“Pengakuan penjualan dari pengembangan properti tumbuh 21,6 persen menjadi Rp 2 triliun miliar pada semester I 2015 meningkat dari Rp 1.648,2 miliar pada semester I 2014,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (31/7). Sementara, lanjutnya, pendapatan dari sewa dan dari pendapatan berulang lainnya tumbuh 19,4 persen menjadi Rp 771,8 miliar pada semester I 2015 meningkat dari Rp 646,6 miliar pada semester I 2014.
“Kontribusi dari pendapatan berulang terhadap penjualan dan pendapatan usaha, tetap sebesar 28 persen atau relatif sama dengan kontribusi pada periode yang sama tahun sebelumnya,” katanya. Laba kotor tumbuh 32,4 persen pada semester I 2015 yang mencapai Rp 1,44 triliun, meningkat dari Rp 1,08 triliun pada semester I 2014 dengan marjin laba kotor yang meningkat menjadi 52,0 persen pada semester I 2015 meningkat dari 47,5 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Lebih lanjut, laba komprehensif tumbuh 46,9 persen menjadi sebesar Rp 507,8 miliar pada semester I 2015 dari Rp 345,7 miliar pada semester I 2014 dengan marjin laba bersih 18,3 persen. “Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (laba bersih) tumbuh 0,8 persen menjadi Rp 345,3 miliar pada semester I 2015 dengan marjin 12,4 persen dari Rp 342,7 miliar pada semester I 2014,” jelasnya.
Perlambatan ekonomi nasional memukul bisnis properti PT Agung Podomoro Tbk. Pasalnya, selama paruh pertama 2015, penjualan perseroan tidak sampai separuh dari target yang diharapkan sepanjang tahun. "Misalnya kita target marketing sales (penjualan pemasaran) setahun Rp 6-Rp 6,5 triliun, kan semester I harusnya bisa separuh, tapi ini belum sampai," ujar Investor Relation Agung Podomoro, Wibisono di hotel Pullman, Selasa (7/7).
Kondisi ini, kata Wibisono, seperti mengulang kinerja tahun lalu, di mana pada semester I 2014 penjualan pemasaran juga di bawah rata-rata target. Kendati kondisi usaha berat, tapi Agung Podomoro belum berencana merevisi target. "Kami ingin lihat proyek Podomoro Park di Klender dulu. Mau lihat dulu kapan jadinya diluncurkan. Kalau itu masuk ada potensinya sesuai target," jelas Wibisono.
Kendati Bank Indonesia melonggarkan aturan rasio kredit terhadap agunan (Loan to Value/LTV), Wibisono menilai kebijakan itu tidak terlalu berdampak signifikan terhadap bisnisnya. Sebab, tipikal pembeli dan portofolio properti Agung Podomoro agak berbeda, di mana mayoritas ditujukan untuk kalangan kelas atas yang biasanya membayar dengan skema installment atau pembayaran secara berkala.
"Kalau untuk LTV, kami tidak terlalu merasakan ya. Soalnya kan kami kebanyakan proyek high rise (apartemen) yang menggunakan installment, tidak melalui KPR. Sementara proyek residensial yang menggunakan KPR cuma sekitar 10 persen," jelasnya. sebagai informasi, BI telah melonggarkan aturan LTV untuk kredit rumah dan apartemen di atas 70 meter persegi, dari 70 persen menjadi 80 persen. Dengan demikian, besaran uang muka (down payment/DP) yang harus disediakan calon pembeli turun dari 30 persen menjadi 20 persen. Pelonggaran LTV juga diterapkan untuk kredit rumah kedua dan ketiga.
Kebijakan BI tersebut tertuang dalam PBI No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio LTV atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, yang berlaku sejak tanggal 18 Juni 2015. Hal itu dilakukan guna mendorong pertumbuhan kredit dan ekonomi yang sedang melemah.
