Wednesday, March 18, 2015

Thailand Bangkit Menjadi Ancaman Industri Gula Indonesia

Thailand merupakan salah satu ancaman besar untuk industri gula Indonesia. Rendemen serta kapasitas giling yang berbeda menjadi penyebab sulitnya Indonesia bersaing dengan Negeri Gajah Putih. "Kita lihat ada inefisiensi dalam proses gula dalam negeri," kata Ketua Umum Asosiasi Tebu Indonesia Arum Sabil di Wisma Antara pada Rabu, 18 Maret 2015.

Indonesia memiliki jumlah pabrik yang lebih banyak ketimbang Thailand. Indonesia punya 62 pabrik gula dan 11 pabrik rafinasi, sementara Thailand hanya memiliki 51 pabrik, tapi dengan rendemen yang lebih tinggi. "Kalau di Jawa Timur, rendemen 5-6 persen. Di Thailand bisa 11-12 persen," katanya.

Akibatnya, Indonesia hanya sanggup menghasilkan maksimal 2,2-2,5 juta ton gula per tahun. Sedangkan Thailand mampu mencapai maksimal 11 juta ton per tahun. Untuk kebutuhan nasional sendiri, Thailand hanya membutuhkan 2,5 juta ton per tahun sehingga ada banyak ekses lebih yang bisa diekspor. Selain itu, waktu operasi yang mencapai 320 hari setahun di luar negeri tentu lebih berimbas ketimbang 160 hari per tahun di Indonesia.

"Sedangkan Indonesia malah harus mengimpor," katanya. Kebutuhan Indonesia mencapai 4,5 juta ton per tahun, sehingga pemerintah masih harus mengimpor 2-2,3 juta ton gula per tahun. Adapun impor bisa didatangkan dari berbagai negara, termasuk Australia dan Thailand.

Untuk mengatasi gempuran industri luar negeri, Indonesia harus melakukan sejumlah langkah baru. Pemerintah menargetkan revitalisasi dan pembangunan pabrik baru. Anggota staf khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sahala Lumbangaol, mengatakan ada rencana membangun sepuluh pabrik gula baru dalam dua-tiga tahun ke depan. "Namun kami belum memastikan di mana," katanya.

Dengan pembangunan ini, diharapkan ada peningkatan produksi hingga 7,5 juta ton per tahun. "Jadi ada ekses 3 juta untuk ekspor," katanya. Menurut dia, agar mendapat hasil maksimal, rendemen tebu minimal 10 persen. Yaitu dari 100 kilogram tanaman tebu dihasilkan 10 kilogram gula.

"Solusinya dengan membangun pabrik gula baru," katanya. Dia berencana mendirikan tiga pabrik gula baru, masing-masing di Sragen, Pantai Utara Jawa, dan Kudus. Jika ada pabrik baru, dia optimistis target rendemen 10 persen bisa tercapai.

Penyebab lain produksi gula tidak memenuhi target adalah produktivitas tanaman tebu belum sesuai harapan, yaitu 100 ton per hektare. "Padahal dari segi luasan lahan sudah mencukupi," ucapnya. Dia akan mendorong petani agar meningkatkan kualitas tanamannya. Tentunya dengan insentif harga tebu yang dijual petani akan lebih menguntungkan.

"Jika pabrik baru sudah dibangun, kami akan sosialisasi ke petani untuk segera menanam tebu. Dengan kualitas yang baik, rendemen juga tinggi dan akhirnya menguntungkan petani," katanya. Untuk stok gula, dia mengatakan, saat ini tersedia 76 ribu ton. Semuanya milik petani yang dijual melalui PTPN IX. "Empat puluh tiga ribu ton gula milik kami sudah dijual semua. Sekarang sisanya punya petani," ucapnya.

No comments:

Post a Comment