Saturday, March 21, 2015

Penyaluran Dana BPJS Banyak Tidak Tepat Sasaran

Anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Irma Suryani, menolak menambah anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS) karena banyak permasalahan krusial yang belum diatasi.  Misalnya tidak adanya standar pelayanan medis nasional dan penggunaan data Badan Pusat Statistik tahun 2012 sebagai sumber data penerima bantuan iuran (PBI). Menurut dia, banyak penerima bantuan yang sekarang seharusnya tak lagi menerima.

Irma mencontohkan, ada penduduk yang telah meninggal dalam data itu tapi masih tercatat sebagai penerima bantuan. Kemudian ada penduduk yang berubah dari miskin menjadi mapan dan sebaliknya. "Saya punya tetangga sendiri di Metro, Lampung, dia sudah mapan tapi masih menerima," katanya di Jakarta, Sabtu, 21 Maret 2015.

Dia menilai jika data PBI tidak akurat, berarti pemerintah membuang uang. "Kalau enggak cocok, sama saja dengan menghambur-hamburkan uang." Irma meminta BPJS berkoordinasi dengan BPS dan Kementerian Sosial agar dapat memperoleh data PBI yang benar. Dia yakin penerima PBI sebanyak 96 juta orang telah mengalami banyak perubahan mengingat data tersebut telah berumur 3 tahun.

Selain itu, dia meminta BPJS melibatkan rumah sakit untuk memperbaiki sistem pelayanan medis nasional. Dia mengaku memahami permintaan rumah sakit yang ingin menaikkan iuran dari Rp 19 ribu menjadi Rp 25 ribu per bulan.

"Kami enggak mau memberikan sebelum ada perbaikan sistem servisnya. Kami supportingyang berdampak positif terhadap masyarakat." Dewan Perwakilan Rakyat menilai niatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) menaikkan premi terburu-buru. Anggota Komisi IX Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf, mengatakan ada baiknya BPJS melakukan beberapa tahapan terlebih dulu sebelum menaikkan premi.

“Menaikkan premi adalah langkah yang paling ringkas dan terakhir,” ujarnya ketika dihubungi, Senin, 9 Maret 2015. Idealnya, ujar Dede, BPJS melakukan evaluasi internal terhadap kinerja dan pelayanan selama ini. Menurut Dede, masih banyak potensi yang bisa dibenahi untuk menutupi defisit yang mendera BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah pengawasan terhadap risiko, pengawasan, dan kepatuhan para nasabah.

Karena itu, Dede mengatakan akan lebih baik jika ada tim auditor independen untuk mengevaluasi kinerja BPJS selama ini. “Manajemen, pelayanan, sosialisasi, dan penyuluhan harus diaudit dulu,” katanya. Apabila semua hal tersebut sudah dibenahi tapi hasil perhitungan defisit, kata Dede, barulah kenaikan premi bisa dikabulkan.

“Setahu saya, banyak nasabah tak rutin membayar premi,” kata Dede. Para peserta BPJS, dia menambahkan, membayar premi hanya ketika ingin berobat. Namun, ketika sehat, emoh mematuhi kewajibannya tersebut. Sebelumnya, BPJS berencana menaikkan premi bagi para penerima bantuan iuran (PBI). Alasannya, besaran iuran Rp 19.225 per jiwa yang selama ini digunakan berpotensi menimbulkan defisit anggaran dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional ini.

"Solusi yang kami ajukan salah satunya adalah penyesuaian premi," kata Direktur Utama BPJS Fachmi Idris dalam wawancara  Jumat, 6 Maret 2015.  Menurut Fachmi, besaran premi yang akan diusulkan kurang-lebih sama dengan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional pada 2013 lalu. Saat itu, berdasarkan pendekatan aktuaria, Dewan menghitung batas bawah iuran sebesar Rp 27.500 per jiwa per bulan. "Pendekatan aktuaria menghitung prediksi-prediksi yang lebih luas," ujarnya.

No comments:

Post a Comment