Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini rehat dari kejatuhannya dengan menguat 37,5 poin (0,28 persen) menjadi 13.207 per dolar AS. Penguatan ini tercatat paling tinggi di kawasan Asia-Pasifik, yang dalam perdagangan pagi ini serempak menguat terhadap dolar AS.
Won Korea menguat 1,43 poin (0,13 persen) menjadi 1.130 per dolar AS, rupee India menguat 0,15 poin (0,24) ke posisi 62,81 per dolar AS, yuan Cina naik 0,0076 poin (0,12 persen) menjadi 6,25 per dolar AS, dan ringgit Malaysia naik 0,0072 poin (0,19 persen) ke posisi 3,69 per dolar AS.
Penguatan hari ini terjadi di tengah spekulasi mengenai hasil pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) pada hari ini dan besok. Banyak analis yang memperkirakan bank sentral AS itu akan memberikan penegasan mengenai waktu kenaikan suku bunga The Fed (Fed’s Rate) yang pertama sejak 2006.
Prediksi para ekonom yang dihimpun kantor berita Reuters juga menunjukkan hasil yang hampir sama besar. Setengah ekonom memperkirakan suku bunga The Fed akan dinaikkan pada Juni tahun ini. Namun setengah ekonom lainnya memperkirakan kenaikan Fed's Rate dilakukan setelah Juni.
Analis dari Monex Investindo Futures, Agus Chandra, mengatakan kemarin bahwa laju pergerakan rupiah masih dominan dipengaruhi spekulasi penaikan suku bunga The Fed ketimbang sentimen positif neraca perdagangan Indonesia pada Februari, yang surplus US$ 740 juta.
Menurut dia, menjelang pelaksanaan pertemuan FOMC pada 17-18 Maret, investor yang lebih mencemaskan kepastian Fed's Rate akhirnya kian masif menjadikan dolar AS sebagai aset berlindung nilai aman. "Akibat rilis unemployment rate yang turun ke level 5,5 persen, investor kembali berfokus pada spekulasi Fed's Rate," ujarnya.
Agus menambahkan, pelemahan rupiah juga dipengaruhi sikap pesimistis investor atas neraca dagang. Meskipun berhasil mencatatkan surplus, kinerja ekspor-impor nonmigas yang justru melambat memunculkan kekhawatiran terjadinya prospek pelemahan dalam jangka panjang. "Bila saat ini kinerja perdagangan nonmigas sudah turun, bagaimana bila Fed's Rate sudah naik?"
Laju rupiah dan mayoritas mata uang regional berhasil mengalami pembalikan arah setelah indeks dolar kembali bergerak di bawah level 100. Koreksi tersebut merespons publikasi beberapa data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memburuk, seperti capacity utilization rate yang turun menjadi 78,9 persen dan empire manufacturing yang melemah ke level 6,9.
Hingga pukul 12.00 WIB, rupiah naik 434 poin (0,33 persen) ke level 13.202 per dolar. Adapun won menguat 0,26 persen menjadi 1.128,71 per dolar, dan ringgit terapresiasi 0,23 persen ke level 3,6960 per dolar. Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan, di tengah daya tarik dolar yang sedikit berkurang, minat investor akhirnya kembali beralih pada aset-aset yang lebih berisiko. “Selain karena indeks dolar yang turun, koreksi dolar juga dipengaruhi negosiasi kenaikan pagu utang AS,” katanya.
Dari dalam negeri, pergerakan positif rupiah diduga merespons dampak pengumuman paket kebijakan stabilisasi rupiah. Paket kebijakan yang berisi delapan langkah kebijakan untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan nilai tukar rupiah tersebut membangun harapan terjadinya kestabilan kurs dalam jangka pendek.
Meski demikian, Rangga tak yakin laju positif rupiah bahkan bertahan lama. Pasalnya, suku bunga acuan (BI rate) yang diperkirakan bakal bertahan pada level 7,5 persen serta terus menguatnya spekulasi kenaikan suku bunga AS menjelang pertemuan rutin bank sentral AS (FOMC Meeting) pada 17–18 Maret berpotensi membawa tekanan terhadap rupiah.
No comments:
Post a Comment