasi dan empat kota mengalami deflasi sepanjang Januari lalu. Inflasi tertinggi terjadi di Surabaya, Jawa Timur, sebesar 0,41 persen. "Inflasi di Surabaya tertinggi dibandingkan angka inflasi di semua ibu kota provinsi di Pulau Jawa," kata Kepala Badan Pusat Statistik M. Sairi Hasbullah kepada wartawan, Senin, 2 Februari 2015.
Selain Surabaya, inflasi terjadi di Yogyakarta sebesar 0,13 persen. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Semarang sebesar -0,48 persen, Jakarta -0.41 persen, Serang -0,24 persen, dan Bandung sebesar -0,05 persen.
Inflasi sepanjang Januari ini dipicu oleh beberapa faktor. Di antaranya ialah kenaikan tarif angkutan udara sebagai dampak langsung pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91/2014 mengenai tarif batas bawah angkutan udara sekurang-kurangnya sebesar 40 persen dari tarif batas atas.
Ada pula kenaikan tarif kereta api setelah pengalihan subsidi untuk KA ekonomi jarak jauh dan jarak sedang kepada KA lokal dan commuter. "Juga tingginya harga daging dan telur ayam ras, belum tibanya waktu panen padi, dan naiknya harga emas," kata Sairi menuturkan.
Meski demikian, inflasi keseluruhan di Jawa Timur pada Januari 2015 yang sebesar 0,20 persen tergolong paling rendah dibandingkan 13 tahun terakhir. Rendahnya inflasi bulan ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya penurunan harga bahan bakar minyak dunia dan bahan bakar minyak subsidi sebanyak dua kali.
Dua kali penurunan harga bahan bakar minyak oleh Presiden Joko Widodo mulai memberi dampak. Badan Pusat Statistik melaporkan pada hari ini, Senin, 2 Februari 2015, sepanjang Januari 2015, terjadi deflasi atau penurunan harga rata-rata barang dan jasa sebesar 0,24 persen. Jadi, inflasi tahunan (Januari 2014-Januari 2015) menjadi 6,96 persen.
Menurut BPS, inflasi terjadi karena penurunan harga pada kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 4,04 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran lain yang naik adalah kelompok bahan makanan yang naik 0,6 persen; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (0,65 persen); perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (0,8 persen); serta kesehatan (0,6 persen).
Beberapa komoditas yang turun harga pada Januari 2015 antara lain bensin, cabai merah, tarif angkutan dalam kota, tarif angkutan udara, cabai rawit, solar, buncis, kacang panjang, dan mentimun. Sedangkan komoditas yang harganya naik antara lain daging ayam ras, ikan segar, beras, telur ayam ras, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan, upah pembantu rumah tangga, tarif rumah sakit, dan rokok kretek filter.
Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk Juniman menuturkan tekanan inflasi menurun karena harga beberapa komoditas makanan dan harga BBM turun. "Mengingat harga BBM telah turun dua kali," ujarnya saat dihubungi hari ini. Ia juga memprediksi neraca perdagangan Indonesia akan kembali surplus karena faktor musiman pada Desember.
Jokowi, pada 17 November 2014, mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi yang berlaku keesokan harinya. Harga Premium dinaikkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, sementara solar naik dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter
Seiring dengan merosotnya harga minyak mentah dunia, pada 31 Desember 2014, Presiden menurunkan harga Premium menjadi Rp 7.600 per liter dan solar Rp 7.250 per liter. Disusul kebijakan serupa pada 18 Januari 2015 yang membuat harga Premium tinggal Rp 6.600-6.700 per liter dan solar Rp 6.400 per liter.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, ke depannya, faktor harga pangan akan lebih banyak menyumbang inflasi ketimbang harga bahan bakar minyak. “BBM tidak lagi menjadi penyebab utama gejolak inflasi,” ujar Juda di Senggigi, Lombok, Jumat, 30 Januari 2015.
Menurut Juda, bahan bakar minyak tidak lagi diperhitungkan sebagai penyumbang tertinggi inflasi. Dia menyebut lima komoditas pangan sebagai penyumbang tertinggi inflasi, yakni beras, tongkol pindang, tomat sayur, cabai rawit, dan daging ayam ras. Hal itu disampaikan Juda kepada tim Komisi Keuangan DPR RI yang dipimpin Gus Irawan Pasaribu yang sedang melakukan pertemuan di Senggigi, Lombok.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memprediksi inflasi pada Januari 2015 jauh lebih rendah daripada rata-rata inflasi pada bulan sebelumnya. Dia memperkirakan inflasi pada Januari lalu mencapai sekitar 0,1-0,2 persen. "Karena harga BBM bulan ini turun, jadi inflasi juga sangat rendah," tuturnya dalam acara “Peluang Perekonomian Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" di Hotel Borobudur, Jumat, 30 Januari 2015.
Dia mengatakan Indonesia tertinggal oleh negara-negara Asia Tenggara lain terkait dengan besaran inflasi. Bambang mencontohkan, nilai inflasi Malaysia, Thailand, dan Filipina lebih rendah daripada Indonesia. Dia menyebut inflasi Filipina mencapai 2-3 persen karena di negara tersebut tidak memiliki isu kenaikan harga BBM. "Berarti wajar inflasi mereka rendah. Jadi, kalau naik-turun, sudah terbiasa," ujarnya. "Sedangkan kita harus bolak-balik naikin harga."
Menurut dia, pada negara yang tidak mengenal subsidi BBM, tidak ada kenaikan harga signifikan yang berpengaruh pada inflasi. Indonesia, kata dia, memiliki inflasi tinggi karena adanya kenaikan harga yang dipengaruhi oleh alokasi subsidi BBM.
No comments:
Post a Comment