Harga bawang merah yang tengah melonjak di pasar seluruh Indonesia diperkirakan akan bertahan hingga April 2015. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran, kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor. "Memang harga begini karena panen ada beberapa yang gagal. Stok lama juga sudah menipis," ucapnya saat dihubungi pada Selasa, 24 Maret 2015.
Ngadiran mengatakan panen periode lalu pun tak sesuai dengan target. Dari yang biasanya 110 ribu ton menjadi 85 ribu ton. Kelangkaan bawang merah ini membuat harganya melonjak. "Karena suplai tak mencukupi," ujarnya. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga rata-rata bawang merah nasional mencapai Rp 28.787 per kilogram. Atau ada kenaikan 36 persen dari tanggal yang sama bulan lalu, yaitu Rp 21.106.
Harga mulai melonjak pada pertengahan Maret dan memuncak di atas Rp 30 ribu mulai 20 Maret 2015 hingga beberapa hari berikutnya. Harga baru akan stabil kembali setelah petani panen sekitar April mendatang. Namun Ngadiran mengaku belum tahu kapan panen akan dilakukan. Meski kekurangan stok bawang merah, kata dia, pemerintah tak perlu melakukan impor. Dia meminta pemerintah menunggu hingga panen, supaya stok baru petani dapat digunakan, bukan stok bawang impor. "Tak perlu impor. Kasihan petani kalau begitu," ucapnya.
Sebagian petani di Kabupaten Brebes nekat menanam bawang merah meski telah memasuki musim hujan. "Istilahnya nglereng, berspekulasi dengan cuaca untuk tujuan bisa panen saat bawang merah langka di pasaran," kata Ketua Kelompok Tani Sumber Pangan, Desa Tegalglagah, Kecamatan Bulakamba, Subkhan.
Subkhan mengatakan, tidak semua petani di Brebes berani nglereng. Sebab, risiko gagal panen saat nglereng cukup besar mengingat tanaman bawang sangat rapuh jika terendam air. Musim hujan juga berpengaruh pada banyaknya hama yang menyerang tanaman bawang. Selain hama ulat, hujan juga menyebabkan daun bawang berjamur.
Walhasil, modal yang dikeluarkan petani bawang untuk nglereng bisa membengkak hingga dua kali lipat dibandingkan saat menanam dalam cuaca bersahabat. "Dengan nglereng, petani harus menggunakan pupuk dan pestisida dalam jumlah besar untuk menjaga produktivitas bawang," kata Subkhan.
Jika seluruh tantangan dan kendala saat nglereng bisa diatasi, Subkhan berujar, keuntungan besar akan menunggu para petani bawang. Sebab, masa panen nglereng masih dalam musim hujan, di mana sebagian besar petani di daerah sentra produksi bawang sedang beralih menanam padi.
Subkhan menambahkan, petani Brebes yang berani nglereng sebagian dari Desa Sigentong di Kecamatan Wanasari, Desa Sitanggal di Kecamatan Larangan, Desa Tegalglagah dan Petunjungan di Kecamatan Bulakamba. "Risiko banjir di empat desa itu terbilang lebih rendah dibandingkan sawah di tepi Jalur Pantura," ujar Subkhan.
Menurut Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Juwari, sebagian petani bawang nekat nglereng karena selisih harga bawang dari petani dan di pasar terlalu tipis. "Harga bawang sekitar Rp 8.000-9.000 per kilogram. Sedangkan harga di pasar hanya sekitar Rp 11.000 per kilogram. Keuntungan petani sangat kecil," kata Juwari.
Juwari menambahkan, minimnya keuntungan petani bawang saat ini tidak sebanding dengan menurunnya hasil panen dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi hama ulat. "Sekarang mayoritas petani beralih menanam padi karena musim hujan. Masa tanam bawang baru dimulai pada April," ujar Juwari.
Asosiasi (Petani) Bawang Merah Indonesia (ABMI) berharap pemerintah tidak tergesa-gesa membuka keran impor bawang merah meski harganya melambung hingga 100 persen sejak awal Maret 2015. "Jangan sampai petani dirugikan lagi," kata Ketua ABMI Juwari di Kabupaten Brebes pada Kamis, 19 Maret 2015.
Juwari mengatakan harga bawang merah di tingkat petani Brebes saat ini Rp 20 ribu per kilogram. Adapun harga pengiriman ke pasar-pasar induk di Pulau Jawa sekitar Rp 22 ribu per kilogram. Di tingkat konsumen, harga bawang merah mencapai Rp 23 ribu sampai Rp 25 ribu per kilogram.
Februari lalu, harga bawang merah dari petani paling tinggi hanya Rp 10 ribu per kilogram. Meski bawang merah termasuk salah satu komoditas pemicu inflasi, Juwari meminta pemerintah bertahan untuk tidak menerapkan patokan referensi harga di tingkat konsumen sebagai dasar rekomendasi impor.