Mengenai wacana perizinan kepemilikan properti oleh warga negara asing (WNA), Wibisono menilai hal tersebut positif. Menurutnya, kebijakan itu dapat mendorong industri properti di tengah pelemahan daya beli masyarakat. "Tapi untuk kriteria yang rencananya adalah apartemen kelas premium, kami masih sedikit, sekitar 5-10 persen. Apartemen kami yang di atas Rp 5 miliar adalah Pakubuwono Residences, itu belum sepenuhnya terisi, harganya di kisaran Rp 6-Rp 7miliar. Mungkin belum sampai setengah yang terisi dari sekitar 500-an unit," tuturnya.
Dari sisi kinerja terkini, pengembang properti yang dikenal dengan portofolio Central Park Jakarta ini mencatatkan penurunan kinerja selama kuartal I 2015. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, laba bersih perseroan anjlok 65,5 persen menjadi Rp 101,8 miliar karena turunnya penjualan.
Penjualan dan pendapatan usaha turun menjadi sebesar Rp 995,2 miliar pada kuartal I 2015, dari Rp 1.165,1 miliar pada kuartal I 2014. Sementara, pendapatan berulang tumbuh 28,6 persen menjadi Rp 384,2 miliar pada kuartal I 2015, meningkat dari Rp 298,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati Bank Indonesia melonggarkan aturan rasio kredit terhadap agunan (Loan to Value/LTV), Wibisono menilai kebijakan itu tidak terlalu berdampak signifikan terhadap bisnisnya. Sebab, tipikal pembeli dan portofolio properti Agung Podomoro agak berbeda, di mana mayoritas ditujukan untuk kalangan kelas atas yang biasanya membayar dengan skema installment atau pembayaran secara berkala.
"Kalau untuk LTV, kami tidak terlalu merasakan ya. Soalnya kan kami kebanyakan proyek high rise (apartemen) yang menggunakan installment, tidak melalui KPR. Sementara proyek residensial yang menggunakan KPR cuma sekitar 10 persen," jelasnya. sebagai informasi, BI telah melonggarkan aturan LTV untuk kredit rumah dan apartemen di atas 70 meter persegi, dari 70 persen menjadi 80 persen. Dengan demikian, besaran uang muka (down payment/DP) yang harus disediakan calon pembeli turun dari 30 persen menjadi 20 persen. Pelonggaran LTV juga diterapkan untuk kredit rumah kedua dan ketiga.
Kebijakan BI tersebut tertuang dalam PBI No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio LTV atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, yang berlaku sejak tanggal 18 Juni 2015. Hal itu dilakukan guna mendorong pertumbuhan kredit dan ekonomi yang sedang melemah.
Mengenai wacana perizinan kepemilikan properti oleh warga negara asing (WNA), Wibisono menilai hal tersebut positif. Menurutnya, kebijakan itu dapat mendorong industri properti di tengah pelemahan daya beli masyarakat. "Tapi untuk kriteria yang rencananya adalah apartemen kelas premium, kami masih sedikit, sekitar 5-10 persen. Apartemen kami yang di atas Rp 5 miliar adalah Pakubuwono Residences, itu belum sepenuhnya terisi, harganya di kisaran Rp 6-Rp 7miliar. Mungkin belum sampai setengah yang terisi dari sekitar 500-an unit," tuturnya.
Dari sisi kinerja terkini, pengembang properti yang dikenal dengan portofolio Central Park Jakarta ini mencatatkan penurunan kinerja selama kuartal I 2015. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, laba bersih perseroan anjlok 65,5 persen menjadi Rp 101,8 miliar karena turunnya penjualan.
Penjualan dan pendapatan usaha turun menjadi sebesar Rp 995,2 miliar pada kuartal I 2015, dari Rp 1.165,1 miliar pada kuartal I 2014. Sementara, pendapatan berulang tumbuh 28,6 persen menjadi Rp 384,2 miliar pada kuartal I 2015, meningkat dari Rp 298,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
No comments:
Post a Comment