Sunday, March 22, 2015

Asosiasi Petani Tebu Protes Kebijakan Impor Gula

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyesalkan rekomendasi impor raw sugar 1,5 juta ton oleh Kementerian Perindustrian. "Saya geram dengan rekomendasi itu," kata Ketua APTRI Soemitro Samadikoen, Ahad, 22 Maret 2015.

Soemitro geram karena Kementerian Perindustrian mengajukan impor raw sugar untuk dua kuartal sekaligus. Ini disebutnya tidak mendukung kebijakan Menteri Perdagangan untuk melakukan evaluasi impor raw sugar tiap kuartal. Padahal evaluasi izin impor tiap kuartal itu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan raw sugar oleh industri makanan-minuman.

Soemitro khawatir impor raw sugar besar-besaran ini akan mengulangi lagi kejadian pada 2013. Saat itu keran impor raw sugar dibuka lebar sehingga menyebabkan harga gula di masyarakat hancur-hancuran. Penyebabnya adalah gula rafinasi yang sebenarnya hanya dijual untuk industri makanan-minuman ternyata juga merembes di masyarakat. "Kami tidak setuju rekomendasi impor dilakukan dua kuartal sekaligus," kata Soemitro.

Izin impor raw sugar ini dilakukan dua kuartal sekaligus untuk kebutuhan April-Juni dan Juli-September. Jumlah per kuartalnya 750 ribu ton, lebih tinggi ketimbang kebutuhan untuk kuartal Januari-Maret sekitar 600 ribu ton. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perdagangan Panggah Susanto mengatakan jumlah impor yang lebih besar itu bertujuan mengantisipasi pelonjakan kebutuhan pada hari raya Lebaran pertengahan tahun ini.

Soemitro mengatakan jumlah tersebut sangat besar. Dengan impor sebesar itu, berarti Kementerian Perindustrian mengasumsikan kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman 2,8 juta ton. Padahal, hingga kini, jumlah kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman belum diketahui dengan pasti. Itulah yang membuat Kementerian Perdagangan punya ide untuk mengevaluasi izin impor tiap kuartal.

Soemitro meminta Kementerian Perindustrian tidak hanya memikirkan industri gula rafinasi. Dampak impor terhadap keberadaan industri gula nasional dan petani tebu juga mesti diperhatikan. "Impor besar-besaran tidak selaras dengan harapan Presiden Jokowi yang bercita-cita melakukan swasembada pangan," kata Soemitro.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Sumitro Samadikoen mendesak pemerintah untuk tidak memberikan izin impor gula mentah pada 2015. "Masih ada 400 ribu ton gula lokal yang belum terserap pasar," ujarnya saat ditemui di Kementerian Perdagangan.
Kementerian Perindustrian telah mengajukan rekomendasi izin impor gula mentah atau yang biasa disebut raw sugar untuk kebutuhan industri gula rafinasi ke Kementerian Perdagangan. Dalam surat tersebut, pemerintah merekomendasikan izin ekspor sebesar 1,5 juta ton untuk kebutuhan kuartal kedua dan ketiga 2015.

"Rekomendasi izin impor raw sugar sudah kami ajukan. Jumlahnya itu sesuai dengan kebutuhan industri makanan-minuman," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat, 20 Maret 2015.

Menurut Panggah, pengajuan izin impor raw sugar ini terpaksa dilakukan untuk dua kuartal sekaligus, yakni kebutuhan April-Juni dan Juli-September. Sebab, pengajuannya sudah terlalu mepet dengan kebutuhan industri pada periode tersebut. "Hak industri makanan dan minuman untuk memperoleh bahan baku lebih cepat. Ini sudah terlambat."

Panggah menambahkan, permintaan untuk periode enam bulan mendatang ini juga lebih besar daripada kebutuhan kuartal pertama. Pada Januari-Maret 2015, izin impor hanya sebesar 600 ribu ton, sementara periode April-Juni dan Juli-September masing-masing 750 ribu ton. Menurut dia, hal tersebut untuk mengantisipasi pelonjakan kebutuhan pada Lebaran pertengahan tahun ini.

Permintaan bahan baku untuk industri ini, tutur dia, tak perlu dibesar-besarkan. Sebab, sebagai penjaga kebutuhan industri, Kementerian hanya memastikan pengamanan bahan baku industri makanan dan minuman. "Jadi kami jangan dipojokkan. Ini betul-betul untuk menentukan keberlangsungan industri," ujarnya.

No comments:

Post a Comment