Seperti diketahui, dengan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 118 Tahun 2013 tentang penetapan harga referensi produk hortikultura, pemerintah bisa mengimpor bawang merah jika harga di tingkat konsumen lebih dari Rp 25,5 ribu per kilogram. Maret tahun lalu, kebijakan tersebut memicu kemarahan petani di sejumlah sentra bawang merah, termasuk Brebes.
Menurut Juwari, melambungnya harga bawang merah biasa terjadi tiap triwulan pertama. "Sebab, sebagian besar petani beralih menanam padi karena tingginya curah hujan," ujar Juwari. Ditambah produktivitas petani yang masih menanam bawang merah belum optimal.
Dalam kondisi normal, tiap satu hektare lahan di Brebes bisa menghasilkan sepuluh ton bawang merah. Kini, petani hanya memanen tujuh ton bawang merah dari satu hektare lahannya. Walhasil, pasokan bawang merah menurun drastis. Luas panen bawang merah di Brebes saat ini hanya sekitar 100 hektare.
Kendati demikian, harga bawang merah diprediksi kembali normal mulai awal April. Sebab, 1,2 ribu hektare tanaman bawang merah di Brebes saat ini sudah berumur 40 hari atau dua pekan lagi siap dipanen. Sedangkan tanaman bawang berumur satu bulan ada sekitar 1,8 ribu hektare. "Bawang merah siap dipanen kalau sudah berumur 60 hari," kata Juwari.
Harga bawang merah mulai merangkak di sejumlah daerah di Jawa Timur, termasuk Kabupaten Nganjuk. Harga bawang merah di daerah itu mencapai Rp 22 ribu per kilogram. Sejumlah pedagang mengaku kenaikan ini sudah terjadi sejak dua pekan lalu.
Harga bawang merah kualitas super yang sebelumnya Rp 16 ribu naik menjadi Rp 22 ribu per kilogram. Sedangkan bawang merah ukuran sedang naik dari Rp 10 ribu menjadi Rp 16 ribu per kilogram. Demikian pula harga bawang merah ukuran kecil yang sebelumnya Rp 5.000 naik 100 persen menjadi Rp 10 ribu per kilogram.
Sumini, pedagang di Pasar Sukomoro, Nganjuk, mengatakan kenaikan harga karena permintaan petani. "Petani minta naik karena panennya sedikit," ujarnya, Selasa, 17 Maret 2015.
Curah hujan tinggi menjadi salah satu penyebab merosotnya produktivitas bawang merah di Nganjuk. Tanaman ini tak bisa tumbuh maksimal jika tiap hari diguyur hujan.
Pengakuan yang sama disampaikan Ristika, pengepul bawang merah yang menerima penjualan dari petani. Menurut dia, kenaikan harga bawang merah justru menyebabkan dia mengeruk keuntungan. Sebab, tak selamanya momentum kenaikan harga terjadi pada komoditas ini. "Tahun lalu, saya memborong banyak saat harganya jatuh," ucapnya.
Namun dia membantah keuntungan ini hanya dinikmati para pedagang dan pengepul. Sebab, para petani turut menikmati kenaikan harga ini, meski harus menanggung risiko penurunan produktivitas panen. Para pedagang dan petani Nganjuk juga bersyukur tak ada bawang merah impor yang masuk ke wilayahnya. Selama ini, produksi bawang merah dari Pasar Sukomoro membanjiri pasar tradisional di beberapa kota di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Harga bawang merah di sejumlah pasar tradisional di Subang, Jawa Barat, meroket meninggalkan komoditas sayuran lainnya. "Sekarang naik jadi Rp 40 ribu per kilogram," kata Atang, pedagang sayuran di Dawuan,, Selasa, 17 Maret 2015. Padahal sehari sebelumnya harga bawang merah yang dibelinya di Pasar Inpres Subang Kota dijual Rp 24 ribu per kilogram. Menurut Atang, kenaikan harga mencapai 46 persen dari harga semula.
Cabai rawit merah yang biasanya merajai harga sayuran saat ini masih terkoreksi. "Sekarang dijual Rp 36 ribu per kilogram," kata Darsim, pemilik warung nasi di Subang. Sebelumnya, cabai rawit dibanderol Rp 32 ribu per kilogram. Cabai rawit biasa tak mengalami kenaikan. Harganya stagnan di kisaran Rp 16 ribu per kilogram. Harga-harga tersebut berlaku sama di Pasar Kalijati, Cipeundeuy, dan Pabuaran.
Pedagang sayur di Pasar Panjang, Endang, mengatakan meroketnya harga bawang merah dalam sepekan terakhir ini disebabkan stok yang menipis. "Kiriman dari Brebesnya telat," ujar Endang. Kecuali itu, juga disebabkan kondisi musim hujan yang sangat mempengaruhi kualitas hasil bawang merah.
Endang memperkirakan harga bawang merah masih akan terkerek pada hari-hari berikutnya. "Bila pengiriman sudah lancar dan stok aman, harganya pasti turun lagi," kata Endang. Adapun harga telur masih di kisaran Rp 20 ribu per kilogram. Daging ayam dijual Rp 36-37 ribu per kilogram.
No comments:
Post a Comment